Minggu, 27 Desember 2009

Inilah Manhaj Kami - Syaikh Al Maqdisiy

Judul Asli :

Al-Kalimat fil Minhaj

Penulis :

Syaikh Abu Muhammad ‘Ashim Al-Burqowi Al-Maqdisi
( Hafizahullah )

Edisi Indonesia :

Inilah Manhaj Kami

Penerjemah :

Abdul Rohman Al-Indunisi

Publikasi :

Divisi Media & Kajian
Jama’ah Tauhid Wal Jihad

bantai_uk@yahoo.co.uk


© All Right Reserved
Silahkan memperbanyak tanpa merubah isi, pergunakanlah untuk kepentingan kaum Muslimin !

“Demi Kembalinya seluruh Dien hanya milik Allah Ta’ala”


(1) TEGAKNYA AGAMA DENGAN KITAB YANG MEMBERI PETUNJUK DAN PEDANG YANG MENOLONG DAN CUKUPLAH TUHANMU MENJADI
PEMBERI PETUNJUK DAN PENOLONG

Berkata Jabir bin Abdillah radhiyallaahu ‘anhu sementara ia membawa pedang di salah satu tangannya dan mushhaf di tangannya yang lain, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami agar memukul dengan ini (pedang) orang yang menyimpang dari ini (kitab).”
Perkataan Jabir bin Abdillah ini merupakan penafsiran terhadap firman Allah Ta’ala :
لقد أرسلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط
“Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan timbangan agar manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al-hadid : 25)
“Maksud dari diutusnya rasul-rasul dan diturunkannya kitab-kitab adalah agar manusia dapat melaksanakan keadilan dalam hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya.” (Fatawa Syaikhul Islam 28/263)
Dan di antara hak Allah Ta’ala yang paling besar yang dengannya diutus seluruh rasul dan diturunkan semua kitabullah adalah agar manusia merealisasikan tauhid yang merupakan pemurnian ibadah kepada Allah dalam semua segi kehidupan mereka. Seluruh dakwah para rasul dan semua kitab yang diturunkan Allah kepada mereka dari pertama hingga terakhir berbicara tentang kebenaran yang agung ini yang intinya adalah :
 Seruan untuk merealisasikan dan menegakkan kebenaran (tauhid) ini atau perintah untuk berdakwah kepadanya dan bersabar dalam memperjuangkannya atau motivasi untuk berjihad dalam rangka merealisasikan tauhid tersebut serta memberikan loyalitas dan permusuhan karenanya.
 Berita tentang balasan bagi orang yang merealisasikan, menegakkan, dan menolong tauhid serta berjihad di jalannya dan juga pahala yang besar serta nikmat yang berharga yang dijanjikan Allah.
 Seruan untuk berlepas diri dari kesyirikan yang membatalkan tauhid dan seruan untuk berjihad melawannya dan berjihad melawan pendukungnya serta berusaha untuk menghancurkan-nya dan mencabut sampai ke akar-akarnya dengan segala bentuknya dari atas muka bumi.
 Berita tentang tempat kembali bagi orang-orang yang menentang perealisasian tauhid serta orang-orang yang me-meranginya dan memerangi wali-walinya. Tempat kembali mereka adalah kehinaan dan penyesalan serta hukuman yang buruk dan siksa yang kekal yang telah dijanjikan Allah kepada mereka.
Semua kitabullah dan semua risalah nabi-nabi dari pertama hingga terakhir terangkum dalam al-haq (tauhid) ini dan berbicara tentangnya.
Tauhid merupakan tujuan terbesar dan target tertinggi yang karenanya Allah menciptakan makhluk, mengutus rasul-rasul untuk-nya, dan menurunkan kitab-kitab.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman :
وأنزلنا الحديد فيه بأس شديد ومنافع للناس وليعلم الله من ينصره ورسله بالغيب
“Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.” (Al-hadid : 25)
Barang siapa yang menentang tauhid dan tidak menegakkannya dengan adil dan menolak para rasul dan para da’i, ia diluruskan dengan pedang.
Ini merupakan makna dari sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
بعثت بالسيف بين يدي الساعة ، حتى يعبد الله وحده لا شريك له ،وجعل رزقي تحت ظل رمحي ،وجعل الذل والصغار على من خالف أمري ،ومن تشبه بقوم فهو منهم
“Aku diutus menjelang datangnya hari kiamat dengan membawa pedang hingga Allah disembah sendirian yang tiada sekutu bagi-Nya dan dijadikan rezekiku berada di bawah bayang-bayang tombakku serta dijadikan hina dan rendah orang yang menyelisihi urusanku. Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR Imam Ahmad dari Ibnu Umar)
“Barang siapa yang menyimpang dari kitab maka ia diluruskan dengan besi. Oleh karena itu, tegaknya agama adalah dengan mushhaf dan pedang.” (Al-fatawa 28/264)
Sudah semestinya para aktivis dakwah yang terpercaya pada setiap zaman menjadikan tauhid sebagai poros dakwah mereka, titik tolak pembicaraan dan persepsi mereka, dan sandaran timbangan mereka. Mereka berkeliling di sekitarnya dan oleh karenanya mereka diuji dan dipenjara serta di bawah panjinya mereka diperangi dan dibunuh.
Hendaknya mereka senantiasa berusaha untuk menegakkan tauhid berdasarkan Al-kitab dan As-sunnah dengan argumen dan keterangan. Barang siapa yang menolak tauhid siapa pun orangnya, maka ia diluruskan dengan besi.
Apabila pada suatu masa para aktivis dakwah sulit untuk mempergunakan besi dan tangan mereka tidak mampu untuk melakukannya, mereka tidak boleh menghapus ketentuan ini dari perhitungan mereka atau meninggalkannya. Akan tetapi, mereka harus beredar dengan Al-kitab dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam beri’dad untuk menegakkannya dengan besi.
Setiap orang yang mengetahui hakikat dien ini –hingga musuh-musuhnya-, mereka mengetahui bahwa dien ini adalah tauhid dan jihad, dakwah dan qital, mushhaf dan besi. Mereka benar-benar mengetahui –selama mereka menolak untuk istiqamah dalam dien ini dan menegakkannya dengan adil- bahwa dien ini menolak mereka dan akan mencabut kebatilan mereka hingga ke akar-akarnya di setiap masa dan setiap tempat. Mereka mengetahui bahwa Muham-mad shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk menyembelih mereka dan menyembelih orang-orang yang serupa dengan mereka. Rasulullah menghadapi orang-orang yang paling dekat dengan itu, yaitu keluarga dan kaumnya ketika mereka menolak untuk melaksanakan tauhid ini dengan adil. Beliau lalu memberitahukan mereka mengenai tujuannya sebelum akhirnya mampu menaklukkan mereka dalam beberapa tahun berikutnya. Beliau bersabda : “Dengarkanlah wahai orang-orang Quraisy! Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku datang kepada kalian dengan sembelihan.” Kemudian beliau benar-benar melakukan hal itu dengan hadid (besi) yang dengannya Allah memuliakan Islam dan para penganutnya.
Insya Allah kita senantiasa mengikuti atsarnya, menempuh manhajnya, menegakkan sunnahnya, dan berperang bersamanya.
وكأي من نبي قاتل معه ربيون كثير فما وهنوا لما أصابهم في سبيل الله، وما ضعفوا وما استكانوا والله يحب الصابرين
“Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran : 146)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “Sesungguhnya keadaan nabi yang berperang bersamanya atau dibunuh bersamanya para pengikutnya yang banyak tidak harus nabi tersebut ikut bersama mereka berada dalam peperangan. Akan tetapi, setiap orang yang mengikuti nabi dan berperang demi tegaknya diennya, sungguh ia telah berperang bersama nabi. Inilah yang dipahami oleh para sahabat. Sebab, sebagian besar peperangan yang mereka lakukan terjadi setelah wafatnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hingga mereka mampu menaklukkan negeri Syam, Mesir, Iraq, Yaman, ‘Ajam, Romawi, negeri-negeri barat, dan negeri-negeri timur. Pada waktu itu cukup banyak orang yang terbunuh bersamanya. Sesungguhnya orang-orang yang berperang kemudian mereka terbunuh di atas dien para nabi sangat banyak. Ayat ini merupakan pelajaran bagi setiap orang beriman hingga datangnya hari kiamat. Sebab, mereka semuanya berperang bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan di atas diennya meskipun beliau telah meninggal. Mereka ini masuk dalam firman Allah Ta’ala : “Muhammad adalah utusan Allah; dan orang-orang yang bersamanya.” Dan ayat : “Dan orang-orang yang beriman setelahnya dan berhijrah serta berjihad bersama kalian.” Maka, bukan merupakan sebuah syarat bahwa orang yang taat harus menyaksikan orang yang ditaatinya melihatnya.” (Majmu’ Fatawa)
Kita katakan dengan terus terang kepada musuh-musuh kita mengenai tujuan kita dan kita beritahukan kepada mereka bahwa apabila pada hari ini kita lemah, maka hal ini bukan berarti kita menghapus kewajiban ini dari perhitungan kita. Sekali-kali tidak! Bagaimana pun juga, kita tidak boleh melakukannya dan kita tidak memiliki landasan untuk melakukannya. Oleh karena itu, kita berdo’a kepada Allah siang dan malam agar Ia menguatkan kita untuk menebas leher-leher mereka dan leher-leher musuh-musuh dien ini. Setiap gerak, diam, dan nafas kita adalah dalam rangka i’dad untuk menghadapi mereka.
Mereka benar-benar mengetahui hal itu dan juga mengetahui penyimpangan dan kesalahan para aktivis dakwah yang minder dan kalah yang berusaha dengan segala kesia-siaan untuk memisahkan kitab dari hadid (besi). Mereka mengetahui kebodohan aktivis dakwah tersebut terhadap hakikat dien ini dan bahwa ia telah menyimpang dari perintah syar’i Allah dan sunnah kauniyah-Nya dan tidak memahami dienul Islam.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Dan dienul Islam, hendaknya pedang mengikuti kitab. Apabila telah muncul ilmu berdasarkan Al-kitab dan As-sunnah sedangkan pedang mengikuti-nya, maka urusan Islam akan tegak.” (Al-fatawa 20/393)
Ia juga berkata : “Maka tegaknya agama adalah dengan Kitab yang memberi petunjuk dan pedang yang menolong. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.”

Ditulis pada Muharram 1422 H.


(2) TIMBANGAN KITA DAN TIMBANGAN MEREKA

Bismillaah wal hamdu lillaah wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasuulillaah.
Allah Ta’ala berfirman :
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan timbangan agar manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al-hadid : 25)
Timbangan yang berdampingan dengan Kitabullah tidak memerlukan penilaian manusia, kelompok, sekte, dan atau pun jama’ah. Apabila rusak sebuah timbangan, pasti akan rusak pula bersamanya cara pandang dan paradigma berpikir, kemudian rusak pula hukum, perbuatan, tingkah laku, dan minhaj (metode). Realita yang ada dalam manhaj dan dakwah orang-orang yang menisbahkan diri kepada Islam pada hari ini merupakan bukti dan indikasi yang sangat besar mengenai hakikat ini.
Timbangan-timbangan merekalah yang membatasi manhaj dan tingkah laku mereka yang dibangun di atas penghukuman mereka terhadap individu, organisasi, dan jama’ah.
Sebagian mereka menimbang dengan timbangan nasionalisme sehingga Anda akan melihatnya bersaudara dengan orang-orang atheis, musyrik, kafir, dan bathiniyyun di bawah naungannya. Mengapa tidak? Bukankah mereka ini adalah saudaranya dalam perjuangan nasionalisme?!!
Sebagian mereka menimbang permasalahan dengan timbangan maslahat dan istihsanat (menganggap baik). Setiap sarana yang dapat mengantarkan kepada tujuan meskipun termasuk di antara sarana yang kotor dan busuk merupakan sarana yang baik dan bersih menurutnya. Mereka yang menempuhnya merupakan orang-orang yang berilmu yang memiliki pemikiran cemerlang, sedangkan mereka yang meninggalkannya merupakan orang-orang bodoh yang memiliki pemikiran sempit, dangkal, dan tertutup.
Sekelompok orang menimbang Anda dengan keuntungan duniawi yang mereka dapatkan dari Anda. Dengan ukuran ini Anda menjadi dekat atau jauh dari mereka.
Sebagian mereka mengambil satu segi dari agama yang dianggapnya baik dan mudah lalu ia menjadikan perasaan sebagai timbangan.
Sekelompok orang menimbang Anda dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun yang Anda gunakan untuk keluar bersama mereka untuk berdakwah ilallaah. Dalam mengemukakan makna khuruj, mereka membatasi ayat-ayat dan hadits-hadits tentang jihad. Apabila Anda membenarkannya sesuai dengan yang dipaksakan oleh timbangan mereka, maka Anda adalah orang yang mereka cintai. Namun jika Anda meninggalkannya, Anda tidak lagi dicintai oleh orang tersebut meskipun Anda telah keluar dengan tombak dan darah sepanjang hayat untuk melawan setiap thaghut.
Sebagian mereka menimbang Anda berdasarkan sejauh mana pengetahuan dan pemahaman Anda dalam masalah asma’ wa shifat atau tauhidul ma’rifah wal itsbat (tauhid pengetahuan dan penetapan) yang cukup jelas bagi Iblis atau tauhid rububiyah yang juga cukup jelas bagi orang-orang kafir Quraisy. Menurut mereka, ini merupakan aqidah yang selamat, pemahaman salafy, jalan yang sesuai dengan atsar, dan … dan … dan …. Oleh karena itu, orang yang salah atau tergelincir sedikit saja dalam cabang-cabangnya adalah ahli bid’ah yang tercela di mana timbangan mereka tidak dapat memaafkannya meskipun ia telah merealisasikan tauhid di mana seluruh rasul diutus karenanya (tauhid uluhiyah), berjihad di jalan ikatannya yang kuat (laa ilaaha illallaah), berperang, dan terbunuh.
Adapun orang yang memperlihatkan pengetahuannya, maka menurut mereka ia adalah salafy tulen, bahkan termasuk dari ahlul hadits yang ikhlas dan pemimpin thaifah manshurah. Sifat ini tidak akan terlepas darinya meskipun hingga ia menghancurkan ikatan Islam yang kuat dan memfitnah prinsip dakwah para nabi dan rasul dan inti tauhid uluhiyah. Seorang thaghut yang paling sesat pun menurut timbangan mereka adalah imaamul Muslimin dan amiirul Mukminin selama ia menyebutkan dan mengetahui keyakinan tersebut.
Sebagian mereka menimbang Anda berdasarkan sejauh mana bara’ Anda terhadap orang yang mengkafirkan para penguasa thaghut mereka meskipun ia termasuk di antara golongan muwah-hidun yang ikhlas, sejauh mana kemarahan dan pemburukan Anda terhadapnya, sejauh mana wala’ dan perdebatan Anda demi membela para penguasa mereka yang kafir lagi pendosa yang disucikan dan dibaiat oleh para ulama sulthan, dan atau sejauh mana dukungan Anda kepada mereka serta ketiadaan pengkafiran Anda dengan keluar melawan mereka meskipun hanya dengan perkataan. Jika Anda memilih ini semua, Anda akan menjadi orang yang mereka ridhai dan pemilik paham yang cemerlang yang berhak mendapatkan semua dukungan, bantuan, pertolongan, dan penyandaran. Akan tetapi, jika perkara-perkara di atas tidak terpenuhi sedikit pun, maka Anda adalah ahli bid’ah yang jelek; musuh para ulama dan pemakan daging mereka yang beracun!! Bahkan, Anda adalah seorang khawarij yang merupakan salah satu makhluk paling jahat dan salah satu anjing neraka!!
Sebagian mereka memiliki dua timbangan, tidak hanya satu timbangan. Satu timbangan ia khususkan untuk dirinya yang dengan-nya ia menjaga keuntungan dan menimbang kebaikan. Alasan-alasan ‘udzur telah dipersiapkan meskipun untuk perbuatan-perbuatan dosa dan syirik. Timbangan ini merinci ukuran keuntungan dan keinginan-nya. Ini merupakan timbangan yang dengannya ia menimbang orang-orang yang ia cintai, rekan-rekannya, dan jama’ahnya. Adapun timbangan yang lain ia khususkan untuk lawan-lawannya dan orang-orang yang menyainginya. Timbangan ini begitu teliti dan peka yang tidak mungkin lepas darinya segala yang datang dan yang keluar. Demikianlah, jika Anda tidak melewati ukurannya, ia akan mengubah Anda dari orang yang dicintai menjadi orang yang dibenci. Kondisi lahiriahnya mengatakan :
Mata yang senang akan buta penglihatannya dari segala kejelekan.
Namun, mata yang benci akan merusak segala kebaikan.
Allah Ta’ala berfirman :
ويل للمطففين * الذين إذا اكتالوا على الناس يستوفون * وإذا كالوهم أو وزنوهم يخسرون * ألا يظن أولئك أنهم مبعورثون * ليوم عظيم *
“Celakalah orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima timbangan dari orang lain ia minta dipenuhi. Namun apabila mereka menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar.” (Al-muthaffifun : 1-6)
Ketika salah seorang sahabat membaca ayat ini dalam shalat, Abu Hurarirah radhiyallaahu ‘anhu mengatakan : “Celakalah Abu Fulan! Ia memiliki dua timbangan. Apabila ia menerima timbangan dari orang lain, ia minta dipenuhinya. Namun apabila ia menimbang untuk orang lain, ia menguranginya.” (HR Ahmad dan Al-hakim)
Inilah timbangan-timbangan mereka.
Adapun ahlut tauhid, para penolongnya, dan para aktivis dakwahnya, maka timbangan mereka hanya satu yang tidak akan berubah atau berganti. Mereka tidak memilih timbangan ini berdasar-kan hawa nafsu mereka atau menetapkannya berdasarkan keuntungan dan anggapan baik mereka. Akan tetapi, Allah-lah yang telah menurunkannya kepada mereka bersama dengan Al-kitab dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menetapkan ukuran dan timbangan tersebut untuk mereka. Tidak akan salah dan tidak akan keliru orang yang menjaganya dan menetapkan timbangan dengannya selama-lamanya.
Itulah timbangan laa ilaaha illallaah, timbangan tauhid. Orang yang merealisasikannya adalah orang yang dekat dengan kita, orang yang kita cintai, dan akan selamat dari kehancuran. Orang yang melakukan kesalahan dan dosa apabila ia merealisasikan tauhid yang merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-Nya dan men-jauhi kesyirikan, maka ia akan diampuni Allah. Cahaya tauhid akan memadamkan seluruh api kemaksiatan kecuali kesyrikan yang dapat membatalkannya sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa saja yang Ia kehendaki.”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-tirmidzy, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin ‘Amru berkata : Bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seorang laki-laki dari umatku akan dipanggil pada hari kiamat di atas kepala makhluk-makhluk. Maka disebarkan kepadanya 99 catatan di mana setiap catatan panjangnya seperti panjangnya pandangan. Lalu Allah berfirman : ‘Apakah engkau mengingkari sedikit pun dari catatan ini?’ Laki-laki tersebut berkata : ‘Tidak, ya rabbi.’ Allah berfirman : ‘Apakah catatan-Ku yang terjaga ini telah menzhalimimu?’ Kemudian Allah berfirman : ‘Apakah engkau memiliki kebaikan dari catatan tersebut?’ Laki-laki itu takut, lalu berkata : ‘Tidak.’ Allah berfirman : ‘Benar. Sesungguhnya engkau mempunyai kebaikan pada sisi Kami dan bahwasanya tidak ada kezhaliman terhadap dirimu pada hari ini.’ Maka dikeluarkanlah sebuah kartu yang di dalamnya terdapat Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh. Laki-laki tersebut berkata : ‘Ya rabbi, apa manfaat kartu ini terhadap catatan-catatan ini?’ Allah berfirman : ‘Engkau tidak akan dizhalimi.’ Kemudian diletakkanlah catatan-catatan pada telapak tangan dan kartu pada telapak tangan lain. Ternyata catatan-catatan tersebut lebih ringan dan kartu lebih berat.’"
Inilah timbangan kita, ahlut tauhid dan para penolongnya. Kita menimbang dengannya tulisan, perkataan, kitab, ulama, dan manusia seluruhnya. Kita tidak akan mendahulukan suatu apa pun di atas pelaksanaan kalimat tauhid dan penghindaran kesyirikan.
Barang siapa yang melaksanakan tauhid dan berjuang untuk menegakkannya, ia adalah orang yang dekat dengan kita. Ia dimaaf-kan dalam kesalahan atau takwilnya selain dalam hal kesyirikan. Ini merupakan jalan ahlus sunnah wal jama’ah. Tidak ada halangan untuk menjelaskan kesalahannya atau mengingatkan penyimpangan-nya sebagai nasehat karena Allah untuk agama-Nya dan untuk kaum Muslimin.
Barang siapa yang menuduh prinsip pokok ini atau menghancur-kan ikatannya yang kuat adalah orang yang jauh dari kita meskipun banyak orang mengagungkan dan mengutamakannya. Tidak ada halangan bagi kita untuk mentahdzir (mengingatkan) dari kesesatan-nya dan menjelaskan kesalahan dan penyimpangannya meskipun orang tersebut banyak julukannya atau besar sorban dan ijazahnya.
Itulah timbangan kita yang adil yang turun dari sisi Allah. Tidak ada timbangan selainnya meskipun orang membesarkan dan men-dahulukannya.
Apabila Anda ingin mengetahui keagungan urusan timbangan ini, maka perhatikanlah manhaj kami yang merupakan buah dari timbangan kami, kemudian perhatikanlah manhaj-manhaj mereka yang merupakan buah dari timbangan-timbangan mereka. Hanya Allah-lah yang Maha Mengatakan kebenaran dan Ia Maha Memberi petunjuk ke jalan yang lurus.

Ditulis pada Rabii’uts Tsaany 1422 H.


(3) ‘IBRAH ADALAH DENGAN SUBTANSI DAN MAKNA, BUKAN DENGAN NAMA DAN KERANGKA

Allah Ta’ala berfirman :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الْأِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ * وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh dari kalangan syetan-syetan manusia dan jin di mana sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan indah untuk menipu (manusia). Apabila Tuhanmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan segala yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu. Mereka merasa senang kepadanya dan agar mereka mengerjakan apa yang mereka (syetan) kerjakan.” (Al-an’am : 112-113)
Banyak manusia terpedaya dengan titel-titel cemerlang dan hati mereka cenderung kepada penyimpangan-penyimpangan besar dan indah yang diangkat oleh negara dan sistem yang ada. Demikian juga, orang-orang ikhlas yang dangkal pemikirannya tertipu dengan nama-nama dan sifat-sifat di mana banyak kelompok, sekte, dan jama’ah disifati atau dinamai dengannya. Mereka ridha terhadapnya tanpa melihat subtansi jama’ah-jama’ah tersebut dan subtansi nama-nama dan sifat-sifatnya. Ini merupakan sesuatu yang menipu mereka, mengacaukan urusan mereka, dan mungkin pula banyak dari mereka yang terjerumus ke dalam penyimpangan-penyimpangan dalam manhaj serta bertindak serampangan di antara jalan orang-orang mukmin dan orang-orang mujrim.
Oleh karena itu, banyak syetan dari kalangan jin dan manusia memilih pekerjaan memperindah nama-nama untuk memalingkan para pengikut mereka dari kebenaran dan melencengkannya dari manhaj.
Tipu daya “menamai sesuatu bukan dengan nama sebenarnya” adalah sunnah Iblis dan jalan syetan. Sebab, yang pertama kali memperindah nama-nama dan mempermainkannya untuk men-campuraduk kenyataan dan menipudaya manusia adalah Iblis. Dialah pemilik sunnah dan jalan ini ketika menamai pohon larangan dengan “pohon kekekalan dan kekuasaan yang tidak akan rusak” untuk menipu bapak kita Adam ‘alaihis salaam. Jalan ini kemudian diikuti dan ditempuh oleh orang-orang munafiq dan musuh-musuh syari’at.
Allah ‘Azza wa Jalla telah menyebutkan bahwa orang-orang munafiq juga melakukan permainan jelek ini sejak dahulu dan bahwasanya apabila dikatakan kepada mereka, “Jangan berbuat kerusakan di muka bumi”, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Mereka menamakan kerusakan dengan perbaikan.
Allah Ta’ala berfirman :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُم ضَلالاً بَعِيداً (60) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودا ً(61) فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَاناً وَتَوْفِيقاً
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka ingin berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut tersebut. Dan syetan ber-maksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka, ‘Marilah (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul’, niscaya kamu lihat orang-orang munafiq menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafiq) ditimpa suatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, ‘Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yaqng sempurna.’” (An-nisa’ : 60-62)
Lihatlah, mereka menamakan pengambilan hukum kepada thaghut yang mereka lakukan dengan “penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”.
Ini merupakan kebiasaan semua thaghut dan orang yang menempuh jalan mereka. Mereka menjadikan kekufuran mereka sebagai keimanan dan kebaikan. Mereka mensifati penyimpangan dan perusakan mereka sebagai perbaikan dan petunjuk. Mereka menamai tindakan teror dan penghinaan mereka kepada hamba-hamba Allah sebagai keamanan dan pengabdian kepada bangsa. Sebaliknya, mereka menggambarkan jihad melawan orang-orang kafir dan aktifitas dakwah sebagai perbuatan memecah-belah, merusak keamanan, dan teroris.
Pada dahulu kala, Fir’aun berkata tentang Musa dan dakwahnya : “Sesungguhnya aku takut ia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” (Ghaafir : 26)
Demikian juga, mereka memperindah riba dan menamakannya dengan nama-nama baru, seperti manfaat dan faidah, untuk meng-halalkannya. Mereka menamakan pula minuman keras (khamer) sebagai minuman penyemangat.
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan : “Orang-orang dari kalangan umatku akan meminum khamer di mana mereka menyebut-nya bukan dengan namanya.”
Pada zaman ini kita melihat banyak jama’ah, sekte, dan kelompok mengikuti sunnah ini untuk menjajakan bid’ahnya. Di bawah dakwaan loyal dan cinta kepada ahlul bait serta nama-nama yang bagus dan indah, orang-orang Rafidhah menjajakan kebatilan mereka yang sangat banyak. Mereka mengatakan bahwa Al-qur’an telah menyimpang, memfitnah kehormatan isteri-isteri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan mengkafirkan mayoritas sahabat. Semua itu di bawah nama “cinta kepada ahlul bait” dan dengan dakwaan “loyal kepada mereka dan membela mereka”.
Di antara sekte-sekte tersebut ada yang menamakan aqidah kufur yang dibangaun di atas paham al-hulul wal ittihad (pantheisme) sebagai tauhid.
Di antara mereka ada yang menjadikan pengingkaran terhadap sifat-sifat Allah sebagai pembersih dan pelaris kebatilan mereka.
Di antara orang-orang yang parah kesesatannya pada zaman ini ada yang menamakan dan mensifati demokrasi dengan syura untuk melariskannya di antara keawamaman kaum Muslimin dan menyesat-kan mereka.
Di antara mereka ada yang mensifati dan menamakan para penguasa murtad dan para thaghut kafir sebagai ulil amri untuk memasukkan umat manusia ke dalam ketaatan kepada mereka dan menggiringnya ke dalam loyalitas kepada mereka.
Dan di antara mereka ada yang menamakan du’aatut tauhid dan mujahidin yang keluar melawan para thaghut kafir sebagai kelompok takfiriyyun dan khawarij. Ia menamakan manhajnya yang mendukung para thaghut tersebut sebagai manhaj salafy yang sesuai dengan atsar agar umat manusia lari dari dakwah tauhid dan terus mencintai para thaghut.
Manhaj ini diangggap baik oleh pemerintah dan juga diperguna-kan oleh banyak pihak hingga saya sangat heran atas kelancangan seorang penyidik di badan intelijen di mana ia mencela agama dan aqidah saya dengan kata-kata yang sangat kotor. Kemudian ia berkata tatkala melihat perubahan pada wajah saya, “Aku tidak mencela aqidah dan agama yang benar, tapi aku mencela agamamu. Agamamu bukan agama yang benar. Kamu adalah orang zindiq.”
Apabila permainan ini bermanfaat baginya, sungguh akan ber-manfaat pula bagi syaikh dia yang sebelumnya, yaitu Iblis.
Oleh karena itu, kepada pencari kebenaran agar tidak tunduk kepada hiasan-hiasan indah dan nama-nama hingga ia melihat subtansinya dan agar tidak tertipu oleh penyimpangan-penyimpangan besar hingga ia melihat apa yang ada di belakangnya. Telitilah subtansinya; bukan namanya dan teliti pula maknanya; bukan ke-rangkanya di atas timbangan syar’i, yaitu timbangan tauhid yang telah kami bedakan dari seluruh timbangan yang ada pada kesempat-an terdahulu. Dan kepada pencari kebenaran agar tidak memalingkan hatinya kepada perkataan-perkataan indah atau meridhainya. Ini semua agar ia senantiasa tetap lurus berada pada kesungguhan dan tidak menyimpang atau bingung dari manhaj.
I’tibar (pelajaran) bukan dengan nama dan kerangka
Akan tetapi dengan subtansi dan makna.

Ditulis pada Jumadil Akhirah 1422 H.


(4) SEANDAINYA ALLAH TIDAK MENOLAK KEGANASAN SEBAGIAN MANUSIA TERHADAP SEBAGIAN YANG LAIN PASTI RUSAKLAH BUMI INI

Allah Ta’ala berfirman :
وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى العَالَمِينَ
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia terhadap sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Al-baqarah : 251)
وَلَوْلا دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ * الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
“Dan seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia terhadap sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid; yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Al-hajj : 40-41)
Allah Tabaaraka wa Ta’aala menjelaskan dalam ayat-ayat muhkamat ini bahwa kerusakan dan madharat yang terjadi akibat jihad tidak ada apa-apanya –meskipun manusia memandangnya besar dan karenanya mereka membenci jihad- dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi akibat meninggalkan jihad. Oleh karena itu, Allah membiarkan dan tidak menyebutkan kerusakan-kerusakan (fisik dan material, pent.) yang terjadi akibat mudafa’ah (membela diri) dan jihad yang terkadang dibesar-besarkan oleh kebanyakan orang-orang ikhlas yang dangkal pemikirannya. Sebab, kerusakan-kerusakan fisik dan material akibat jihad tidak disebutkan beriringan dengan kerusakan-kerusakan besar akibat meninggalkan jihad tersebut.
Allah mempunyai karunia atas alam semesta dengan kewajiban jihad melawan orang-orang kafir dan menolak kerusakan, pengrusak-an, serta kesyirikan mereka yang Ia syari’atkan kepada kaum Muslimin dan Ia tetapkan ketinggian tauhid dan kemenangan orang-orang beriman yang karena mereka bumi menjadi baik meskipun setelah masa yang cukup lama. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa di antara akibat meninggalkan jihad dan hukuman Allah karena perbuatan itu adalah bahwa Allah akan menjadikan kehinaan berkuasa atas umat yang tidak akan dicabutnya hingga mereka kembali kepada diennya.
“Kebatilan –sebagaimana dikatakan oleh Sayyid Quthub rahimahullah- akan selalu menyombongkan diri di mana ia tidak akan pernah merasa cukup dan tidak akan berhenti memusuhi kebenaran kecuali ia harus dilawan dengan kekuatan serupa yang mengelilinginya. Dan kebenaran tidak akan cukup dianggap benar untuk menghentikan permusuhan kebatilan terhadapnya, akan tetapi harus ada kekuatan yang menopang dan melindunginya. Inilah kaidah universal yang tidak akan pernah berganti selama manusia adalah manusia.”
Allah telah menyebutkan dalam ayat-ayat di atas kerusakan terbesar akibat meninggalkan jihad, yaitu rusaknya alam semesta dan orang-orang yang ada di atasnya. Tidak diragukan lagi bahwa kerusakan terbesar di muka bumi adalah syirik kepada Allah dengan berbagai macam bentuknya; baik dengan mengumumkan tandingan baginya dengan anggapan bahwa Ia “trinitas” atau Ia memiliki isteri dan anak laki-laki sebagaimana dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani; atau dengan menyingkirkan syari’at Allah, mengangkat para penguasa thaghut bumi dengan segala syari’at syirik mereka atas leher-leher manusia, dan memberikan kekuasaan membuat hukum dan aturan secara mutlak untuk diri mereka dan sekutu-sekutu mereka yang bermacam-macam sebagaimana yang kita lihat pada hari ini. Ini semua tidak lain adalah kerusakan yang besar dan bercabang-cabang yang terjadi akibat meninggalkan jihad dan memerangi orang-orang kafir.
Di antara kerusakan tersebut adalah dihancurkannya masjid-masjid yang di dalamnya disebut nama Allah.
Tidak diragukan bahwa memakmurkan bangunan masjid di negeri-negeri kafir pada hari ini, bahkan berlebih-lebihan dalam memperindah dan menghiasinya pada waktu risalahnya diubah bentuknya dengan melenyapkan petunjuk-petunjuk aqidah dan tauhid dari mimbar-mimbarnya dan mengangkat nama-nama para penguasa kafir serta tandingan-tandingan yang bermacam-macam di mana ini semua merupakan akibat kaum Muslimin meninggalkan jihad; tidak diragukan bahwa ini semua lebih besar dari pada menghancurkan masjid-masjid dengan sesungguhnya, membunuh jiwa, dan menum-pahkan darah. Sebab, “al-fitnatu asyaddu minal qatli” fitnah itu lebih dahsyat dari pada pembunuhan. Maksudnya, fitnah yang menimpa seorang muslim terhadap dien, tauhid, dan imannya dan mengembali-kannya kepada kesyirikan kepada Allah lebih besar dari pada pem-bunuhan dan penumpahan darah meskipun banyak orang yang mem-besar-besarkannya.
Kalau seandainya seluruh alam ini hancur hingga yang ada di atasnya saling membunuh sungguh ini lebih kecil di sisi Allah dari pada perbuatan syirik kepada-Nya dan lebih kecil dari pada murtad-nya seorang muslim dari diennya serta terfitnahnya ia dari aqidah dan tauhidnya dengan berkuasanya orang-orang kafir atas dirinya dan pengharusan mereka untuk tunduk terhadap syari’at, aturan-aturan, dan ajaran-ajaran mereka yang kufur terhadap kebenaran di mana ini merupakan salah satu dari buah meninggalkan kewajiban jihad dan memerangi mereka yang dilakukan oleh kaum Muslimin.
Inilah prinsip-prinsip kami, ahlul Islam! Ini adalah prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan diketahui dalam dien kita di mana seorang muslim yang mencium aroma ilmu pasti mengetahuinya atau tidak akan lalai terhadapnya.
Ini adalah prinsip-prinsip di mana orang yang meninggalkannya, tidak mengambil pelajaran darinya, dan tidak membangun bangunan-nya di atasnya; ia telah keluar dengan fatwa, nilai, dan kerangka yang buruk yang dibangun di atas tepi jurang yang runtuh.
Bukti terbesar dari semua ini dan dari bodohnya kebanyakan orang yang menisbahkan diri kepada Islam, bahkan kepada ilmu, serta jauhnya mereka dari hakikat agama Allah adalah celaan dan makian terhadap jihad dan mujahidin serta menyebut mereka sebagai para pendosa dan teroris sebagaimana sering kita lihat dan kita dengar pada hari ini. Orang-orang bodoh yang mensifati mujahidin dengan sebutan-sebutan tersebut tidak mengetahui bahwa menteror musuh-musuh Allah termasuk faridhah terbesar dalam agama Allah dan bahwa menakut-nakuti dan mengintai mereka di tempat pengintaian termasuk kewajiban Islam terbesar. Sesungguhnya menakut-nakuti musuh-musuh Allah adalah di antara sunnah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang paling penting.
Allah Ta’ala berfirman :
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan siapkanlah segala kekuatan apa saja yang kamu sanggupi untuk menghadapi mereka dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya.” (Al-anfal : 60)
فَإِمَّا تَثْقَفَنَّهُمْ فِي الْحَرْبِ فَشَرِّدْ بِهِمْ مَنْ خَلْفَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai-beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-anfal : 57)
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“Maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah dan intailah mereka di tempat pengintaian.” (At-taubah : 5)
Dalam hadits shahih disebutkan : “Aku mendapat pertolongan setelah menakut-nakuti (orang-orang kafir) selama satu bulan.”
“Dan dijadikan rezekiku berada di bawah bayang-bayang tombakku.”
Pada hakikatnya, kejelasan prinsip-prinsip ini dalam dien kita sungguh lebih jelas dari pada cahaya matahari pada siang bolong. Demi Allah, prinsip-prinsip ini tidaklah samar hingga bagi musuh-musuh dien ini. Oleh karena itu, mereka menyeringaikan taring permusuhannya terhadap dienul Islam karena mereka mengetahui hakikat dien ini. Saya berulang-ulang kali membaca perkataan banyak orang Nasrani dan para orientalis yang menjelaskan demikian jelas hakikat jihad dalam dienul Islam dan membantah keragu-raguan orang-orang yang kalah dari kalangan ulama fitnah yang berusaha untuk mengubah bentuk hakikat urusan ini karena ingin berlembut-lembut kepada Barat yang kafir dan mencari ridha mereka. Padahal, kondisi lahiriah dan perkataan mereka dalam banyak kesempatan mengatakan : “Kami takut akan mendapatkan bencana.”
“Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan dari sisi-Nya sehingga mereka (orang-orang munafiq itu) menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (Al-maidah : 52)
Tidak diragukan bahwa mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menghapus dan mencairkan hakikat jihad ini; sebenarnya mereka ini adalah tukang sebar berita bohong dan munafiq yang tidak mengimani janji-janji Allah dan tidak pula me-mahami sunah-sunah-Nya.
“Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagaiaan beriman dan berjihad).” (At-taubah : 87)
Oleh karena itu, Anda lihat mereka tatkala melihat pasukan orang-orang kafir berkumpul mengepung para pejuang kebenaran, mereka tertipu dengan jumlah dan persenjataan orang-orang kafir itu dan mereka sangat takut sekali kepadanya melebihi takutnya mereka kepada Allah. Anda akan mengetahui ketika pasukan-pasukan saling bertemu bahwa pada hakikatnya mereka ini adalah orang-orang yang mengatakan : “Allah dan Rasul-Nya tidaklah menjanjikan kepada kami melainkan hanya tipu daya.” (Al-ahzab : 12)
Adapun ahlul iman yang mendalam yang melihat dengan cahaya Allah dan mengetahui hakikat jihad dan barakah dari mudafa’ah akan mengatakan : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-ahzab : 22)

Ditulis pada Rajab 1422 H.


(5) RUSAKNYA FURU’ MERUPAKAN KONSEKUENSI PASTI ATAS RUSAKNYA USHUL

Bismillaah wal hamdu lillaah wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasuulillaah.
Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman :
أفمن أسس بنيانه على تقوى من الله ورضوان خير أم من أسس بنيانه على شفا جُرُف هار فانهار به في نار جهنم والله لا يهدي القوم الظالمين
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan(-Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam neraka jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (At-taubah : 109)
Kita sering mendengarkan pada setiap kesempatan di sini dan di sana fatwa, pendapat, pemikiran, dan sikap perbuatan cacat lagi buruk yang tidak ada dasarnya dalam dienul Islam. Kebanyakan hal itu berasal dari orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu syar’i, dakwah kepada dien, atau jihad. Sebagian lain berasal dari orang-orang yang tidak memiliki hubungan dengan dien, baik dekat maupun jauh, akan tetapi mereka menyembunyikan hidung-hidung mereka untuk berbicara mengenai perkara-perkara penting dan besar di mana saya tidak mengatakan bahwa mereka tidak memahaminya, namun mereka tidak memahami banyak perkara yang lebih kecil dan lebih mudah darinya. Oleh karena itu, betul sekali sifat ruwaibidhah terhadap mereka, yaitu seorang laki-laki bodoh yang disebutkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka akan memimpin majelis untuk membahas urusan-urusan penting pada akhir zaman.
Sebab terpenting dan terbesar dari hal itu adalah rusaknya ushul (prinsip, pokok).
Maka, rusaknya aqidah kebanyakan individu dan jama’ah dalam masalah iman serta kebalikannya dalam masalah kufur membawa buah kerusakan terhadap perkara-perkara furu’ (cabang) bagi mereka dan bagi para muqallidnya, seperti memberikan loyalitas dan pertolongan kepada para pemimpin kufur yang memerintah dengan kedok keislaman mereka, bahkan ikut serta dalam kekufuran dan kebatilan mereka tatkala kebatilan tidak dianggap lagi sebagai kebatilan menurut mereka karena rusaknya ushul mereka.
Oleh karena itu, jangan heran apabila Anda melihat orang yang berjenggot panjang dan berkumis tipis termasuk di antara tentara, pasukan, pemimpin, dan mata-mata thaghut. Rusaknya ushul tanpa diragukan lagi merupakan sebab rusaknya perkara-perkara furu’ ini.
Jangan heran apabila Anda melihat banyak orang yang menisbah-kan dirinya kepada jihad berhenti pada beberapa masa dalam memusuhi kaum sekuleris, orang-orang atheis, atau orang-orang mujrim yang disatukan oleh tanah air dan kebangsaan bid’ah dengan alasan menjaga persatuan dan atau kebaikan negara atau dengan alasan memerangi dan mengusir musuh yang bersatu. Rusaknya ushul mereka tidak diragukan lagi adalah penyebab rusaknya perkara-perkara furu’ ini.
Jangan heran apabila Anda melihat banyak aktivis dakwah bersekutu dengan para thaghut dalam kekufuran modern mereka, yaitu dalam kekuasaan membuat peraturan secara mutlak yang disusun sesuai dengan teks undang-undang bumi dan hukum positif. Bahkan, para aktivis dakwah tersebut menyamarkan kekufuran yang nyata ini dengan pakaian Islam dan melekatkannya secara bohong dengan syura dan hukum Allah. Itu semua karena mereka mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh dan tidak mendirikannya di atas ketaqwaan dan keridhaan dari Allah. Maka, rusaknya ushul orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada dakwah tersebut merupakan sebab penyimpangan-penyimpangan mereka ini.
Jangan heran apabila Anda melihat banyak orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu -di mana banyak orang mengikuti mereka, menunjuk dengan ujung jarinya kepada mereka, dan taqlid kepada mereka baik dari kalangan awam maupun kalangan terkemuka- memberikan tepuk tangan dan buah hati mereka kepada para pemimpin kufur dan tentara-tentara syirik, lalu orang-orang tersebut membaiat mereka sebagai pemimpin untuk kaum Muslimin, memberikan loyalitas kepada mereka, dan membantu mereka dalam memerangi setiap orang yang memusuhi mereka meskipun orang tersebut termasuk dari kalangan muwahhidin dan mujahidin. Orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu tersebut menjadikan musuh yang memerangi sebagai pemimpin kaum Muslimin dan penjahat, pembunuh, serta perusak sebagai penjaga kemaslahatan kaum Muslimin. Sebaliknya, menurut mereka para mujahidin muwahhidin adalah bughat (pemberontak) atau khawarij yang termasuk anjing-anjing neraka, bahkan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Maka, rusaknya ushul merupakan konsekuensi pasti dari rusaknya perkara-perkara furu’ ini dan penyimpangannya dari jalan kebenaran.
Oleh karena itu, untuk pertama kali dan untuk selamanya harus ada usaha dalam membenarkan ushul dan mendirikan bangunan di atas ketaqwaan dan keridhaan dari Allah. Kita telah belajar dari Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar memulai dari yang paling penting.
Tidak ada urusan sebelum adanya kesesuaian antara dakwah kepada tauhid dan ikatannya yang kuat, tahdzir dari perbuatan syirik, dan usaha untuk menghancurkan tandid (sekutu dan saingan bagi Allah). Demikianlah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyeru umat manusia dan dengannya beliau mewasiatkan utusan-utusannya ke seluruh penjuru dunia dan dengannya pula beliau mengawali surat-suratnya kepada raja-raja di seantero penjuru negeri.
Dengan demikian, tidak semestinya kita menceburkan diri dengan sekte-sekte yang menyimpang atau jama’ah-jama’ah yang sesat dalam mendiskusikan seputar kerusakan sebagain furu’ tanpa mengkaitkannya dengan ushul. Kita mengetahui bahwa kerusakan ini merupakan cabang dari kerusakan prinsip mereka dalam memahami masalah syirik dan tauhid serta ikatannya yang kuat atau masalah kufur dan iman atau prinsip-prinsip lainnya.
Bahkan, kita tidak akan memulai berdiskusi dengan mereka kecuali mengenai prinsip-prinsip mereka yang menyimpang dari prinsip-prinsip ahlus sunnah. Apabila mereka mau membetulkan prinsip-prinsip mereka, memurnikannya karena Allah, dan mem-bangunnya di atas ketaqwaan dan keridhaan dari Allah, maka menjadi mudahlah berbicara dengan mereka dalam perkara-perkara furu’ tersebut dan ada kemungkinan untuk meluruskan dan membenarkannya.
Adapun apabila mereka bersikeras terhadap prinsip-prinsip mereka yang menyimpang dan pondasi mereka yang hendak roboh itu, maka tidak akan ada titik temu dengan mereka dan tidak ada harapan dalam meluruskan kesalahan mereka atau membenarkan penyimpangan mereka. Allah pasti akan mengancurkan bangunan mereka meskipun setelah masa yang lama, lalu atap pun runtuh dari atas mereka.
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan(-Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam neraka jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (At-taubah : 109)


(6) SYAR’IYYAH DAULIYYAH DAN PENENTANGANNYA TERHADAP SYARI’AT ISLAM

Pada zaman kemurtadan kontemporer dan jahiliyah modern ini kita sering kali mendengar istilah-istilah yang tidak boleh diterima oleh seorang muslim begitu saja layaknya binatang ternak. Seorang muslim berbeda dari selainnya karena ia memiliki marja’ (referensi) yang terjaga di mana setiap peristiwa atau pun istilah dikembalikan kepadanya. Ketika ditawarkan kepadanya suatu istilah, ia tidak cepat-cepat mengikuti, menolak, atau latah mengucapkannya seperti beo; akan tetapi ia berusaha untuk mengetahui subtansinya, kemudian menimbangnya berdasarkan syari’at Allah. Apabila istilah tersebut sesuai dengan syari’at Allah, maka ia menerimanya. Namun apabila tidak sesuai dengannya, maka istilah tersebut ia tolak.
Sebab, di antara kaidah syar’i yang sangat prinsip dalam agama kita adalah bahwa “barang siapa yang melakukan perbuatan baru dalam urusan kami yang tidak ada landasan syar’inya, maka perbuatan tersebut tertolak.”
Dan di antara istilah baru yang diresmikan oleh media massa negara-negara internasional dan diikuti oleh sebagian besar orang-orang yang tidak memiliki bagian di negara kita adalah istilah peraturan negara (syar’iyyah dauliyyah).
Semua orang mengajak untuk menetapkan istilah ini : meng-hormati peraturan negara, larangan memberontak terhadap peraturan negara, dan komitmen terhadap ketetapan-ketetapan peraturan negara.
Apakah peraturan negara ini merupakan peraturan (syari’at) dalam agama kita?
Sesungguhnya peraturan negara merupakan istilah yang bertujuan untuk menerima dan komitmen terhadap peraturan produksi manusia yang diproduksi oleh negara besar kafir yang dengannya mereka menetapkan hubungan antarnegara di dunia ini sesuai dengan peraturan, timbangan, dan kepentingan mereka. Dan telah diketahui dalam agama kita bagaimana hukum berhukum kepada hukum positif, baik tingkat lokal maupun tingkat nasional, dan hukum menerimanya sebagai peraturan dan undang-undang.
Peraturan tersebut dinamakan syar’iyyah (peraturan) yang menyerupai aturan ilahi agar diberikan cap kesucian yang tidak boleh dilanggarnya. Sebab, syir’ah atau syari’ah adalah thariqah (jalan), minhaj (metode), dan agama sebagian besarnya yang tidak boleh ditentang atau dilanggar ketentuan-ketentaun dan perintah-perintah-nya. Orang-orang musyrik tersebut menginginkan agar peraturan negara menjadi peraturan. Oleh karena itu, Anda melihat mereka mensifati ketentuan-ketentuan yang keluar dari bawah naungannya sebagai syar’iyyah (peraturan) dan setiap yang menyelisihi atau bertentangan dengannya meskipun termasuk inti agama Allah dan syari’at-Nya bukanlah peraturan menurut mereka. Binatang-binatang ternak mendukung peraturan ini di mana mereka mengajak untuk menghormati dan melaksanakannya. Mereka juga menerapkan undang-undang dasar lokal mereka. Peraturan, ketetapan, perjanjian, dan hukum-hukum yang keluar dari undang-undang dasar mereka adalah syar’iyyah (peraturan) yang tidak dapat disangkal dalam agama syirik mereka ini. Adapun syari’at Allah yang benar tidak mendapatkan tempat dalam pemerintahan, mahkamah, dan politik mereka.
“Apakah tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu lebih baik daripada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yusuf : 39)
Syar’iyyah dauliyyah merupakan peraturan yang diproduksi oleh negara-negara kafir yang mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah kemenangannya dalam Perang Dunia kedua, yaitu Amerika, Inggris, dan Rusia; serta kemudian diikuti oleh Perancis dan Cina. Mereka menjadikan peraturannya untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka dan kepentingan-kepentingan sekutu mereka dalam membagi dunia ke dalam wilayah-wilayah pengaruh. Lalu, mereka memproduksi “piagam PBB” agar menjadi landasan pertama bagi setiap permasalahan dunia di mana peraturan negara (syar’iyyah dauliyyah) mengambil hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan darinya dan bersandar kepadanya dalam per-bedaan-perbedaan, tindakan-tindakan, dan gerakan-gerakan. Bukan hal yang aneh jika seluruh negara murtad di dunia pada hari ini menerima dan membenarkan piagam ini dalam pembukaan per-aturan-peraturannya yang berkuasa di negara-negara kaum Muslimin. Bukan hal yang aneh jika ini dilakukan oleh orang yang meninggal-kan millah tauhid dan dienullah; akan tetapi sangatlah aneh bahwa orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada dakwah ilallaah dan mengaku berusaha untuk berhukum dengan syari’at Allah memuji piagam ini, mengajak untuk komitmen terhadapnya dan melaksana-kan ketetapan-ketetapannya serta menghormati syar’iyyah dauliyyah-nya, dan menyalahkan semua orang yang menyelisihinya dan memberontak terhadapnya!!
Allah Ta’ala berfirman :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka ingin berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (An-nisa’ : 60)
Al-hafidz Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Ayat ini mencela orang yang menyimpang dari Al-kitab dan As-sunnah serta berhakim kepada kebatilan selain dari keduanya. Inilah maksud thaghut di sini.”
Ibnul Qayyim mengatakan dalam I’laamul Muwaqqi’iin, “Barang siapa berhakim atau mengambil hukum kepada selain risalah yang dibawa oleh Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka sungguh ia telah berhukum kepada thaghut dan berhakim kepadanya.”
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalisy Syaikh berkata dalam fatwanya seputar Tahkiimul Qawaanin, “Allah mendustakan iman mereka dengan firman-Nya ‘mengaku’. Maka setiap orang yang berhakim kepada selain risalah yang dibawa oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sungguh ia telah beriman kepada thaghut dengan keimanan yang menyebabkannya kufur kepada Allah.”
Asy-syanqithy dalam tafsirnya Adhwaa-ul Bayaan mengatakan, “Setiap perbuatan berhakim kepada selain syari’at Allah adalah berhakim kepada thaghut.” (Dari tafsir surat Asy-syura)
Tidak ada syari’at yang dihormati dan kepadanya hukum diambil dalam agama kaum Muslimin kecuali syari’at Allah dan tidak ada Sang Pembuat syari’at menurut mereka kecuali Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Setiap perbuatan berhakim kepada selain syari’at Allah yang tidak diizinkan oleh Allah adalah berhakim kepada thaghut yang membatalkan millah tauhid. Menghormati syar’iyyah dauliyyah dan piagamnya serta berhakim kepadanya adalah berhakim kepada thaghut dan ridha kepadanya. Seorang muslim yang mengetahui diennya tidak akan membantah hal itu.
Akan tetapi, sesungguhnya piagam PBB yang merupakan thaghut dan hukum tidak seperti hukum positif otoriter mana pun dan ia bukan perjanjian yang dibangun hanya untuk organisasi PBB. Para penggagas hukum itu sungguh telah menjadikannya lebih dari itu. Sesungguhnya para pakar hukum negara mengumumkan dengan jelas bahwa “piagam PBB merupakan tingkatan perjanjian negara yang paling tinggi dan menempati posisi peraturan negara yang paling besar”. Oleh karena itu pada pasal 103 piagam PBB disebutkan bahwa “apabila konsensi-konsensi yang telah disetujui oleh anggota-anggota PBB berdasarkan ketentuan-ketentuan piagam ini bertentangan dengan konsensi negara mana pun yang menyetujuinya, maka yang didahulukan adalah konsensi-konsensi anggota-anggota PBB yang disusun berdasarkan piagam ini”. Maksud pernyataan ini adalah bahwa tidak boleh bagi negara mana pun yang berkomitmen terhadap piagam ini untuk menetapkan persetujuan negara apa pun atau memilih dan menetapkan peraturan antara negara tersebut dengan negara lain di mana hukum-hukumnya menyelisihi peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang ada dalam piagam PBB meskipun peraturan tersebut adalah syari’at Allah Yang Maha Perkasa.
Siapa saja yang menisbahkan dirinya kepada organisasi buruk ini dan berjanji untuk melaksanakan piagamnya dan demikian juga siapa saja yang mengajak kepada syar’iyyah dauliyyah, melaksanakannya, serta menghormati ketetapan-ketetapannya, maka ia telah melakukan kekufuran yang sangat jelas atau mengharuskannya; baik ia suka atau tidak suka.
Telah maklum bahwa tidak mungkin bagi negara mana pun untuk dapat bergabung dalam keanggotaan PBB hingga ia mengumumkan komitmen, penghormatan, dan penerimaannya terhadap piagam ini dengan sebenar-benarnya. Dengan demikian, maka prosedur untuk berafiliasi dengan PBB ringkasnya sebagai berikut : negara yang ingin berafiliasi dengan PBB mengajukan permintaan kepada sekretaris jenderal organisasi persatuan negara-negara tersebut. Permintaan itu harus disertai dengan pengumuman untuk menerima dan konsisten terhadap piagam PBB.
Demikian juga perkara pemecatan dari PBB, maka pasal ke-6 dari piagam tersebut menyatakan bahwa sidang umum PBB boleh memecat keanggotaan suatu negara apabila ia melanggar prinsip-prinsip piagam.
Ya…, memang ketentuan ini terkadang diberlakukan kepada siapa pun kecuali negara besar penggagas PBB yang pada dasarnya untuk menjaga kepentingan-kepentingan mereka. Oleh karena itu, negara tersebut menikmati hak veto yang menjamin kepentingan-kepentingan mereka di mana pimpinannya adalah Amerika yang melindungi kepentingan-kepentingan sekutunya, Israel, dari sela-selanya. Bahkan, sesungguhnya PBB dan piagamnya tersebut telah membentuk polisi internasional untuk melindungi kepentingan-kepentingan dua negara ini di atas setiap jalan. Tidak ada yang membantah hal ini hingga orang buta pun.
Bagaimana pun juga, organisasi PBB merupakan organisasi yang tunduk kepada Yahudi dan Salibis sejak pembentukannya. Barang siapa yang memperhatikan bagian-bagiannya, departemen-depar-temennya, dan nama-nama mereka yang aktif di dalamnya; ia akan mengetahuinya dengan yakin. PBB-lah yang mengontrol pembagian Palestina pada tahun 1948 M. Celaan dan tuduhan organisasi ini, departemen-departemennya, serta organisasi-organisasi bawahannya yang bermacam-macam terhadap dienul Islam dan aturan-aturan Al-qur’an sangat jelas. Namanya “Perserikatan Bangsa-Bangsa” merupakan indikasi nyata atas persatuan, saling menolong, dan saling membantu 159 negara yang bergabung di dalamnya. Setiap negara yang bergabung dalam PBB adalah negara yang bersatu dengan bangsa-bangsa kafir lainnya di atas perbedaan agama mereka yang harus berpegang teguh terhadap piagamnya yang kufur itu.
Mereka yang meneriakkan syar’iyyah dauliyyah dan mengajak untuk berkomitmen dengannya, menghormatinya, dan melaksanakan ketetapan-ketetapannya serta konsekuen dengannya pura-pura buta terhadap realitas yang tidak dapat dibantah dan bencana yang hebat ini.
Allah Ta’ala berfirman :
إن الذين ارتدّوا على أدبارهم من بعد ما تبين لهم الهدى الشيطان سوَّل لهم وأملى لهم * ذلك بأنهم قالوا للذين كرهوا ما نزَّل الله سنُطيعكم في بعض الأمر والله يعلم إسرارهم
“Sesungguhnya orang-orang yang murtad setelah petunjuk itu jelas bagi mereka; syetan menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafiq) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah, ‘Kami akan mematuhi kalian dalam beberapa urusan’, sedang Allah mengetahui rahasia mereka.” (Muhammad : 25-26)
Al-‘allaamah Muhammad Al-amin Asy-syanqithy mengatakan dalam kitabnya yang berharga “Adhwaa-ul Bayaan Fii Idhaahil Qur’aan bil Qur’aan” dalam menafsirkan ayat-ayat ini, “Ketahuilah bahwa setiap muslim pada zaman ini wajib baginya memperhatikan dan mentadabburi ayat-ayat dari surat Muhammad serta berhati-hati terhadap ancaman keras yang terkandung di dalamnya karena banyak orang yang menisbahkan dirinya sebagai seorang muslim tanpa diragukan lagi masuk dalam ancaman keras yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut. Sebab, mayoritas orang-orang kafir dari timur maupun dari barat benci terhadap apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Al-qur’an dan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskannya.
Setiap orang yang mengatakan kepada orang-orang kafir yang benci terhadap apa yang diturunkan Allah, “Kami akan mematuhi kalian dalam beberapa urusan”, maka ia masuk ke dalam ancaman ayat tersebut. Dan yang lebih pantas terkena ancaman ayat ini adalah orang yang mengatakan kepada orang-orang kafir, “Kami akan mematuhi kalian dalam setiap perkara”, seperti orang-orang yang mengikuti hukum positif dalam rangka patuh kepada orang-orang yang membenci apa yang diturunkan Allah. Tidak diragukan lagi, mereka ini termasuk orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat seraya dipukul muka dan punggung mereka dan mereka adalah orang-orang yang mengikuti hal-hal yang menimbulkan kemurkaan Allah serta membenci segala yang menimbulkan keridhaan-Nya dan Allah pun menghapus pahala amal-amal mereka.”

Ditulis pada Sya’ban 1423 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar