Selasa, 26 Januari 2010

Syaikh Abdul Mun'im Musthafa Halimah -Abu Bashir- : Amalan Penyebab Pelakunya Murtad - Kata Pengantar

Sungguh, banyak orang yang memandang remeh/tidak peduli dengan syariat Islam dan petunjuk nyata dalam Dien ini. Mereka beranggapan bahwa yang terpenting dalam menghukumi seseorang adalah hati, bukanlah amalan anggota badan; kecintaan hati dan bukan kecintaan dan ketundukan anggota badan; serta ketaatan hati bukan ketaatan anggota badan yang nampak.

Seandainya engkau menanyai salah seorang di antara mereka tentang sebab keengganannya untuk melakukan ketaatan yang nampak terhadap syari'at dan ketidak peduliannya terhadap syariat, maka serta merta mereka menjawab dan bersaksi atas apa yang ada didalam hati mereka --dengan maksud untuk membohongi-- bahwa mereka mencintai Dien ini dan mencintai kaum muslimin. Dihadapanmu, mereka menampakkan ketulusan dan kekhusyu'an yang tidak engkau temui pada diri ahli zuhud dan ahli ibadah. Mereka beranggapan bahwa yang terpenting di dalam Dien adalah hati dan sesungguhnya Allah Ta'ala itu hanya melihat hati kita dan bukan amalan-amalan kita dan anggota badan kita. Ketahuilah, sesungguhnya semua ini adalah tipu daya iblis untuk menipu dan menghalangi para hamba dari agama mereka yang benar.

Dan mungkin, keadaan akan semakin bertambah semrawut, tersebarnya kebodohan dan semakin merajalelanya kesesatan karena telah tersebarnya pemahaman murji'ah secara meluas, yang didukung dengan berbagai fasilitas dan kekuatan pemerintah thaghut yang selalu menindas rakyat.

Paham ini berusaha ditanamkan dan diserukan disegala tempat di dunia ini. Oleh karena itu, mereka yang berusaha menanamkan dan menyebarkan paham ini mendapat bantuan baik kemudahan materi maupun non materi.

Tidak lain, hal ini terjadi karena para thaghut yang lalim itu adalah orang-orang yang berada dalam urutan pertama dalam mengambil manfaat dari seruan yang batil inii. Mereka (para da'i / ulama pemerintah) cukup hanya tunduk terhadap mereka (para thaghut) dan pemerintahan mereka yang telah mencampakkan penegakan syariat.

Walau tampak pada diri mereka (para thaghut) berbagai amalan yang menafikan pokok keimanan, akan tetapi mereka (para da'i sesat itu) harus mentati segala perintah thaghut dan tidak boleh sedikitpun untuk melanggar perintahnya.

Pemahaman murji'ah yang coba ditanamkan kepada semua orang adalah: "Sesungguhnya iman hanya cukup dengan pembenaran atau cukup dengan apa yang terpatri di dalam hati dan tidak harus diaplikasikan dengan amalan." Mereka beranggapan bahwa yang paling bagus keadaannya di antara mereka adalah orang yang telah memenuhi syarat keimanan dengan mengikrarkannya melalui lisan. Maka, barangsiapa yang menambahnya dengan amalan maka itu hanyalah untuk kesempurnaan: ada dan tidaknya amal, tidak akan mempengaruhi ada atau tidak adanya keimanan.

Berdasarkan pemahaman ini, maka menurut mereka, seluruh manusia adalah mukmin ahli surga; walaupun mereka belum melakukan sesuatu amalan ataupun ketaatan; atau walaupun mereka telah melakukan berbagai amalan kekufuran yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama (pelakunya menjadi murtad).

Sampai sekarang, banyak sekali sekolah dan universitas yang mengajarkan bahwa iman hanya cukup dengan pembenaran saja. Maka, orang dianggap beriman dan termasuk ahli surga, walaupun ia belum melakukan sedikitpun amalan dan ketaatan, dan walaupun dzahirnya menunjukkan bahwa ia telah berlepas diri dari hukum dan ikatan-ikatan syariat.

Sungguh amat disayangkan, pemahaman yang sesat ini telah menjangkiti kebanyakan manusia; hingga diri merekapun selalu tergoda untuk selalu mengikuti hawa nafsu, senang bermalas-malasan dan meninggalkan amalan. Mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan atas keberpalingan mereka dari hukum dan ikatan syariat mendapatkan justifikasi atau pembenaran berdasarkan syariat.

Keburukan yang mereka lakukan tidak hanya pada sisi meninggalkan amalan, akan tetapi sampai pada bercampur (kacau)nya hububgan nasab dan menyia-nyiakan hak dan kewajiban. Betapa banyak pemudi muslimah yang bertauhid dinikahi oleh lelaki kafir lagi murtad yang mana dari pernikahan itu mereka melahirkan anak-anak dari suami yang kafir.

Tidak disangsikan lagi, bahwa hal ini terjadi karena mereka menganggap bahwa amal itu tidak masuk dalam iman. Amal yang menjadi barometer keimanan tidak lagi dijadikan syarat syahnya pernikahan tersebut hingga akhirnya tidak lagi berdosa jika wanita mukminah menikah dengan lelaki murtad atau tetap berada dibawah tanggungan dan kekuasaannya.

Oleh karena itu, kita menjadi tertuntut untuk mengetahui dengan jelas dan berwaspada terhadap amalan-amalan --baik itu meninggalkan ataukah melakukan-- yang menyebabkan seseorang terlepas dari pondasi agama dan iman serta amalan-amalan yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam secara keseluruhan (murtad).

Dalam segala apa yang kami tetapkan dari berbagai masalah dan hukum didalam pembahasan ini, kami berpegang pada kitabullah Ta'ala dan sunnah RasulNya saw, perkataan para sahabat dan siapa saja yang mengikuti jejak mereka dan sejarah mereka dari para ulama salaful ummah; agar perkara yang dihadapi seluruh manusia menjadi jelas dan mereka mengetahui dimanakah posisi mereka dalam agama Allah (apakah keislaman mereka telah benar atau belum); sebagaimana firman Allah swt:

"Yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)" (QS. Al Anfal: 42)

Maksudnya agar orang-orang yang tetap didalam kekafirannya tidak mempunyai alasan lagi untuk tetap dalam kekafirannya itu, dan orang-orang yang benar keimanannya adalah berdasarkan kepada bukti-bukti yang nyata. Lihat catatan kaki sebagai tafsiran ayat ke 42 surat Al-Anfal Al Qur'an terjemah DEPAG RI


Dan sebelum kami memulai menerangkan berbagai amalan yang dapat mengeluarkan seseorang dari agama, kami memandang penting untuk menyuguhkan sebagian pendahuluan dan kaidah penting yang berhubungan dengan pembahasan dan dapat membantu pembaca untuk memahami maksud dari apa yang akan dijelaskan setelahnya dalam risalah ini Insya Allah.

Semoga dengan membaca buku ini kita mendapatkan ilham dari Allah swt berupa pertolongan taufik dan keteguhan karena sesungguhnya Allah swt Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatagkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepadaNya-lah aku kembali." (QS. Hud: 88)

Dan semoga shalawat dan salam tercurah atas Muhammad nabi yang Ummi, kepada keluarganya an para sahabatnya.

'Abdul Mun'im Musthafa Halimah 'Abu Bashir'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar