Minggu, 27 Desember 2009

JAWABAN TUNTAS ATAS SYUBHAT SEPUTAR JIHAD


DITERJEMAHKAN DARI KITAB QOOLUU FA QUL ‘ANIL JIHAD
Ditulis oleh
Harits Abdus Salam Al Mishry



DAFTAR ISI

1. Jika mereka mengatakan apa jihad itu?

2. Jika mereka mengatakan: Kenapa kamu mengobarkan semangat untuk berperang sekarang…



1. Akan tetapi Al-Jabbaar (Alloh) memerintahkan dari atas langit yang ketujuh kepada NabiNya: “Wahai Nabi, kobarkanlah semangat kaum muslimin untuk berperang.”
2. Karena sekarang jihad hukumnya adalah fardlu ‘ain berdasarkan kesepakatan para ulama’
3. Supaya kita tidak terkena sifat orang-orang munafiq
4. Supaya Alloh tidak meng adzab kita dengan adzab yang pedih
5. Supaya kita merealisasikan perintah Alloh untuk meng-irhab musuh dan bersikap keras kepada mereka
6. Sebagai perisai dari fitnah menjelang hari qiyamat
7. Karena jihad adalah dzirwatu sanamil Islam (puncak punuk Islam)
LIHATLAH DAGANGAN-DAGANGAN YANG MENGGIURKAN INI
8. Karena para sahabat seluruhnya –mereka itu lebih faqih dari pada kita dan lebih rakus terhadap kebaikan dari pada kita– adalah orang orang yang sangat tamak terhadap peperangan
9. Supaya Allah ta’ala mencintai kita dan tertawa kepada kita
10. Karena jihad menghindarkan kita dari kegundahan dan kegelisahan yang kita hadapi
11. Agar kita tidak menjadi seperti wanita
12. Agar mendapatkan penghasilan yang Thayyib
13. Agar supaya kita menjamin pertolongan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam kehidupan kita dan sepeninggal kita
14. Agar Supaya kita lulus dalam ujian Ilahi!!
15. Agar kita dinaungi oleh malaikat, dan agar kita selamat dari fitnah Kubur, pekikan Sangkakala, Goncangan dahsyat hari kiamat, dan agar kita mempunyai Nur Cahaya pada hari Kiamat. Serta supaya kita memperoleh 7 hal
16. Agar supaya amal kita terus mengalir sepeninggal kita sebab amal orang yang ribath tidak akan ditutup
17. Agar supaya kita tidak dihisab
18. Agar supaya kita dapat memberikan syafaat kerabat kita dan kita dapat memberikan manfaat kepada kedua orang tua saat mereka menghajatkan bantuan kita
19. Agar supaya selamat dari api neraka, mencapai jannah yang paling tinggi lagi indah secepat mungkin sebelum manusia selain kita
SYUBHAT: I’DAD IMANY SERTA MENYIBUKKAN DIRI DENGAN ILMU DAN MENGAJARKANNYA ITU LEBIH UTAMA!!!
SYUBHAT: TIDAK BERANGKATNYA ULAMA SEDANG KAMU DI MEDAN SENDIRIAN!

3. Jika Mereka Mengatakan: Bayangkan Jika Semua Keluar Berperang, Siapakah Yang Akan Tinggal di Sini

4. Jika mereka mengatakan: Akan tetapi jihad dengan harta pada hari ini lebih penting daripada jihad dengan jiwa, maka cukuplah kita berjihad dengan harta kita saja !!!

5. Jika mereka mengatakan: Akan tetapi kami telah banyak memberi manfaat dengan kerja kami disini. Orang ini mendapat hidayah, yang ini telah beriltizam, sedang itu memanjangkan jenggotnya, adapun perempuan telah berhijab. Kebaikan datang dan kaum muslimin senantiasa masih baik dan masih banyak kebaikan di tengah mereka!!!?? Lantas APA FAEDAH YANG KALIAN AMBIL dari PERANG SEKARANG INI??? Kalian ini, apakah yang telah kalian ambil faedahnya?? Melainkan hanya BENCANA DEMI BENCANA dan KETERPURUKAN BEBERAPA TAHUN KE BELAKANG?? Mana HASIL-HASIL PERANG?

6. Jika mereka mengatakan: “Saya tidak mau keluar kalau harus meninggalkan negeri Syam karena keutamaan negeri Syam, keutamaan ribath disana, dan berita gembira Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang terjaganya Syam dari Fitnah. Dan beramal untuk Palestina lebih baik dan lebih utama dari pada selain Palestina !!!

7. Jika mereka mengatakan: Barangkali mereka (mujahidin) adalah para agent ! jadi kita tidak lagi dapat membedakan mana yang benar-benar mujahid dengan agent. Maka yang terbaik bagi kita adalah Uzlah (mengucilkan diri) daripada hijrah?! Dan tidak ada jihad tanpa ijin seorang Amir yang menghimpun kaum muslimin!

8. Jika mereka mengatakan: “Akan tetapi jika kami keluar ke suatu tempat ini untuk I’dad, kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami setelah itu. Kami tidak tahu kemana kami akan pergi dan siapa yang akan kami perangi. Barangkali kami keluar untuk perang namun kami tidak memperoleh Mati Syahid. Jadi siapa yang menjamin kami hal itu. Dan boleh jadi setelah itu kami tidak bisa kembali ke negeri kami??

9. Jika mereka mengatakan: “akan tetapi kami melihat ditengah barisan Mujahidin terdapat bermacam macam kesalahan?? !!!

10. Jika mereka mengatakan: “Sesungguhnya ayah-ayah kami dan ibu-ibu kami tidak memperbolehkan kami, dan istri-istri kami akan tinggal sendirian?
Jika mereka mengatakan: “Ibumu menangisimu!”

Penutup, Jika mereka mengatakan kepadamu: “Setelah semua ini, kami tetap juga belum terpuaskan dan yakin”

1. Jika mereka mengatakan apa jihad itu?


Maka katakanlah:
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, telah menjawab pertanyaan ini dengan tegas ketika ada sahabat yang bertanya:
”Apakah hijroh itu?” Beliau menjawab,”Engkau meninggalkan amalan jelek.” Orang tersebut bertanya lagi, ”Lalu hijroh bagaimanakah yang paling utama itu?” Beliau menjawab, “Jihad.” Orang tersebut bertanya lagi,”Apakah jihad itu?” Beliau menjawab, “Engkau memerangi orang kafir jika kamu bertemu mereka.” Orang tersebut bertanya lagi, “Lalu bagaimanakah jihad yang paling utama itu?” Beliau menjawab, ”Siapa saja yang terluka kudanya dan tertumpah darahnya” (HR.Ahmad 4/114 dengan sanad shohih no:17152 hal:1225, mempunyai syawahid dan dishahihkan syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits al Shahihah no. 551 jilid 2/92)
Hadits ini shohih diriwayatkan oleh Ahmad. Adapun lafadz yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud berbunyi – dan riwayat ini Hasan --:
“Jihad apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik dengan harta dan jiwa raganya?” Lalu beliau ditanya lagi: “Mati yang bagaimana yang paling mulia?” Beliau menjawab: “Orang yang tertumpah darahnya dan terbunuh kudanya.”
Dengan demikian maka harta yang banyak tidak bisa menggantikan kedudukan jihad dengan jiwa dan raga, lalu bagaimana dengan orang yang duduk belajar untuk mendapatkan harta atau membelah teluk?
Memang jihad itu bermacam-macam [Jihad dengan tombak, dengan harta, dengan lisan dan tangan], kalau anda mau silahkan katakan Perang Harta dan Perang Dakwah akan tetapi kata Perang jika diungkapkan secara lepas maka menurut ‘urf ((kebiasaan) salafush sholih adalah: Jihad itu Perang. Perhatikanlah ketika ibunda ‘Aisyah rodliyallohu ‘anha bertanya:
“Wahai Rosululloh, apakah wanita itu wajib berjihad?”
Maka Rosululloh menjawab:
“Kaum Wanita wajib berjihad yang tidak pakai perang, yaitu haji dan umroh.”
Hadits ini sanadnya Shohih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah. Sedangkan dalam riwayat Al-Bukhori berbunyi:
“Kami melihat bahwa jihad itu amalan yang paling utama .. Apakah kami tidak berjihad?…”
Dengan demikian ibunda ‘Aisyah memahami bahwa jihad itu perang
Dan apakah para sahabat ketika mengatakan:
Kamilah orang-orang yang berbai’at kepada Muhammad
Untuk berjihad selama kami masih hidup
Apakah yang mereka maksudkan bukan perang?
Dan inilah yang difahami oleh para ulama’ sebagaimana yang disebutkan dalam buku “‘Ibar Wa Bashoo’ir” karangan Syaikh Dr. Abdulloh ‘Azzam rohimahulloh hal. 9 dan seterusnya: “Empat imam madzhab bersepakat bahwasanya jihad adalah perang dan tolong-menolong dalam berperang untuk menegakkan kalimatulloh:
1- Madzhab Hanafi: Dalam kitab Fathul Qodir V/187 disebutkan: ”Jihad adalah mendakwahi orang kafir kepada Dien yang benar dan memerangi mereka jika mereka tidak mau”. Dan Imam Al-Kasani berkata dalam kitab Al-Bada’i’ VII/97: ”Mengerahkan segala kemampuan dan kekuatan dalam berperang di jalan Alloh dengan jiwa raga, harta dan lainnya.”
2- Madzhab Malikiy: Lihat kitab Aqrobul Masalik karangan Ad-Dardiir.
3- Madzhab Syafi’i: Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqolani berkata, ”Dan secara syar’i adalah mengerah-kan tenaga dalam memerangi orang-orang kafir.” (VI/77 Darul Fikri)
4- Madzhab Hambali: “Memerangi orang-orang kafir.” (Matholibu Ulin Nuha II/497). Juga dalam kitab ‘Umdatul Fiqhi Wa Muntahal Irodah disebutkan: “Jihad adalah perang dengan mengerahkan segala kemampuan untuk meninggikan kalimatulloh.” Selesai penukilan dari Syaikh Abdulloh Azzam dengan sedikit perubahan.
Ibnu Rusyd berkata dalam kitabnya Muqoddimat I/369: ”Dan Jihadus Saif adalah memerangi orang-orang musyrik berlandaskan Dien. Maka setiap orang yang berpayah-payah karena Allah berarti telah berjihad di jalan Allah. Namun sesungguhnya jihad fi sabilillah kalau diungkapkan secara lepas maka tidak ada maksud lain selain memerangi orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah dalam keadaan hina.”
Dengan kasus lain: sesungguhnya orang yang meninggalkan perkara-perkara yang haram disebut sebagai “Sho’im” karena dia shoum (Shoum secara bahasa artinya menahan diri. Pent.) dari perkara-perkara yang diharamkan. Tapi apakah berarti dia dibebaskan dari shoum yang asli (menurut pengertian syar’ii- pent.) yaitu shoum Romadlon??!! Sedangkan Alloh telah mengatakan:
“Telah diwajibkan kepada kalian berperang.”
Sebagaimana Alloh juga telah mengatakan:
“Telah diwajibkan kepada kalian shoum.”
“Apakah kalian beriman dengan sebagian isi kitab dan kalian mengkafiri sebagian yang lain?”
Ada lagi golongan yang hanya ingi memalingkan makna jihad, mereka mengatakan: “Kami ini sedang berjihad”!! Untuk membenarkan qu’uud mereka dari jihad. Namun setelah engkau lihat aktifitas kehidupan mereka, rupanya mereka adalah seorang pegawai yang bekerja untuk menghidupi keluarganya, yang lain lagi sebagai pedagang, yang lain lagi sebagai buruh, yang lain lagi sebagai petani, yang lain lagi sedang belajar di kuliyah syari’ah … atau kedokteran atau perekonomian atau ilmu politik .. semuanya memandang dirinya sebagai mujahid dan masing-masing boleh untuk qu’uud dari perang! .. Ya, sebagai mujahid ! sedangkan dia di negerinya makan, minum dan mengajar atau bekerja. Bahkan ada yang tidak tahu malu, ia menganggap bahwa yang sedang dia lakukan itu lebih baik dari pada perang itu sendiri! Orang-orang yang kacau pemikirannya dan menyelewengkan (makna jihad) itu harus diberikan tambahan penjelasan dari Al-Qur’an. As-Sunnah dan siroh Tabi’iin.


2- Jika mereka mengatakan: Kenapa kamu mengobarkan semangat untuk berperang sekarang … Untuk apa keluar berjihad, karena zaman kita lain dengan zaman mereka, dan setiap zaman itu ada fuqoha’nya sendiri. Cukup sebagai alasan kita adalah kebanyakan – kalau tidak kita katakan semua -- para ulama’ dan para reformis yang mempunyai kesadaran tidak keluar untuk (berjihad). Apakah masuk akal mereka semuanya berdosa. Sedangkan kamu berada di medan (perang) sendirian! Karena jihad pada hari ini tidak menggunakan pedang dan pisau akan tetapi dengan kebudayaan; dan kita harus melakukan I’dad Imani dan belajar ilmu syar’ii serta mengajarkannya kepada manusia sebelum bertempur karena kebodohan dan lemahnya kesadaran sudah sangat merajalela dikalangan manusia; oleh karena itu kobarkanlah semangat pada manusia agar melakukan hal ini (I’dad imani-pent.) dan juga untuk berdakwah, tashfiyah, tarbiyah dan membantah syubhat-syubhat musuh, dan juga kobarkanlah semangat untuk belajar ilmu perekonomian, falsafat, ilmu sosial, ilmu politik, ilmu tentang media massa, ilmu komunikasi, ilmu pertanian, ilmu perdagangan, ilmu industri, ilmu kedokteran, ilmu arsitektur, ilmu perturisan, ilmu teknologi, ilmu ‘ashronah dan ilmu-ilmu semacam itu! Karena ini semua adalah jihad dan kita harus memiliki bangunan bawah tanah sebelum berperang!

Maka katakanlah kepada mereka:
? 1. Akan tetapi Al-Jabbaar (Alloh) memerintahkan dari atas langit yang ketujuh kepada NabiNya:
?? ???? ????? ?????? ???????? ??? ??????
“Wahai Nabi, kobarkanlah semangat kaum muslimin untuk berperang.”
Pada waktu kamu malah melemahkan semangat untuk berperang, dan supaya kamu dapat menipu orang-orang yang lemah imannya kamu mengaku sedang menyiapkan perang, padahal kenyataannya kamu dusta!
Bukankah Robb kita telah mengatakan kepada kita:
… ????? ?? ???? ???? ?? ????????? ??? ????? ?????? ????????
“Maka berperanglah di jalan Alloh, kamu tidak dibebani (diperintah) kecuali (kewajibanmu) sendiri dan kobarkanlah semangat orang-orang beriman …”
Dan Alloh tidak mengatakan: Maka belajarlah kamu perekonomian atau arsitektur meskipun kamu sendirian!
Bukankah Robb kita telah memerintahkan kita:
“Maka jika kalian bertemu dengan orang-orang kafir, penggallah leher mereka.”
Dan Alloh Tabaraka wa Ta’ala tidak mengatakan: maka adakanlah pengajian dan forum-forum untuk menolak syubhat-syubhat … atau kalian belum berjumpa dengan orang-orang kafir?!
“Maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka.”
? 2- Karena sekarang jihad hukumnya adalah fardlu ‘ain berdasarkan kesepakatan para ulama’
Maka jihad itu seperti sholat dan shiyam bahkan jihad lebih didahulukan – pada saat bertabrakan – dari pada sholat menurut tiga imam madzhab kecuali al-Hanabilah (madzhab Hambali), dan jihad lebih didahulukan menurut semua (imam 4 madzhab) yang dengan demikian orang yang meninggalkannya adalah pelaku dosa besar, sebagaimana yang dikatakan oleh “Ibnu Hajar Al-Haitami”, dan “Al-Quroofiy” menyebutkan bahwa beberapa kewajiban atau hak itu jika saling berbenturan maka didahulukan yang mudloyyaq (waktunya terbatas sehingga tidak dapat diundur-pent.) dari pada yang muwassa’ (waktunya longgar –pent.) karena tadlyiq (keterbatasan waktu) itu menunjukkan bahwa syari’at itu lebih mementingkannya dari pada yang lain, maka yang dikhawatirkan tidak akan terlaksana karena akan berlalu, itu lebih didahulukan dari pada kewajiban yang tidak dikhawatirkan akan ketinggalan, meskipun kewajiban itu lebih tinggi kedudukannya.
Para fuqoha’ telah bersepakat bahwasanya jihad itu menjadi fardlu ‘ain terhadap seseorang jika kholifah itu menunjuk orang tersebut untuk berjihad.
Maka seandainya ada seseorang yang terpandang yang mempunyai aktifitas dakwah, dia orang besar dan tersohor , dan banyak perannya pada kaum muslimin, dan dia hidup pada zaman khilafah rosyidah, kemudian kholifah itu datang kepadanya dan mengatakan: “Keluarlah untuk berjihad!” (padahal ketika itu jihad fardlu kifayah) Apakah boleh seorang da’i yang terpandang dan seorang ‘alim cerdas tersebut untuk tidak taat atau mengatakan: Saya disini lebih bermanfaat – menurut pendapatnya – lalu dia tidak mau keluar (untuk berjihad-pent.)?! Berdasarkan kesepakatan jawaban-nya: Tidak, sampai meskipun aktifis tersebut berpendapat bahwa keberadaannya lebih bermanfaat bagi kaum muslimin.
Maka lihatlah! Ini apabila yang mengatakan kepadamu seorang kholifah: Keluarlah untuk berperang! Lalu bagaimana jika yang mengatakan kepada kamu adalah Robbnya kholifah dan utusan Robbnya kholifah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Keluarlah kalian baik dalam keadaan ringan maupun dalam keadaan berat dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa raga kalian di jalan Alloh. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.”
Dan kemaslahatan itu terletak pada keluar pergi berperang, karena pada hari ini hukumnya adalah fardlu ‘ain, dan kewajiban itu harus dikerjakan dengan segera dan tidak boleh ditunda-tunda. Dan ayat itu menyatakan dengan tegas bahwa kewajiban berperang itu dengan harta dan jiwa raga; tidak hanya dengan harta atau hanya dengan kata-kata dan do’a saja, lebih dari pada itu bahwa an-nafiir itu secara bahasa tidak mempunyai lebih dari satu arti – dalam pembahasan kita - , dan silahkan lihat buku-buku bahasa.
Jihad ketika fardlu ‘ain, seorang anak harus keluar tanpa ijin dengan kedua orang tuanya, maka apakah diperbolehkan bagi seorang pelajar filsafat atau perekonomian atau media massa atau … untuk keluar melaksanakan aktifitasnya tanpa ijin kedua orang tuanya sekarang?! Dan jika seorang ibu melarang anaknya agar tidak pergi mengikuti ujian “perekonomian” bukankah dia wajib mentaati ibunya?
Akan tetapi jika seorang ibu melarang meninggalkan jihad ketika hukumnya fardlu ‘ain, ia tidak boleh ditaati. Dengan demikian manakah yang lebih penting: Perang atau belajar perekonomian?! Apakah kamu tidak melihat sebagaimana yang saya lihat sekarang bahwa I’dad-I’dad di negerimu yang kamu katakan itu hanyalah angan-angan semu seperti kabut yang menghalangi pandangan!! Sesungguhnya I’dad yang benar itu adalah I’dad untuk perang, adapun yang lainnya hanya mengikuti, dan itu merupakan konsekuensi, akan tetapi kalajengking itu harus dipukul kepalanya bukan dibacakan sya’ir, buku, cerita atau periwayatan-periwayatan yang tersebar di pasaran para kalajengking itu supaya mereka meninggalkan kekejian mereka!!
Dan tidak tersisa lagi alasan kecuali mereka mengagetkan kami dengan mengatakan bahwa belajar di “Pondok Pesantren” juga I’dad fii sabiilillaah, dan kita semua masing-masing berada di dalam satu bidang dari bidang-bidang pertahanan Islam!!!!
Dan kamu jangan heran wahai sahabatku karena zaman kita ini adalah zaman yang penuh dengan keajaiban, dan hiburlah dirimu dengan hadits:
“…. dan setiap orang merasa bangga dengan pendapatnya.”
Meskipun hadits ini diperselisihkan ke shohihannya, dan At-Tirmidzi mengatakan: “Hasan Ghoriib”.
Dan apabila jihad itu fardlu ‘ain seseorang itu (harus) keluar (untuk berjihad) walaupun tanpa seizin orang yang menghutanginya sebagaimana yang dinyatakan oleh para fuqoha’. Tapi apakah boleh kamu keluar untuk belajar di “Jerman” misalkan tanpa kamu membayar hutangmu dengan alasan bahwa belajarmu dan I’dad fikriymu lebih baik dari pada I’dad qitaliy atau lebih utama dari pada perang itu sendiri!!? Atau hukum-hukum itu telah berubah bersamaan dengan perubahan zaman?!
Berikut ini saya sampaikan kepadamu perkataan para ulama’ tentang izin kepada orang yang menghutangi:
A. Dalam kitab Al-Mughniy karangan Ibnu Qudamah IX/171 disebutkan: “Adapun jika jihad itu fardlu ‘ain maka tidak ada izin kepada ghorimnya (orang yang menghutanginya) karena kewajiban itu tergantung pada dirinya sendiri, sehingga ia lebih didahulukan dari pada tanggungannya yang lain sebagaimana fardlu ‘ain-fardlu ‘ain yang lainnya, akan tetapi hendaknya dia jangan masuk ke tempat-tempat yang menurut perkiraannya dia akan terbunuh seperti perang tanding dan berdiri pada barisan depan, supaya dia tidak mengorbankan hak orang lain; meskipun dia telah meninggalkan harta untuk membayar hutang dia telah meninggalkan jaminan maka dia boleh berperang dengan tanpa izin. Ahmad telah menyatakan tentang orang yang telah meninggalkan harta untuk membayar ..” maksudnya dia boleh pergi ketika jihad fardlu kifayah. Wallohu a’lam.
B. Ibnu Taimiyah: “Jika musuh memasuki nagara Islam maka tidak diragukan lagi atas wajibnya melawan bagi orang yang paling dekat kemudian orang yang berada di dekatnya, karena negara Islam itu ibarat satu negara, dan sesungguhnya wajib pergi ke daerah itu dengan tanpa izin irang tua atau ghorim.”
Dan ketika jihad itu fardlu ‘ain, ia lebih di dahulukan dari pada sholat menurut empat imam madzhab kecuali Hanabilah (madzhab Hambali) dan orang yang meninggalkannya berdosa sebagaimana orang yang meninggalkan shiyam. Lalu apakah aktifitas kalian seperti belajar, pesta dan forum-forum pertemuan … lebih di dahulukan dari pada sholat, zakat dan shiyam ketika saling berbenturan?! Apakah harapan kalian terhadap kemaslahatan kaum muslimin lebih besar dari pada Alloh dan RosulNya dan jumhur ulama’?!!!
Dan saya bertanya-tanya: Jika ada ujian yang lamanya 6 jam sejak adzan dzuhur sampai ‘isya’, dan kamu akan terlewatkan 3 sholat, apakah kalian akan membolehkan seseorang untuk meninggalkan sholat tersebut dengan alasan nanti pada masa yang akan datang yang masih lama ketika dia membuka praktek pengobatan akan menyisihkan 30% dari pendapatannya untuk athfaalul hijaaroh (anak-anak Palestina yang berjuang dengan batu).?! Apakah kamu akan memper-bolehkan seorang pelajar arsitektur untuk meninggalkan sholat jum’at jika waktu ujiannya melalui waktu sholat nya?
Akan tetapi mujahid hakiki yang berada di medan jihad disyari’atkan baginya untuk meninggalkan sholat jika dia tidak mampu melaksanakannya ketika berperang sebagai mana yang terjadi pada perang Khondaq.
Dengan lebih jelasnya: Jika seseorang akan masuk sekolah di “Eropa” akan tetapi dia harus minum beberapa tetes air yang berfungsi untuk mendeteksi keadaan jasmaninya pada hari-hari di bulan romadlon, dan jika dia tidak mengikuti pemerik-saan akan ditolak untuk masuk kuliyah wahmiyah (kuliah yang hanya angan-angan) itu, apakah kalian memperbolehkannya mengikuti tes kesehatan itu?! Akan tetapi jihad jika fardlu ‘ain lebih didahulukan dari pada shoum berdasarkan kesepakan seluruh ulama’, maka dia boleh berbuka! Dengan demikian manakah yang lebih utama antara kuliyah dan jihad …..!
Dalam bentuk yang terakhir: Jika ujian itu mensyaratkan seseorang harus menanggalkan pakaiannya, supaya diperiksa didepan komputer dan para pengawas ahli dengan menggunakan sinar tertentu, apakah kalian memperbolehkannya dengan alasan dia akan masuk “fakultas atom” lalu dia akan belajar bagaimana membuat bom atom lalu dengan itu kita bisa mengalahkan Isra’il?!
Itu semua hanya angan-angan wahai manusia !
Mereka menghalalkan yang haram jika mereka mau
Padahal telah jelas mana yang halal dan mana yang haram
Kita di hadapkan dengan dua permasalahan dan jangan sekali-kali kamu mencampur-adaukkannya, pertama: Mengetahui hukum jihad pada hari ini, wajib apa tidak? kedua: melaksanakan hukum ini; dan jauh berbeda antara orang yang mengingkari kewajibannya lalu dia tidak melaksanakannya dengan orang yang mengakui kewajibannya dan dia mengaku bersalah dan dosa!
Jihad itu menurut jumhur (mayoritas ulama’) fardlu kifayah, yang dilaksanakan satu tahun sekali, dan cukup sebagai dalil sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada pamannya Abu Tholib ketika menjelang kematiannya:
“Aku menginginkan dari mereka satu kalimat saja yang akan menjadikan orang-orang Arab tunduk kepada mereka dan orang-orang ‘ajam (selain Arab) membayar jizyah.” Abu Tholib mengatakan: “Satu kalimat?!” Beliau bersabda: “Satu kalimat … “laa ilaaha illallooh” (tidak ada ilaah selain Alloh)” maka mereka mengatakan; “Satu ilaah, kami belum pernah mendengar hal ini pada millah (agama) yang terakhir, ini hanyalah mengada-ada.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidziy dan ini hadits Hasan)
Akan tetapi jihad telah berubah menjadi fardlu ‘ain, dan meskipun pada hari ini jihad itu fardlu kifayah, maka fardlu kifayah itupun belum terlaksana pada hari ini. Oleh karena itu kami katakan bahwa jihad qitaaliy pada hari ini adalah kewajiban yang hilang. Dan berikut ini saya sampaikan kepadamu perkataan ahludz dzikri (ulama’):
a. Al-Qurthubiy berkatadalam tafsirnya VIII/152: “…Fardlu juga terhadap imam mengirim satu kelompok kepada musuh setiap tahun sekali, ia keluar sendiri dengan kelompok tersebut atau dia mewakilkan kepada orang yang dia percayai untuk mengajak orang-orang kafir kepada Islam .. dan menahan gangguan mereka dan meng-idzhar-kan dien Alloh terhadap mereka sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah .. dan ia (seorang muslim) berperang dengan jiwa-raganya jika dia mampu dan jika tidak dia memberikan perbekalan kepada orang yang berperang …”
b. Muqoddimah Ibnu Kholdun I/230-231: “Al-Miilah Al-Islamiyah itu jihad disyari’atkan padanya untuk menyampaikan dakwah kepada semua manusia dan membawa seluruh manusia ke pada dienul Islam baik dengan suka rela maupun terpaksa, maka dibuatlah sistem khilafah dan kerajaan padanya, adapun selain Millah Islamiyah jihad padanya tidaklah untuk seluruh manusia, dan jihad padanya tidak disyari’atkan kecuali untuk mempertahankan diri saja, sehingga orang yang melaksanakan diin padanya tidak mesti mengatur kerajaan … dan sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya, karena mereka tidak terkena taklif untuk berkuasa atas seluruh umat sebagaimana Al-Millah Al-Islamiyyah, sesungguhnya mereka hanya dituntun melaksanakan dien mereka pada pribadi-pribadi mereka, oleh karena itu Bani Israil sepeninggal Musa dan Yusya’ ‘alaihimassalam selama sekitar 400 tahun tidak memperhatikan masalah kekuasaan akan tetapi yang mereka perhatikan adalah melaksanakan dien mereka saja ..”
c. Ibnu Katsir dalam tafsirnya II/402-403: “Alloh memerintahkan orang-orang beriman untuk memerangi orang-orang kafir secara berurutan dari yang paling dekat dengan wilayah Islam. Oleh karena itu Rosululloh SAW memulai perang melawan orang-orang musyrik yang berada di jazirah Arab. Ketika Alloh telah menaklukkan Mekah, Madinah. Tho’if, Yaman, Yamamah, Hijr, Khoibar, Hadl-romaut dan negeri di jazirah Arab lainnya, dan manusia dari seluruh penjuru Arab masuk Islam dengan berbondong-bondong, maka beliau mulai memerangi Ahlul kitab. Maka beliaupun bersiap-siap untuk memerangi Romawi yang mana mereka itu bangsa yang paling dekat dengan jazirah Arab. – sampai beliau mengatakan – setelah itu kewajiban itu dilaksanakan oleh sahabat dan penggati beliau yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sungguh agama ini telah miring dan hampir saja runtuh, maka Alloh pun memperkokoh pondasinya, dan mengembalikan lagi orang yang lari dari agama meskipun ia tidak suka. Maka dikembalikanlah orang yang murtad ke dalam Islam. Ia mengambil kembali zakat makanan dari orang yang tidak mau membayarkannya. Dan ia jelaskan kebenaran kepada orang yang tidak mengetahuinya. Ia laksanakan risalah Rasululloh SAW. Lalu ia mulai mempersiapkan pasukan Islam untuk memerangi Romawi, para penyembah salib. Dan memerangi Persi, para penyembah api. Maka lantaran berkah dari dutaNya, Alloh menaklukkan berbagai negeri. Ia bikin murka Kisra (gelar raja Persi) dan Kaisar (gelar raja Romawi) berserta orang-orang yang mentaati keduanya. Lalu ia belanjakan harta benda mereka dijalan Alloh, sebagai mana hal itu telah dikabar-kan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kemudian kewajiban itu disempurnakan oleh orang yang ia wasiatkan untuk memerintah setelahnya. Yaitu Al-Faaruuqul Awwaab (pemisah antara kebenaran dan kebatilan lagi banyak bertaubat). Syahidul Mihrob (yang syahid di dalam mihrob). Abu Haf-sh, Umar bin Khothob ra. Maka Alloh membikin geram orang-orang kafir dengan melalui dirinya. Ia hancurkan para pemberontak dan orang-orang munafik. Lalu ia kuasai seluruh kerajaan dari timur sampai barat. – sampai beliau berkata – setiap kali mereka menguasai suatu kaum, mereka berpindah kepada kaum pendosa yang berada di dekatnya, sebagai realisasi firman Alloh Ta’ala:
“Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu,” (QS. 9:123)
Dan firman Alloh Ta’ala:
“Dan hendaknya mereka mendapatkan sikap keras dari kalian”
Maksudnya: supaya orang-orang kafir itu mendapatkan kekerasan dari kalian dalam peperangan kalian melawan mereka. Karena sesungguhnya orang mukmin yang sempurna itu adalah orang yang lemah lembut kepada saudaranya yang beriman dan keras terhadap musuhnya yang kafir, sebagaimana firman Alloh:
“….keras terhadap orang-orang kafir dan kasih sayang kepada sesama mereka."
Dan Alloh ta’ala berfirman:
“Wahai Nabi berjihadlah kamu terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikaplah keras kepada mereka, dan tempat kembali mereka adalah jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Dan dalam sebuah hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bersabda:
“Saya adalah orang yang suka tertawa dan pembunuh.”
Maksudnya adalah beliau suka tertawa kepada walinya dan pembunuh terhadap musuh-musuhnya .. dan beginilah keadaannya, ketika tiga generasi mulia yang mana mereka itu adalah generasi terbaik dari umat ini, ketika mereka pada puncak keistiqomahan dan melaksanakan ketaatan kepada Alloh, mereka senantiasa dzoohir terhadap musuh mereka, dan mereka senatiasa mendapatkan kemenangan yang banyak.
Dan musuh-musuh senantiasa berada di bawah dan dalam kerugian, kemudian ketika terjadi fitan (kekacauan) dan ahwaa’ (hawa nafsu) serta perselisihan antar raja, musuh-musuh mulai mengincar daerah-daerah pinggiran negeri Islam dan mereka bergerak maju ke daerah-daerah tersebut, maka mereka tidak tertahankan karena para menguasa sibuk dengan sesamanya, lalu mereka maju ke wilayah Islam, maka mereka mengambil banyak dari negara Islam dari pinggiran-pinggirannya, kemudian mereka terus maju sampai mereka menguasai banyak dari wilayah Islam … maka setiap kali ada seorang raja dari raja-raja Islam yang berdiri dan mentaati perintah-perintah Alloh ta’ala dan bertawakkal kepada Alloh Azza wa Jalla, Alloh ta’ala membukakan wilayah-wilayah tersebut dan merebut kembali dari musuh-musuh sesuai dengan kadar walaayah Alloh Ta’ala yang ada padanya …”
d. Dan dalam kitab Ahkaamul Qur’aan karangan At-Tahaanuwiy II/330 cetakan Karachi disebutkan,: “Mereka (para ulama’-pent.) ber ijma’ bahwasanya apabila orang-orang kafir itu tetap tinggal di wilayah mereka dan tidak menyerang Daarul Islaam maka imam wajib untuk tidak melewatkan satu tahun berlalu tanpa peperangan, baik dia terjun langsung ikut berperang atau dia mengirim sariyah-sariyah (ekspedisi-ekspedisi) supaya jihad itu tidak terabaikan; karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., dan para Al-Khulafaa’ Ar-Roosyiduun tidak melalaikan jihad, maka apabila ada satu kelompok kaum muslimin yang telah melaksanakannya, sehingga dengan mereka tercapai penolakan kejahatan orang-orang kafir dan peninggian kalimatulloh, maka gugurlah kewajiban itu dari yang lainnya, dan ketika itu seorang budak tidak boleh keluar (untuk berjihad) tanpa izin tuannya dan tidak boleh perempuan keluar tanpa izin suaminya, dan tidak boleh orang yang mempunyai hutang keluar tanpa izin orang yang menghutanginya, dan tidak boleh seorang anak keluar jika salah satu dari kedua orang tuanya melarangnya, karena jihad dapat dicukupi oleh orang lain maka tidak ada alasan yang mendesak untuk menggugurkan hak manusia, namun jika tidak ada seorangpun yang melaksanakannya semua orang berdosa kecuali ulidh- dhoror (orang buta, pincang dan sakit) di antara mereka, dan mereka ber ijma’ bahwasanya wajib atas penduduk sebuah daerah untuk memerangi orang-orang kafir yang berada di sekitar mereka, namun jika mereka tidak mampu orang yang paling dekat dengan mereka (harus) membantunya, dan begitu pula jika penduduk daerah tersebut malalaikan padahal mereka mampu, maka wajib orang yang berada paling dekat dengan mereka untuk melaksanakannya, kemudian kewajiban itu meluas sampai seluruh dunia (jika kewajiban itu tidak terlaksana-pent.)”. Begitulah disebutkan dalam kitab Al-Madzhari II/203 dan kepada Alloh–lah tempat mengadu tentang perbuatan para penguasa Islam pada zaman kita ini, karena mereka menihilkan jihad sama sekali, mereka hanya melaksanakannya untuk mempertahankan diri saja, padahal Abu Bakar Ash-Shiddiiq Radhiyallahu ‘anhu mengatakan pada khotbahnya yang pertama kali (ketika diangkat menjadi Kholifah-pent.):
“Tidaklah sebuah kaum meninggalkan jihad kecuali mereka pasti hina.”
Dan demi Alloh sungguh dia benar.
e. Ibnu An-Nuhaas dalam kitab Tahdzibb Masyaari’ul Asywaq hal. 35, mengatakan: “Ketahuilah bahwa jihad (menyerang) orang-orang kafir di negeri mereka (hukumnya) fardlu kifayah berdasarkan kesepakatan ulama’ … dan paling minimal jihad (dilaksanakan) dalam satu tahun sekali … dan tidak boleh satu tahun berlalu tanpa perang dan jihad kecuali karena dhoruuroh” …Dan Imam Al-Haroomain Al-Juwainiy mengatakan: “Yang terpilih bagi saya adalah jalan yang ditempuh ushuuliyyiin (ahli ushul fiqih), yang mengatakan: Jihad itu adalah Da’wah Qohriyyah, oleh karena itu wajib untuk dilaksanakan sesuai dengan kemampuan, sehingga tidak tersisah di atas muka bumi ini kecuali muslim atau musaalim (orang kafir yang berdamai, menyerah) dan jihad tidak hanya (dilaksanakan) dalam satu tahun sekali, dan tidak boleh ditinggalkan jika mungkin untuk dilakukan lebih dari pada satu kali” … Dan Ibnu Qudamah mengatakan dalam kitab Al-Mughniy: “Sedikitnya jihad (dilakukan) setiap tahun satu kali, kecuali jika ber’udzur untuk melakukannya, dan jika kebutuhan menuntut untuk melakukan jihad lebih dari satu kali dalam satu tahun, maka wajib dilaksanakan, karena jihad itu fardlu kifayah, dan fardlu kifayah itu wajib dilakukan ketika ada tuntutan kebutuhan.” Habis. Maka jika kaum muslimin lemah, yang menjadai kewajiban mereka adalah Al-I’daad Al-Qitaaliy, karena suatu kewajiban itu jika tidak sempurna (pelaksanaannya) kecuali dengan sebuah sarana, maka sarana itupun hukumnya wajib.
f. I’aanatuth Thoolibiin [Syafi’iy] IV/180: “Kifayah itu tercapai dengan cara imam mengisi tsughur (perbatasan) dengan orang-orang yang mencukupi untuk (menghadapi) orang-orang kafir dengan memperkokoh benteng-benteng, khondaq-khondaq (transist) mengangkat para umaroo’ (untuk memimpin perang), atau imam atau wakilnya masuk daarul kufri dengan bala tentaranya untuk memerangi mereka.” Dan dalam IV181:” … fardlu kifayah pada setiap tahun jika orang-orang kafir tetap tinggal di dalam negeri mereka dan tidak berpindah darinya.”
g. Mughniy Al-Muhtaaj [Syaafi’iy] IV/209 sampai 220: “Adapun sepeninggal beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., maka orang-orang kafir itu keadaannya ada dua: pertama; mereka diam di negara mereka tidak datang menyerang nageri kaum muslimin, maka (jihad) hukumnya fardlu kifayah sebagaimana yang ditunjukkan oleh sejarah Al-Khulafaa’ Ar-Roosyidiin, dan Al-Qodli Abdul Wahhaab mengatakan bahwa hal ini merupakan ijma’ … dan fardlu kifayah itu tercapai dengan cara imam mengisi tsughur (perbatasan) dengan orang-orang yang mencukupi untuk (menghadapi) orang-orang kafir dengan memperkokoh benteng-benteng, khondaq-khondaq (transist) mengangkat para umaroo’ (untuk memimpin perang), atau imam atau wakilnya masuk daarul kufri dengan bala tentaranya untuk memerangi mereka.”
•Semua uraian di atas adalah berkenaan dengan Jihaddu Ath-Thilabi (jihad offensive (menyerang)) adapun Jihaadu Ad-Daf’i (jihad defensive/bertahan) maka berikut ini penjelasannya kami paparkan untuk anda:
a. Al-Qurthubiy mengatakan dalam tafsirnya VIII/151, ketika manafsirkan ayat:
“Berangkatlah kalian (berperang) baik dalam keadaan ringan maupun dalam keadaan berat ..”
“Kadang terjadi kondisi di mana nafiiru al-kull (mobilisasi umum) itu wajib …yaitu ketika jihad telah menjadi fardhu ‘ain lantaran menangnya musuh atas satu daerah dari daerah-daerah kaum muslimin … maka wajib bagi seluruh penduduk negeri itu untuk an-nafiir dan keluar ke daerah tersebut (untuk berperang) baik dalam keadaan berat maupun ringan, masih muda maupun sudah tua, masing-masing berdasar kemampuannya. Siapa mempunyai ayah tak perlu idzin ayahnya …. Dan tidak boleh ada yang tidak ikut keluar berperang baik ia muqill (miskin) maupun muktsir (kaya). Jika penduduk negeri itu tak mampu mengusir musuh, maka penduduk negara yang berdekatan dan bertetangga dengannya wajib sebagai mana wajibnya terhadap penduduk daerah tersebut untuk keluar ikut mengusir musuh sampai mereka diketahui mampu menahan dan mengusir musuh. .. karena kaum muslimin itu satu sama lainnya harus saling membantu sampai apabila penduduk sebuah daerah yang diduduki orang-orang kafir itu mampu mengusir musuh gugurlah kewajiban tersebut dari yang lainnya, dan jika musuh mendekati daarul Islaam dan mereka belum memasukinya, mereka juga wajib keluar (untuk melawannya) sampai dien Alloh itu dzohir dan walayah itu terjaga … dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini, Jika ada yang mengatakan: Apa yang dilakukan oleh satu orang jika semua orang melalaikannya? … Maka dijawab: ia menebus seorang tawanan… dan ada yang mengatakan [yang mengatakan Ibnu Al-‘Arobiy]: Musuh telah menduduki daerah kita … pada tahun 527 mereka merajalela di wilayah-wilayah kita [maksudnya Andalusia/Spanyol] menawan orang-orang baik kita dan memasuki wilayah kita dengan jumlah yang membikin manusia takut, jumlahnya banyak, maka saya katakan kepada al-waliy (penguasa daerah): … inilah musuh Alloh ta’ala telah masuk dalam asy-syaroki wa asy-syabakati (jaring dan jebakan/ maksudnya ke dalam wilayah Islam-pent.) maka hendaknya seluruh manusia keluar (untuk menghadapinya) sampai tidak tersisa lagi seorangpun diseluruh daerah lalu mengepung mereka, sesungguhnya musuh itu pasti akan hancur jika Alloh Subhanahu wa Ta’ala memudahkan; maka dosa dan maksiyat mendominasi, dan setiap orang bagaikan musang yang bersembunyi di sarangnya meskipun dia melihat perang di sampingnya. Maka innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun.”
b. Dan Ibnu Hajar Al-Haitamiy mengatakan dalam kitab Az-Zawaajir II/359 cetakan Daarul Hadiits: [Dosa Besar yang ke 90-91-92]: “Ke-90; Meninggalkan jihad ketika fardlu ‘ain, yaitu dengan masuknya al-harbiyyuun (musuh) ke Daarul Islaam atau mereka menawan seorang muslim dan memungkinkan untuk membebaskannya dari mereka. Ke-91; Meninggalkan jihad dari pokoknya (meninggalkan jihad secara total-pent.). Ke- 92; Penduduk sebuah daerah yang meninggalkan benteng di tsughur (perbatasan) mereka sehingga dikhawatirkan orang-orang kafir akan menguasainya karena benteng tersebut ditinggalkan.” Kemudian beliau mengatakan: “Perhatian; tiga masalah ini dzohir (jelas) – termasuk dosa besar – karena semuanya akan menyebabkan kerusakan pada Islam dan pemeluknya, selama tidak tertutupi celahnya, dan masalah inilah yang dimaksud dalam hadits-hadits yang bermuatan ancaman yang keras, maka perhatikanlah ini, karena sesungguhnya saya belum melihat seorangpun memperhatikan ini padahal ini sudah jelas .”
c. Dalam Ahkaamul Qur’aan karangan At-Tahaanuwiy II/331 terbitan Karachi: “Apabila orang-orang menyerang sebuah negeri dari negeri kaum muslimin maka jihad menjadi fardlu ‘ain atas semua mukallaf yang tidak mempunyai udzur. Dan mereka ber ijma’ bahwasanya jika musuh menyerang wilayah orang-orang beriman, wajib kepada setiap mukallaf dari kalangan laki-laki, yang merdeka atau budak, kaya miskin yang tidak mempunyai ‘udzur yang tinggal di wilayah itu, untuk keluar berjihad, dan ketika itu jihad menjadi bagian dari amalan-amalan yang fardlu ‘ain, maka tidak bisa dikalahkan oleh hak manusia, seperti tuan, orang yang menghutangi dan kedua orang tua sebagaimana sholat dan shoum, dan Abu Hanifah rohimahulloh berkata: Seorang perempuan keluar tanpa izin suaminya [karena tidak ada hak untuk suami dalam amalan-amalan yang fardlu ‘ain]; jika jumlah penduduk daerah tersebut mencukupi (untuk melawan musuh) maka kewajiban jihad gugur dari orang-orang yang di sekitarnya; namun jika jumlah mereka tidak mencukupi, maka orang yang berada disekitarnya harus membantu mereka, jika orang yang berada disekitarnya qu’uud (tidak mau berjihad) maka orang yang berada agak jauh setelah orang disekitarnya itu dan begitu seterusnya Wallohu a’lam. Dinukil dari Al-Madzhariy.”
d. Dan dalam kitab Badaa’i’u Ash-Shona’i’ karangan Al-Kasaniy [madzhab hanafiy] VII/98: “Jika penduduk perbatasan itu merasa lemah untuk melawan orang-orang kafir, dan dikhawatirkan mereka akan dikalahkan musuh maka orang-orang muslim yang berada di dekatnya, kemudian yang terdekat dan kemudian yang terdekat lagi, wajib untuk pergi ke tempat mereka dan memberi bantuan senjata … dan harta, berdasarkan apa yang telah kami sebutkan bahwa jihad menjadi kewajiban seluruh orang ahlul jihad (layak jihad), akan tetapi kewajiban jihad akan gugur ketika sebagian orang telah mencukupi …. Namun jika nafiir (seruan keluar untuk berjihad) itu berlaku umum, yaitu ketika musuh menyerang sebuah wilayah maka jihad fardlu ‘ain yang diwajibkan kepada semua orang dari kaum muslimin yang mampu melaksanakannya berdasarkan firman Alloh Ta’ala:
“Berangkatlah kalian (untuk berperang) baik dalam keadaan berat maupun dalam keadaan ringan.”
……… keluar ….. tanpa seizin …… karena hak kedua orang tua itu tidak bisa mengalahkan amalan-amalan yang fardlu ‘ain seperti shoum dan sholat ….”
e. Dikatakan dalam kitab Ad-durru Al-Mukhtaar: “Janganlah kamu diragukan bahwa kewajiban jihad itu [jihaadu ath-tholabi] gugur dari penduduk “India” karena penduduk “Romawi” misalkan telah melasanakan, akan tetapi kewajiban itu berlaku kepada orang yang paling dekat dari musuh kemudian yang terdekat setelahnya sampai orangnya mencukupi, maka jika jihad itu tidak dapat dicukupi kecuali oleh semua orang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain seperti sholat dan shoum…”
Dan pensyarahnya Ibnu ‘Aabidiin III/219 menukil dari ulama’ madzhab Hanafiy: “Jika penduduk perbatasan itu merasa lemah untuk melawan orang-orang kafir, dan mereka dikhawatirkan akan dikalahkan oleh musuh, maka kaum muslimin yang terdekat kemudian yang terdekat setelahnya untuk pergi ke tempat mereka dan memberikan bantuan senjata dan …dan harta …” Kemudian dia berkata: “Dan hasilnya; bahwasanya setiap tempat yang dikhawatirkan akan diserang musuh maka wajib atas imam atau penduduk wilayah tersebut untuk menjaganya, dan jika mereka tidak mampu maka wajib bagi orang yang terdekat kepada mereka untuk membantu mereka sampai jumlah itu mencukupi untuk melawan musuh.”
Dan dalam halaman III/221: “Dan fardlu ‘ain jika musuh menyerang, maka semuanya harus keluar meskipun tanpa izin.” Dan Ibnu ‘Aabidiin menjelaskan: “Maksudnya adalah atas yang dekat dengan musuh, maka jika mereka merasa lemah atau bermalas-malasan maka atas orang yang terdekat setelahnya, dan diwajibkan secara berurutan seperti ini sampai kewajiban itu mencakup seluruh kaum muslimin yang di timur dan barat” … dan dalam Al-Bazaaziyyah: “Jika ada muslimah di bumi bagian timur ditawan oleh musuh maka wajib kepada penduduk bumi bagian barat untuk membebaskannya dari tawanan.”
f. Syaikh Wahbiy Sulaiman Ghoowijiy berkata dalam ta’liqnya terhadap kitab Muntaqol Abhar [madzhab hanafiy] I/355: “Tidak diragukan lagi bahwa kewajiban jihad itu adalah fardlu ‘ain terhadap semua mukallaf dari kaum muslimin pada hari ini, dan tidak tersisa lagi bagi mereka kecuali an-nafiir al-‘aam (pergi seluruhnya) untuk berjihad:
“Dan apabila kalian disuruh keluar (untuk berjihad) maka keluarlah.”
Dan mudah-mudahan hal itu sebentar lagi.”
g. Dan dalam Ar-Roudloh karangan An-Nawawiy [madzhab Syafi’iy] X/214 sampai 216: “Keadaan yang kedua: jihad fardlu ‘ain, maka apabila orang-orang kafir menginjakkan kakinya di wilayah kaum muslimin atau mereka mendekatinya dan tinggal di depan pintu masuknya, mereka sedang menuju akan tetapi belum memasukinya, maka jihad fardlu ‘ain yang secara terperinci akan kami jelaskan insya Alloh ta’aalaa … dan tidak wajib dalam keadaan seperti ini untuk izin kepada kedua orang tua dan yang menghutangi…. Sampai apabila penduduk daerah tersebut tidak mencukupi, maka wajib kepada mereka (kaum muslimin-pent.) semuanya untuk terbang ke sana …. Dan inilah maksud dari perkataan Al-Baghowiy: Apabila orang-orang kafir masuk ke negara Islam maka jihad fardlu ‘ain atas orang yang dekat dengannya dan fardlu kifayah atas orang yang jauh …. Dan bagaimana diperbolehkan menjadikan orang-orang kafir menguasai negara Islam padahal mampu untuk dilawan?! Wallohu a’lam.”
h. Ibnu An-Nuhaas dalam Tahdzib Masyaari’ul Asywaaq ketika berbicara tentang keutamaan Jihad halaman 369, beliau berkata: “Dan apabila musuh-musuh menyerang bilaadul muslimin, dan kaum muslimin (maksudnya penduduk negeri tersebut) tidak keluar untuk memerangi mereka, qu’uud mereka itu sama seperti firoor (lari) dari medan perang ; hal ini jika jumlah mereka lebih banyak dari pada musuh, adapun jika jumlah mereka lebih sedikit, hal itu – yaitu tidak mau keluar untuk menghadapi musuh -- bukanlah maksiyat dan mereka boleh membuat pertahanan dengan menunggu bantuan dari ikhwan-ikhwan mereka kaum muslimin.” Selesai. Maka berdosalah orang yang mampu menolong mereka namun tidak melakukannya; dan barangsiapa yang tidak mampu berperang maka wajib untuk melakukan I’daad haqiiqiy untuk berperang, dan bukan I’dad untuk menikah atau untuk ujian !!! dan ini jelas.
Dan dalam halaman 35: “Dan orang yang buta sebelah wajib untuk berjihad, orang yang pusing-pusing, sakit gigi, panas ringan dan orang yang sedikit pincang …. Dan apabila musuh menduduki sebuah daerah dari wilayah kaum muslimin, maka kaum muslimin yang tinggal di daerah-daerah lain wajib untuk membantu kaum muslimin yang tinggal di daerah tersebut … dan ketika orang-orang kafir menduduki sebuah negeri kaum muslimin, maka orang yang tinggal dalam jarak boleh meng-qoshor sholat, wajib untuk membantu penduduk negeri tersebut jika jumlah mereka mencukupi, dan jika jumlah mereka tidak mencukupi maka kaum muslimin yang lebih jauh dari jarak itu wajib untuk nafiir (keluar), dan jika telah keluar jumlah yang mencukupi maka kewajiban itu gugur dari yang lain, akan tetapi mereka kehilangan pahala yang besar dan balasan yang banyak … dan apabila orang-orang kafir menguasai sebuah gunung atau lembah atau sebuah tempat di Daarul Islam yang jauh dari negara dan perkotaan, dan tempat yang mereka kuasai itu tidak ada penduduknya, maka sesungguhnya hukumnya sama dengan negara-negara yang dikuasai oleh orang-orang kafir, dan kaum muslimin wajib nafiir untuk membebaskan tempat tersebut! ….dan Al-Qurthubiy berkata: Seandainya orang-orang kafir mendekati Daarul Islaam dan mereka belum memasukinya, maka wajib bagi kaum muslimin untuk keluar menghadapi orang-orang kafir, sampai dien Alloh menjadi dzohir, dan terlindungi wilayah kaum muslimin dan terjaga wilayah-wilayah perbatasan.”
i. Mughniy Al-Muhtaaj [madzhab Syafi’iy IV/209 sampai 220: “… kemudian mushonnif (penulis kitab) memasuki pembahasan keadaan orang kafir yang kedua, yang terkandung dalam perkataannya yang (berbunyi); Mereka memasuki negeri kita atau menduduki kepulauan atau pegunungan di Daarul Islaam meskipun letaknya jauh negeri, maka penduduk negeri itu wajib untuk mempertahankannya dari orang-orang kafir itu semampunya, dan jihad ketika itu fardlu ‘ain .. dan jika penduduk negeri itu mengadakan persiapan untuk berperang maka mereka semua wajib melakukannya .. sesuai dengan kemampuan, sampai meskipun orang yang faqir sesuai dengan kemampuannya, seorang anak dan orang yang mempunyai tanggungan hutang, dan budak tanpa seizin kedua orang tuanya atau orang yang menghutangi atau tuan, dan ketidak-mampuan tidak lagi dapat dijadikan alasan dalam keadaan seperti ini, karena masuknya orang-orang kafir ke Daarul Islam merupakan bencana yang sangat besar yang tidak boleh diremahkan, maka harus bersungguh-sungguh dalam melawannya dengan segala kemampuan, dan masuk kedalam pengertian masuknya-orang kafir kedalam negeri juga jika mereka melongok kepadanya …
Kemudian pembahasan di atas: adalah hukum (jihad) bagi penduduk sebuah negeri yang dimasuki oleh orang-orang kafir …, dan orang yang berada dalam jarak sholat boleh diqoshor dari daerah yang dimasuki oleh orang-orang kafir hukum (jihad) bagi mereka sama dengan hukum (jihad) bagi orang yang tinggal di daerah yang dimasuki orang-orang kafir, maka wajib atas mereka untuk berjalan ke sana jika mereka mempunyai bekal --- dan tidak adanya bekal tidak dianggap sebagai udzur --- dan kendaraan bagi orang yang mampu jalan kaki menurut pendapat yang paling shohih, hal ini jika jumlah penduduk negeri yang diserang itu tidak mencukupi (untuk melawan orang-orang kafir); Dan orang-orang yang tinggal dalan jarak qoshor dan yang lebih jauh lagi, mereka harus punya bekal dan kendaraan menurut pendapat yang paling shohih sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk mencukupi kekurangan jumlah untuk melawan orang-orang kafir jika penduduk negeri yang diserang dan penduduk yang berada di dekatnya belum mencukupi untuk melawan orang-orang kafir dan untuk menyelamatkan orang-orang Islam.
Peringatan: perkataannya yang berbunyi “sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk mencukupi (kekurangan jumlah untuk melawan orang-orang kafir)” mengisyaratkan kalau semua orang tidak wajib untuk keluar, … dan pendapat yang paling shohih adalah jika jumlah penduduknya mencukupi mereka tidak harus keluar semua; dan jika mereka --- orang-orang kafir --- menawan seorang muslim maka yang paling shohih adalah wajib untuk bangkit (memerangi) mereka, meskipun mereka belum masuk ke wilayah kita untuk membebaskannya (tawanan tersebut-pent.) jika kita perkirakan (bisa membebaskannya-pent.) lantaran mereka berada dekat (dengan wilayah kita-pent.), sebagaimana kita bangkit (memerangi mereka-pent.) jika mereka memasuki wilayah kita, bahkan (jihad ketika itu) lebih utama karena harga diri seorang muslim itu lebih besar dari pada nilai sebuah negara.”
j. Ibnu Taimiyah (berkata): “Apabila musuh memasuki negeri Islam maka tidak diragukan lagi atas wajibnya melawan mereka atas orang yang berada paling dekat dengan mereka kemudian orang yang dekat setelah mereka, karena negeri-negeri kaum muslimin itu bagaikan satu negeri, dan sesungguhnya juga wajib untuk an-nafiir ke daerah tersebut tanpa seizin orang tua atau ghoriim (orang yang menghutangi).”
k. Dan dalam kitab Kasy-syaafu Al-Qinaa’ karangan Al-Bahutiy [madzhab Hambali] III/37 terbitan Daarul Fikriy: “Dan barang siapa yang hadir dalam barisan orang yang mempunyai kewajiban jihad --- yaitu laki-laki, merdeka, mukallaf yang mampu dan muslim … --- seperti jika musuh telah mendatanginya atau mendatangi sebuah negeri atau sebuah negeri yang jauh membutuhkannya untuk berjihad atau dua pasukan, pasukan kaum muslimin dan pasukan orang-orang kafir telah berhadap-hadapan atau telah diadakan istinfaar oleh orang yang berhak melakukan istinfaar --- dan tidak ada udzur --- maka jihad wajib baginya, artinya jihad menjadi fardlu ‘ain bagi dirinya.”
•Pembahasan di atas sudah cukup, dan kamu hendaknya merealisasikannya pada dirimu agar kamu mengusir keragu-raguan dengan keyakinan, maka janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang mukhodzdzil (melemahkan semangat untuk berjihad)
? 3. Supaya kita tidak terkena sifat orang-orang munafiq, maka:
“Barang siapa yang mati dan belum berperang dan belum membisikkan hatinya untuk berperang, ia mati di atas salah satu cabang kemunafikan.” (HR. Muslim)
Ini dalam ketika (jihad) fardlu kifayah maka bagai mana jika ketika fardlu ‘ain?
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu berada di kerak yang paling bawah dari neraka dan kamu tidak akan mendapatkan penolong bagi mereka.” (Surat An-Nisaa’)
? 4. Supaya Alloh tidak meng adzab kita dengan adzab yang pedih:
“Jika kalian tidak melakukan nafiir, niscaya Alloh mengadzab kalian dengan adzab yang pedih dan mengganti kalian dengan kaum selain kalian dan kalian tidak akan membahayakan kaum tersebut sedikitpun. Dan Alloh mampu atas segala sesuatu.”
Dan nafiir itu sudah ma’ruuf dan dibalik itu ada peperangan, dan Alloh tidak mengatakan “jika kalian tidak sekolah Alloh akan mengadzab kalian” … maka kenapa kita balikkan timbangan?
“Dan tidaklah sebuah kaum itu meninggalkan jihad kecuali Alloh akan meratakan adzab kepada mereka.”
Al-Mundziriy mengatakan: (Hadits ini diriwayatkan oleh) Ath-Thobrooniy dengan sanad hasan; Maka apakah kamu berani mengatakan bahwa orang yang meninggalkan sekolah itu atau tidak belajar tajwid akan diratakan kepada mereka adzab?!
“Barang siapa yang belum berperang atau menyiapkan orang yang berperang atau merawat dengan baik keluarga yang ditinggalkan orang yang berperang, Alloh pasti menimpakan kepadanya qoori’ah (bencana) sebelum hari qiyamat.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh) Abu Dawuud dengan sanad yang kuat, maka apakah kamu meyakini bahwasanya jika kamu meninggalkan belajar ekonomi atau arsitektur atau jika kamu meninggalkan pekerjaanmu sebagai seorang pedagang atau buruh di pabrik, Alloh akan menimpakan kepadamu qoori’ah sebagaimana Alloh akan menimpakannya kepadamu jika kamu meninggalkan perang fii sabiilillaah?
“Barang siapa telah belajar ar-romyu (memanah, menembak) kemudian dia meninggalkannya maka dia bukan dari golongan kami atau dia telah bermaksiyat.” (HR. Muslim)
Lalu bagaimana dengan orang yang belum pernah memanah / menembak selama hidupnya!,
Dan dalam riwayat Abu Dawud dan At-Tirmiidziy:
“…dan barang siapa yang meninggalkan ar-romyu setelah dia bisa karena tidak menyukainya maka hal itu merupakan anugrah (yang Alloh berikan kepadanya-pent.), atau nikmat yang ia kufuri.” (Hadits hasan)
Lalu bagaimana kamu lebih menyukai dan lebih mengutamakan sesuatu dari pada perang, kemudia kamu lebih menekankan hal itu?!
Syubhat tentang: Zaman kita bukan zaman mereka!
? 5. Kenapa perang? Sepaya kita merealisasikan perintah Alloh untuk meng-irhab musuh dan bersikap keras kepada mereka, lalu hilanglah kehinaan yang menimpa kita, dan kemuliaan kembali lagi kepada kita dan kita disegani oleh musuh-musuh kita, lalu kita hidup dengan kehidupan yang layak, lalu sirnaklah kerusakan yang terjadi karena meninggalkan jihad, maka jihad adalah jalan satu-satunya untuk meraih kekuasaan dan berikut ini dalilnya:
Bukankah Robb kita telah memerintahkan nabi kita Shallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Wahai Nabi, berjihadlah kamu melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq … dan bersikap keraslah kepada mereka.”?
Bukankah Alloh Subhanahu wa ta’ala telah mengatakan kepada orang-orang yang beriman:
“Dan hendaknya mereka mendapatkan kekerasan pada kalian.”
“Dan persiapkanlah semampu kalian dari kekuatan dan kuda yang ditambatkan yang kalian dengan akan meng-irhab musuh Alloh dan musuh kalian.”
Bukankah Alloh menyebutkan para sahabat yang mulia dengan sebutan:
“Keras terhadap orang-orang kafir.”?!
Lalu manakah sikap keras kalian? mana?…. dalam tulisan-tulisan kalian, pelajaran kalian, sya’ir-sya’ir kalian, cerita-cerita kalian, forum-forum kalian dan semua I’dad kalian yang damai dan maz’uum (merupakan angan-angan)?!
Ataukah kalian memang benar-benar menyangka bahwa yang kalian perbuat itu merupakan salah satu bentuk dari bentuk-bentuk kekerasan dan irhaab terhadap musuh?! Manakah sikap kalian yang membikin marah orang-orang kafir dan manakah irhaab kalian terhadap musuh?! Sesungguhnya kekerasan yang hakiki itu tidak akan terwujud kecuali dengan senapan!! dan apakah kalian benar-benar yakin bahwa musuh itu ter-irhaab dengan buku yang kalian edarkan, yang kalian siarkan dan yang kalian bikin gaduh --- ‘afwan: Kalian berjihad --- dengan metode baru? Akan tetapi dia takut jika mendengar seorang muslim mengangkat senjata walupun sebilah pisau, bagaimana tidak? Sedangkan pedang itu pesannya lebih benar dari pada buku!
Dan manakah yang lebih besar kesannya pada hati musuh: antara seorang pemuda yang mengkoordinir amaliyah peledakan terhadap orang-orang Yahudi misalkan lalu ia berhasil melakukannya akan tetapi mereka menangkapnya dan membunuhnya atau seorang pemuda yang masuk “fakultas tehnik bangunan” dan dia selalu peringkat perTama pada semua jenjang perkuliahan? Dan apa manfaatnya “bangunan” dalam perang? Berapa banyak yang kita harapkan dari orang-orang ringking itu supaya manusia mau menerima manfaat Islam dan kejujuran para multazimin sehingga mnusia itu mau bergabung dengan mereka melawan pemerintah mereka yang menyeleweng? Apakah semua multazimin itu memiliki kecakapan untuk meraih kesuksesan seperti dia? Dan apakah waktu yang dihabiskan itu seimbang dengan kesuksesan yang dia raih yang tidak lebih --- sebagaimana yang kami lihat --- kalimat-kalimat pujian dan sanjungan, sampai apabila pemuda itu menunjukkan pemikiran Islaminya tentang prinsip saja [menolak pemisahan dien dan negara, hijab bagi wanita, menolak perdamaian abadi dengan Yahudi, ..] kamu akan melihat pujian mereka itu akan berubah menjadi cercaan? Maka apa artinya motifasi --- secara tidak langsung --- untuk belajar ilmu yang tidak bermanfaat sama sekali di medan perang [seperti sejarah partai yang berkuasa dan hasil-hasil produksinya, nama-nama ahli kimia di dunia dan …] kemudian “mujahid kita” (!) lulus dengan segudang ilmu akan tetapi sampai sekarang dia tidak tahu bagaimana membuat bom yang dapat meng-irhaab musuh dari bahan-bahan kimia yang berada di hadapannya!! Maka I’daad semacam apa ini wahai orang-orang yang berakal?? !! kemudian mereka terus tetap mengatakan bahwa fakultas-fakultas itu akan membantu dalam pembebasan Palestina !!!! Walloohul Musta’aan (kepada Alloh kita memohon pertolongan).
Dan sifat Rosul kita adalah Adh-Dhohuuku Al-Qottaalu dan bukanlah yang dimaksud dengan Adh-Dhohuuk (suka tertawa) adalah orang yang suka pesta, cerita, riwayat, percetakan, pusat apa untuk kerjasama, organisasi studi ilmu Islam apa, sesungguhnya beliau itu adalah Qottaal (pembunuh) …Qottaal ya, Qottaal, dan dalam kitab siroh Al-Bidayah Wan Nihayah III/46 sesungguhya beliau mengatakan kepada orang-orang Quraisy --- dan ini sebelum beliau diperintahkan untuk berperang ---:
???????? ?????
“Aku datang kepada kalian untuk menyembelih.”
Dan beliau tidak mengatakan untuk berdiskusi! Memang disampaikan dakwah dahulu sebelum memulai perang, akan tetapi tidak boleh bagi seorang muslim untuk menihilkan perang sehingga Islam menjadi tidak mempunyai puncak, akan tetapi seorang muslim itu adalah orang yang pertama kali melaksanakan ayat irhaab, dan sungguh beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda:
??? ????? ???????? ????????
“Saya diberikan kemenangan lantaran musuh gentar dalam jarak satu bulan perjalanan …” Hadist Shohih
Maka apakah I’daad kalian menggentarkan musuh?
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda di atas mimbar:
“Dan persiapkanlah semampu kalian dari kekuatan, ingatlah sesungguhnya kekuatan itu ar-romyu (memanah, menembak) , ingatlah sesungguhnya kekuatan itu ar-romyu (memanah, menembak) , ingatlah sesungguhnya kekuatan itu ar-romyu (memanah, menembak).” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Dan dalam riwayat Al-Bazzaar:
“Kalian harus me-royu sesungguhnya ia sebaik-baik, atau dari sebaik-baik senda- gurau kalian.”
Dan dalam Ausath Ath-Thobrooniy:
“…sesungguhnya ia dari sebaik-baik permainan kalian.”
Dan isnaad keduanya jayyid qowiy (bagus lagi kuat).
Maka manakah kekuatan dalam I’daad kalian yang semu yang tidak menakutkan musuh?
Dan beliau Shallallhu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
????????? ????????? ?????? ??? ??? ?????? ??? ????? ???? ???? ?? ???? ??
?????? ???? ??? ???? ?? ????? ????? ???? ????????? ??? ?? ???? ????
???????
“Aku diutus dengan pedang menjelang hari qiyamat sehingga Alloh diibadahi sendirian dan tidak ada sekutu bagiNya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, dan dijadikan kehinaan bagi orang yang menyelisihi perintahku, dan barang siapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia dari golongan mereka…” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Shohih.
Dan beliau tidak mengatakan “aku diutus dengan diskusi, ‘aulamah dan minta belas kasihan kepada PBB?
Bukankah dokter umat ini Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah menentukan penyakitnya dan menjelaskan obatnya kepada kita? bukankah beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan apa yang menyebabkabkan kita menjadi seperti buih, dan yang menjadi penyebab-penyebab al-wahnu (lemah) yang menimpa umat ini dan menjadikan tidak di segani:
“Cinta dunia dan tidak suka dengan perang.” Hadits shohih, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad.
Dan bukan tidak suka sekolah atau sukses dalam ujian atau mendapat nilai “mumtaaz” (cumlaude) dalam kuliah, lalu kenapa kita tidak mengambil obat ini dan kembali untuk berperang?! Kenapa kita memejamkan mata kita dan menutup kelopak mata kita dari penyakit yang pertama: meninggalkan perang?! Sesungguhnya dokter kita ini tidak mengatakan (penyakitnya adalah) krisis tarbiyah atau ekonomi atau masyarakat atau media massa! Atau karena tidak unggul di universitas-universitas atau karena meninggalkan komputer! Atau karena minimnya arsitek bangunan!
Sesungguhnya saya membuka mataku untuk melihat banyak orang akan tetapi ketika aku buka aku tidak melihat seorangpun !!!
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara al-‘inah, mengikuti ekor-ekor sapi, rela dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, Alloh pasti menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan di angkat dari kalian sampai kalian kembali kepada dien kalian.” (HR. Abu Dawud dengan isnaad hasan dan Syaikh Syakir mengatakan; shohih)
Dan dalam riwayat yang lain:
“Jika menusia telah pelit dengan dinar dan dirham … Alloh pasti turunkan kepada mereka bala’ (bencana) …” (HR. Ad-Daarimiy dan Al-Baihaqi dan ini hadits shohih)
Maka kehinaan itu disebabkan karena kesibukan mereka dengan harta, perekonomian dan meninggalkan qitaal, lalu bagaimana kamu mengerjakan dan mengutamakan I’daad iqtishoodiy dari pada I’daad qitaaliy? Sesungguhnya yang adil itu adalah kamu mengambil harta yang cukup untuk berperang kemudian kamu berangkat, dan senjata di pasar-pasar gelap ada maka manakah I’daad askariy itu? manakah tadriib dan tamriin itu wahai para mujahid!?
“Dan seandainya mereka mau keluar (untuk berperang) pasti mereka mempersiap-kannya persiapan-persiapannya.”
Maka dalam peperangan kita membutuhkan kemampuan harta untuk membeli senjata, dan kemampuan manusia yang digunakan untuk berperang, maka semua yang dapat merealisasikan keduanya dengan cepat itulah I’daad qitaaliy, kalau tidak maka kita telah mengkaburkan maksud I’daad agar mencakup sya’ir - sya’ir, cerita-cerita kepahlawanan dan riwayat-riwayat …, ini adalah tipu daya syetan, padahal apabila musuh menyerah sebuah negeri Islam yang lemah secara media massa maka wajib --- berdasarkan kesepakatan orang-orang yang berakal dan orang-orang gila --- untuk keluar berperang dengan senjata [RPG] bukan dengan membaca sya’ir, menghamburkan pembicaraan dan menyusun cerita, maka jika tidak mampu penduduk negeri tersebut kewajibannya berpindah ke I’daad untuk mengeluarkan musuh --- dengan tank dan …--- bukan I’daad untuk mengeluarkan jaringan propaganda yang luas atau menyiarkan suara kaum muslimin atau untuk membantah syubhat-syubhat orang-orang orientalis atau untuk menulis majalah atau menyebarkan kaset, memang benar sesungguhnya kita tidak akan keluar untuk memerangi mereka dengan pedang dan golok akan tetapi kita juga --- secara pasti --- tidak akan keluar memerangi mereka dengan menyiarkan suara kaum muslimin atau dengan perekonomian yang besar atau dengan doktor sosiolog yang mahir atau seorang arsitektur yang cerdas … apakah mereka semua bermanfaat di hadapan roket dan RPG …?
Maka kehinaan kita yang pertama adalah karena meninggalkan jihad bukan karena kita meninggalkan perekonomian atau politik atau I’laam (media massa) atau teknologi meskipun ketertinggalan kita dalam hal ini merupakan musibah!dan berbicaralah tentang lautan tidak apa-apa, dan kita berlindung kepada Alloh dari mengatakan kita tidak membutuhkan I’laam atau kita tidak membutuhkan orang-orang yang unggul di universitas akan tetapi kebutuhan kita untuk berperang lebih besar lagi! Sama persis dengan orang yang tenggelam dan tidak makan selama dua pekan, apakah kamu akan memberikannya makanan atau kamu selamatkan dia dari tenggelam?! Sedangkan dia lapar dan hampir mati karena lapar; dan barangsiapa yang digigit nyamuk atau disengat kalajengking apakah dia membunuh nyamuk dan membiarkan kala jengking?! Ya, kalau bisa kita tolak keduanya itu lebih baik!! Dan kalau tidak kita lebih dahulukan yang lebih penting!
Kalian jawab: Apakah krisis ekonomi kita akan dapat diatasi dengan riba, suap dan pencurian, apakah akan dapat diatasi dengan mengarang buku atau belajar perekonomian atau dengan kekuatan yang menggentarkan mereka …? Maka yang mana?
Jika kita tanya orang-orang yang melemahkan (semangat jihad): berapa banyak ekonom yang kita butuhkan supaya umat kita dapat menarik nafas panjang?! Sesungguhnya jumlah itu tidak ada akhirnya?! Dan syetan akan terus menyelewengkan dari masa ke masa, maka setiap kali umat itu mengumpulkan harta dia mengatakan: Ini tidak cukup untuk perang, maka dia terus mengumpulkannya untuk membeli senjata, dan begitulah umur itu habis.
Inilah Rosul kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam --- dan beliau bagi kita adalah uswah yang baik --- ketika jihad itu wajib beliau keluar meskipun dalam keadaan susah dan lemah perekonomiannya, beliau keluar bersama para sahabatnya, sampai perang itu disebut dengan “ghozwatu al-‘usroh” (peperangan yang sulit / perang Tabuk), padahal semua perkiraan pilitik dan militer --- pada waktu itu !!--- menunjukkan bahwa daulah Islam akan berakhir, akan tetapi Rosul kita yang bijaksana yang memiliki pengalaman dan kebijaksanaan yang tidak ada seorangpun yang berani mengatakan beliau itu ngawur, beliau tidak duduk mempersiapkan ekonomi atau I’laam (media) dan …., akan tetapi beliau mengambil persiapan yang beliau mampu dan berangkat, lain dengan orang-orang yang pendusta pada zaman kita !! yang akan terus mempersiapkan --- pengakuan mereka --- sampai mereka masuk kuburan! Aduhai seandainya mereka benar-benar mempersiapkan ! dan apakah orang yang benar-benar mempersiapkan (untuk perang) memenuhi rumahnya dengan perabotan yang mewah! Semoga Alloh merahmati para sahabat Rosul kita Shallallahu’alaihi wa Sallam pada ghozwatu al-‘usroh ketika mereka menyiapkan dengan sebenar-benarnya sebelum perang! Dan mereka mengorbankan an-nafsu (jiwa raga) dan harta yang mahal.
Bahkan sesungguhnya rizki Rosul kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan umatnya dijadikan dibawah naungan tombaknya, maka bukan perekonomian yang kuat sebagai syarat keberhasilan pertempuran dan jika tidak kita akan terjerumus ke dalam “masalah peran”: kamu selamanya tidak akan berperang sampai umat mempunyai harta [dengan segala macamnya] dan Rosul kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa kita akan memiliki harta dengan perang, maka kapan kita akan berperang?.
Dan siapakah yang mengatakan I’daad iqtishoodiy tidak bisa bersama dengan I’daad ‘askariy?!!! Dan apakah kamu akan meninggalkan sholat karena tidak mampu shoum?! Apakah kamu akan meninggalkan perang karena lemahnya I’laam?
Dan siapakah yang mengatakan bahwa perang itu tidak mungkin dilakukan tanpa I’daad ilaamiy dan iitishoodiy!? Bukankah perang melawan komunis di Afghanistan dimulai dengan 30 orang, dan sebelumnya kita di Hunain sangat banyak jumlah kita akan tetapi malah kekalahan yang kita dapatkan! Maka apa yang menghalangimu untuk berperang dan berusaha --- dengan apa yang Alloh mudahkan untukmu --- menyiarkan hak kamu?!
Apakah kita tidak malu memberikan semangat orang untuk bertani dengan alasan bangkit dibidang ekonomi supaya kita mampu berperang padahal Rosul kita Shallallhu ‘alaihi wa Sallam orang yang berpengalaman, terjaga dari kesalahan, bijaksana dan seimbang beliau mengatakan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihat alat pembajak berada di depan pintu seorang anshor:
“Alat ini tidak memasuki rumah suatu kaum kecuali pasti Alloh memasukkan kedalamnya kehinaan.” (HR. Al-Bukhoriy)
Perhatikan ! ketika beliau melihatnya beliau mengatakan seperti itu, padahal jihad ketika itu fardlu kifayah, dan kifayah ketika itu tercukupi, namun demikian beliau mengingatkan ! dan para ulama’ mengatakan: Sesungguhnya menyibukkan diri dengan pertanian ketika jihad itu fardlu ‘ain adalah penyebab kehinaan, padahal menurut istilah para mujaddid (pembaharu) pada zaman kita ini orang yang bekerja dalam pertanian itu mujahid --- model baru --- jika dia berniat I’daad, meskipun Robb kita telah memperingatkan kepada anshar yang meninggalkan jihad dan menyibukkan diri dengan pertanian dengan firmannya:
“Dan janganlah kalian campakkan diri kalian ke dalam kebinasaan dan berbuatlah ihsan sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.”
Dan kajilah kitab-kitab tafsir untuk meluruskan pemahaman ayat ini yang mengingatkan dan mengancam.
Dan bukankah generasi pertama yang tidak beralaskan kaki dan telanjang itu orang-orang yang kemajuannya tinggi --- dengan arti modern ---?! Sesungguhnya mereka dalam padangan orang-orang yang maju pada hari itu --- Persia --- adalah orang-orang gembel lagi bodoh yang keluar seperti binatang buas untuk mencari sesuap kehidupan, akan tetapi lantaran mereka berpegang dengan perintah Rosul mereka untuk berperang dan berjihad mereka berjalan meskipun mereka kehilangan kemajuan menurut pandangan orang-orang pada zaman mereka, maka kemajuan itu bukanlah hiasan-hiasan, orang-orang umawiyyun (Bani Umayah) yang menyeleweng --- secara umum --- dari petunjuk salaf yang sholih, apakah kita akan pandang mereka lantaran mereka sangat maju --- sesuai dengan pemahaman modern --- apakah kita akan memandang mereka lebih baik dari pada para pendahulunya? Dan apakah Al-Ma’mun yang seorang mu’tazilah itu lantaran kemajuannya dan keemasannya --- sebagaimana yang disebutkan dalam buku-buku sejarah di sekolahan-sekolahan --- apakah Ma’mun yang menyiksa pada ulama’ sunnah lantaran pemikirannya yang sesat itu lebih baik dari pada para pendahulunya? Dan apakah fathimiyyuun setelah mereka yang sangat maju di sisi keindahan dan seni Islam --- sebagaimana istilah mereka--- bukankah mereka itu orang-orang zindiq yang keluar dari Dienul Islam!! Begitulah mereka menurut para ulama’ Islam yang ahli sejarah seperti Adz-Dzahabiy, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, As-Sakhoowiy dan orang yang mengikuti mereka dengan baik dari kalangan ulamaa’us sunnah.
Bukankah al-hunuudu al-humru (orang-orang India yang merah-pent.) bangsa yang maju? Lalu bagaimana dia ketika menghadapi serangan-serangan Portugis dan Sepanyol? Bukankah orang-orang India bangsa yang maju, lalu apa manfaat kemajuannya dalam menghadapi Inggris? kalau logika kekuatan menguasai maka akan bisu kekuatan logika, dan apabila hadoorotul quwwah (kemajuan kekuatan) tinggi maka akan musnah quwwatul hadlooroh (kekuatan kemajuan)? dan apakah yang akan membebaskan negeri itu 50 orang dokter atau 50 orang askariy?!
Dan jika kalian jujur apakah kalian telah memberi motifasi kepada generasi baru untuk belajar Khoth Arab dengan segala bentuk seninya karena itu termasuk keindahan dan:
“Sesungguhnya Alloh itu indah mencintai keindahan.”
Ataukah kalian arahkan mereka -dengan kuat - ke semua arah yang membantu permasalah kekuatan yang menendang orang-orang yang menyerang dari luar daerah? Sendainya mereka jujur mereka pasti mengkonsentrasikan semua bidang kedokteran untuk hal-hal yang bermanfaat bagi mujahidin seperti luka yang besar dan … bukan persalinan dan KB!
Dan saya lontarkan pertanyaan kepada para penyembah kemajuan: Jika musuh menyerang daerahmu, apakah kamu akan keluar untuk memeranginya dengan kemampuan yang kamu miliki atau kamu lari untuk memnyiapkan kemajuan dan menyelesaikan sekolahmu? Dan adakah dalam Islam itu fanatisme daerah? Sesungguhnya negara Islam itu satu ! dan apakah akan kita katakan kepada athfaalu al-hijaaroh (anak-anak Palestina yang berperang dengan batu): Keluarlah kalian dan belajarlah perekonomian dan sosioligi karena peperangan kita adalah perang peradaban bukan perang senjata?!!
Dan seandainya Jepang melanggar perbatasannya, apa yang akan dia alami?! meskipun kemajuannya yang pesat dan perekonomiannya yang tinggi, maka apa yang akan dia dapatkan jika dia sampai sekarang mengikuti yang lain?
Bahkan keadaan kita sebagaimana keadaan pendahulu-pendahulu kita sejak runtuhnya Andalusia yaitu jihaad qitaaliy hukumnya wajib, terlebih lagi jihad-jihad yang lainnya, dan telah berlalu perkataan Syaikh Wahbiy Sulaiman Ghowijiy, dan beliau adalh seorang ulama’ mu’ashiriin dan dihadapan kalian ada dalil-dalil dan factor-faktor hukum, akan tetapi mereka itulah yang sebagaimana dikatakan: setiap zaman itu ada orang-orang bodoh yang menyelewengkan pengertian nash-nash, maka seandainya seorang muslim ahli atom yang murtad tidak akan dibunuh --- mungkin--- menurut mereka karena adanya perubahan kesibukan pada zaman kita dari pada zaman sahabat! Alasan mereka ini sama saja dengan alasan “zaman kita lain dengan zaman mereka”! dan “hukum itu berubah sesuai perubahan zaman” dan seolah-olah Robb kita lain dengan Robb salaf yang sholih!, sungguh Maha Tinggi Alloh dari orang-orang yang menebar kebohongan dengan Setinggi-tingginya.
Apakah orang-orang yang minum bir, memakai emas dan kawin mut’ah itu punya hujjah selain: “zaman kita lain dengan zaman mereka?!”
Maka kapankah kalian berlepas diri dari al-awwaliin (para pendahulu kita)?! Dan kalau bukan karena ulama’ kita yang terdahulu dan dan tulisan-tulisan mereka kita tidak dapat memahami Al-Qur’an dan Sunnah!
Apakah sikap Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu terhadap orang-orang murtad dan terhadap pasukan Usamah Radhiyallahu ‘anhu merupakan sikap fanatik yang dibenci atau teguh pendirian?! Ketika beliau mengatakan: “Demi Alloh! Seandainya mereka tidak menunaikan kepadaku ‘inaaq (seekor kambing betina sebagai zakat ternak-pent.) dan dalam riwayat lain ‘iqool (zakat unta dan kambing-pent.) yang pernah mereka tunaikan kepada Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pasti aku perangi mereka lantaran mereka tidak menunaikannya ….” (HR. Al-Bukhoriy)
Dan ketika beliau berkata: “Demi (dzat) yang tidak ada ilaah selainNya, seandainya anjing-anjing membawa lari kaki-kaki istri-istri Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam aku tidak akan menarik kembali pasukan Usamah yang telah disiapkan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan tidak akan aku turunkan bendera yang telah ditegakkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.” Seandainya terjadi pada kalian apa yang telah terjadi pada pada beliau maka apakah kalian akan tetap tegas sebagaimana beliau ataukah “setiap zaman itu mempunyai rijaal (pelaku-pelakunya sendiri-pent)?” apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki sedangkan nash-nash kalian selewengkan?!
Bukankah Islam itu: kamu serahkan ketundukanmu kepada Robbul ‘Alamiin!? Dialah yang menentukan kemaslahatan, bukan kamu, demi Alloh alangkah baiknya Roofi’ Ibnu Khojiij, seorang sahabat yang mempunyai pandangan yang tajam ketika beliau mengatakan: “…. Suatu hari datang kepada kami seorang dari pamanku lalu dia mengatakan: “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang sesuatu yang bermanfaat bagi kami, dan ketaatan kepada yang bermanfaat bagi kami, kami dilarang muhaaqolah pada (hasil) bumi….” Al-Muhaaqolah adalah jual beli tanaman sebelum ia layak (dipanen).
Dan apakah kamu menyangka dalam keadaan yang merata di negara-negara Arab seperti ini kamu akan dibiarkan meskipun satu kata Islam yang menimbulkan amalan nyata, padahal berapa banyak perkataan yang terbang bersama awan!!
Dan alangkah bijaksananya sebuah kalimat -seandainya kita memahaminya- yang mengatakan: “Sesungguhnya beban-beban Qu’uud (duduk) dari jihad yang berupa kerugian dan darah itu berlipat ganda dari pada beban-beban melaksanakan jihad.” Dan sungguh benar Syaikh Abdulloh Azzam rohimahulloh.
Dan apakah kamu mendapatkan dalam kitabulloh bahwa; dokter , insinyur, da’I, orang yang sudah nikah dan mahasiswa itu tidak apa-apa (meninggalkan jihad)?!
Maka,
“Wahai orang-orang yang beriman kenapa jika dikatakan kepada kalian keluarlah (berjihad) dijalah Alloh kalian cenderung ke bumi.”
Kemudian sesungguhnya orang yang adil yang mencermati kondisi dunia, dan persekongkolan orang-orang kafir dan antek-anteknya dari bangsa Arab yang bersekongkol (memusuhi) dienul Islam ia akan yakin --- tanpa ragu-ragu --- bahwa tidak ada penyelesaian tepat kecuali senapan dan tank --- meskipun (kalau kita pandang) dari sisi; obat yang terakhir itu kaiy (membakar dengan api) --- karena kita sudah bosan dengan perjalanan dan musyawarah, maka mustahil kekuatan logika dapat mengalahkan logika kekuatan;
Dan barat adalah kuburan keadilan, setiap kali
Ada tangan yang diangkat ia memperlihatkan pisau
Barat mengingkari Islam, dan sesungguhnya
Hanya dengan perdamaiannya yang semu ia menghinakan kita
Bagaimana kafir dengan Islam bisa bertemu
Antara keduanya wahai orang-orang yang terlena?
Aku tidak menyayangkan rencana barat
Akan tetapi aku menyayangkan muslim yang tertipu
Dan aku menyayangkan umat kita yang telah menapaki
Jalan kehinaan yang diiringi kebusukan
Wahai dewan keamanan yang menakutkan, sampai kapan
Kamu jadi taruhan para pedagang perang
Sampai kapan kamu rela hak-hak kita dirampas
Dari kita, barat menuntut kita dan tidak memberikan kepada kita
Wahai dewan yang berada di dunia kita, menjadi
Penyakit yang mesterius seperti tipes yang mewabah
Ketakutanmu mengadukan permasalahan kita yang
Tidak mendapatkan hak-hak darimu secara aman
Wahai perampas keamanan anak-anak, sampai kapan
Kamu akan menimpakan kepadanya rintihan demi rintihan
Samapai kapan engkau mempertuan hawa nafsumu
Dan menjadi kawan bagi kedzoliman yang mencekam
Wahai dewan keamanan, tunggulah Islam kami
Ia akan menampakkan kepadamu dan kepada kita semua timbangan petunjuk
Sesungguhnya aku melihatmu diambang kehancuran
Kamu akan terkubur di bawah reruntuhannya
Jika kamu ragu-ragu maka tanyakan kepada Fir’aun tentang
Tenggelamnya dalam lautan dan tanyakan tentang tenggelamnya Qorun dalam bumi!
Aku dipintal dalam silsilah pertunjukan
Pemainnya yang seniman tidak cakap memainkannya
Yang ini menyerang dan lain lari, dan yang ini
Meminta perlindungan dan memulai pergulatan
Sehingga apabila asap itu sirna, berlalulah
Luka kita dan diganti dengan penyakit kangker
Dan apabila srigala barat menjadi pemimpin kita
Dan apabila semua rijal (kaum laki-laki) kita telah kacau pemikirannya!
? 6- Sebagai perisai dari fitnah menjelang hari qiyamat:
Ketika Rosul menyebutkan fitnah yang hampir terjadi, beliau ditanya: Siapakah sebaik-baik orang ketika itu? Maka beliau menyebutkan bahwa orang yang terbaik adalah orang yang bersama dengan ternaknya dan menjauhi manusia kecuali dari kebaikan, dan…
“Orang yang memegang kepala kudanya ia menggentarkan musuh dan musuh menggentarkannya.” (HR. At-Tirmiidziy dan ia menghasankannya)
Hadits ini jelas bahwa yang dimaksud adalah perang dengan sesungguhnya dan bukan sekolah; dan Maha benar Robb kita yang mengatakan tentang al-mutakhollifiin (orang-orang yang tertinggal) dari jihad dengan alasan mereka takut terhadap fitnah (bencana-pent.)
“Ingatlah sebenarnya mereka itu terjerumus kedalam fitnah dan sesungguhnya jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang kafir.”
Maksudnya karena mereka meninggalkan jihad.
? 7- Karena jihad adalah dzirwatu sanamil Islam (puncak punuk Islam), dan punuknya onta adalah yang paling tinggi padanya maka tidak ada anjuran yang menyamai jihad, dan jihad adalah jalan untuk menghapus kesalahan-kesalahan, dan beramal ketika berjihad dilipat gandakan dari pada yang lainnya; dan ketika disebutkan peperangan kepada imamnya imam Ahmad bin Hambal, beliau menangis dan mengatakan: “Tidak ada suatu amalan kebaikan pun yang lebih utama dari padanya.” Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan: “Tidak ada sesuatupun yang menyamai perjumpaan dengan musuh; dan terlibat langsung dalam peperangan dengan jiwa raganya merupakan amalan yang paling afdhol; dan orang-orang yang memerangi musuh itulah orang-orang yang membela Islam dan membela sesuatu yang harus dijaga padanya, maka amalan apa yang lebih utama dari padanya?!” sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mughniy karangan Ibnu Qudamah VIII/348-349
Dan Ibnu Taimiyah berkata: “Dan begitulah para ulama’ telah bersepakat --- sejauh yang saya tahu --- bahwasanya tidak ada amalan tathowwu’ yang lebih afdlol dari pada jihad, maka jihad itu lebih afdlol dari pada shoum tathowwu’ dan lebih afdlol ddari pada sholat tathowwu’.” Lalu bagaimana jika jihad itu fardlu ‘ain.?!!
Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab Fathu `l-Bariy pada awal kitab Al-Jihad: “Berkata Ibnu Daqiiq Al-‘Ied; Qiyas menunjukkan bahwa jihad itu merupakan amalan yang paling afdlol dari pada amalan-amalan yang merupakan sarana, karena jihad itu merupakan wasilah untuk menyiarkan dan menyebarkan dien dan memadamkan dan menolak kekafiran, maka keutamaan jihad sesuai dengan keutamaan amalan itu.”
Dan berikut ini tambahan keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta siroh para tabi’ien:
Dari Al Qur’an:
“Tidaklah sama orang-orang beriman yang qoo’iduun selain ulidh dhoror dan mujahidin fii sabiilillaah dengan harta dan jiwa raga mereka, Alloh lebih mengutamakan derajat mujahidin diatas qoo’uduun …” (Surat An-Nisa’)
Maka apakah masih ada yang lebih jelas dari pada ayat ini.?
“Apakah kalian menjadikan memberi air minum orang haji dan memakmurkan masjidil harom itu sebagaimana orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir dan berjihad fii sabiilillaah, mereka itu tidaklah sama di sisi Alloh …” (Surat At-Taubah)
Maka apakah amalanmu dinegerimu itu menyamai amalan memberi air minum orang haji dan ..?! lalu kalau begitu bagaimana bisa menyamai perang?
Dari As-Sunnah:
Dalam Shohih Muslim 1878: (Para sahabat yang bertanya,”Wahai Rosululloh tunjukkan padaku sebuah amalan yang bisa menyamai jihad fii sabiilillaah !!”. Beliau menjawab,”Kalian tidak akan bisa melaksanakannya.” Maka mereka mengulanginya dua atau tiga kali, dan setiap kali beliau ditanya beliau menjawab: “Kalian tidak akan bisa melaksanakannya.” Kemudian beliau bersabda:
“Permisalan seorang mujahid adalah sebagai mana orang yang shoum, sholat dan membaca ayat-ayat Alloh dengan khusyu’, ia tidak berhenti dari sholat dan shoumnya sampai mujahid itu pulang.” Riwayatnya berbunyi begini: “Kalian tidak akan mampu melaksanakannya” dan ini adalah secara bahasa.
“Sesungguhnya permisalan mujahid fii sabiilillah itu --- dan Alloh Maha Mengetahui dengan orang yang berjihad di jalanNya --- seperti orang yang shoum, shlolat dengan khusyu’, ruku’ dan sujud.” An-Nasaa’iy dan ini adalah hadits shohih.
?? ????? ??????? ?? ???? ???? ? ????? ???? ??? ????? ?? ????? ? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ??????
Sesungguhnya permisalan mujahid fi sabilillah –dan Allah Maha Tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya- bagaikan seorang yang berdiri (sholat), puasa, penuh khusyu’, ruku’ dan sujud (HR Nasai, shahih)
Apakah kalian berani mengatakan amalan tersebut pada dirimu wahai kamu yang duduk di negerimu dan mengaku sebagai mujahid?!. Jadi bagaimana kamu mengata-kan tentang amalmu di sini bahwa amalmu tersebut merupakan bentuk I’dad yang lebih baik daripada I’dad perang dengan senjata?!
Pada Shahih bukhari “Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku amal yang menandingi jihad”, beliau berkata: “Saya tidak mendapatinya”, kemudian beliau berkata: “Apakah kamu mampu jika seorang mujahid keluar kamu masuk mesjidmu lalu berdiri shalat tanpa berhenti sekaligus puasa tanpa berbuka?”, orang itu berkata: “Siapa yang dapat melakukan itu?”.
Mereka adalah para shahabat namun toh tidak mampu melakukan suatu amalan yang dapat menandingi jihad padahal mereka mempunyai semangat beramal yang tinggi dan keutamaan sebagai shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lantas bagaimana dengan kita?
Dalam riwayat Tirmidzi, Nasa’I serta hakim dan Hadits tersebut Hasan “Maukah kalian kuberitahukan manusia terbaik kedudukannya?” Kami menjawab: “Mau Yaa Rasulullah”, Beliau bersabda, “yaitu Seorang laki laki yang memegang kepala kudanya di jalan Allah hingga meninggal atau terbunuh……” Beliau tidak mengatakan: yang memegang kepala pena untuk mengarang, atau membantah syubhat syubhat serta untuk menjawab soal soal dalam ujian. Padahal ini adalah pada saat jihad FARDHU KIFAYAH lantas bagaimana pada saat FARDHU “AIN?
Rasulullah ditanya: “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan RasulNya”, lalu ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau bersabda, “Jihad di jalan Allah” (Bukhari 26 Muslim 93)
“Manusia Apa yang paling utama?” Beliau bersabda: “Seorang laki laki yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya” (Muttafaqun ‘alaihi)
Beliau ditanya: “orang mukmin bagaimana yang paling sempurna imannya”. Beliau bersabda: “yang berjihad dengan jiwa dan hartanya dan seseorang laki laki …” (muttafaqun’alaihi)
Pada Bukhari, Aisyah Radhiallahu ‘anha bertanya: “Yaa Rasulullah kami memandang jihad sebagai amalan paling utama, tidakkah kami berjihad?” …
Pada Bukhari dan Muslim: “Seorang laki laki mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seraya bertanya: “Manusia apa yang paling utama?” Beliau bersabda: ”Mukmin yang berjihad dengan jiwa dan hartanya dijalan Allah”, Orang itu bertanya, “kemudian siapa?” …
Pada Tirmidzi, Hakim dan Baihaqy bahwa beberapa orang Shahabat Rasulullah Shllallahu ‘alaihi wa Sallam duduk seraya berkata: “Seandainya kita mengetahui amal apa yang paling Allah cintai mestilah kita lakukan”, maka Allah Azza wa Jallaa menurunkan ayat: “Sesungguhnya Allah mencintai orang – orang yang berperang di jalanNya dengan berbaris bagaikan bangunan yang kokoh” (QS Shaff). Hadits ini Shahih
Ketika beberapa orang berselisih tentang amalan apa yang paling utama: memberi minum orang Haji atau memakmurkan masjidil haram ataukah jihad dijalan Allah, Maka turunlah firman Allah ta’ala: “Apakah memberi minum orang haji dan memakmurkan masjidil haram itu kalian jadikan sama dengan oraang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad di jalan Allah. Mereka tidaklah sama di sisi Allah dan Allah tidak menunjuki kaum yang dhalim” (QS at taubah: 21) (diriwayatkan oleh Muslim no 1879). Apakah amalmu di sini menandingi amal memakmurkan masjidil haram?
Ketika Seorang laki laki datang di Shaf shalat seraya berdoa: “Yaa Allah berikanlah kepadaku seutama utama karunai yang engkau berikan kepada hamba hambamu yang shaleh”, maka Nabi bertanya, “siapakah yang berbicara tadi? . . . kalau begitu kudamu akan dilukai dan kamu akan terbunuh sebagai syahid di jalan Allah . . .” (Riwayat Bazzar dan rijal(sanad)nya tsiqoh). Nabi tidak bersabda: “Jadi engkau akan meraih rangking pertama atau engkau akan dibolehkan menulis suatu makalah di Koran pemerintah!”
Bukankan Rasul kita bersabda: “Berdirinya seseorang di barisan untuk berperang lebih baik dari pada berdiri (sholat) selama 60 tahun”. (HR Ahmad, tirmidzi, Hakim dan Hadits Shahih). Apakah engkau memandang bahwa keberadaan-mu disini di negerimu untuk study materi ujian itu lebih baik dari pada berdiri shalat selama 60 tahun? Dalam riwayat Hakim disebutkan: “ibadah” gantinya ”berdiri”, hadits tersebut shahih.
Ketika seorang shahabat meminta pendapat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menetap disuatu tempat untuk beribadah kepada Allah dan menyingkir dari manusia maka beliau Asshoodiqul Masduq menyarankannya:”jangan kau lakukan. Sungguh berdirinya seorang kalian dijalan Allah lebih utama dari shalatnya di rumahnya selama 70 tahun. . .” (HR Tirmidzi dan Hakim. Hadits hasan)
“ Demi yang jiwa Muhammad berada ditanganNya, Tidaklah wajah pucat, tidak pula kaki berdebu karena amalan yang dilakukan untuk mencari derajat akhirat setelah shalat fardhu sebagaimana halnya jihad di jalan Allah. Tidak pula berat timbangan seorang hamba sebagaimana halnya hewan yang diinfaqkan dijalan Allah atau yang dijadikan tunggangan (angkutan) di jalan Allah”. (Hadits Hasan Riwayat Ahmad). Lantas bagaimana halnya sedang jihad pada hari ini adalah fardu ‘ain menurut kesepakatan para fuqaha?
“Seandainya engkau infaqkan seluruh apa yang ada dibumi niscaya engkau tidak akan dapat mencapai pahala Ghodwah (berangkat pagi pagi untuk berperang) mereka!” (Diriwayatkan oleh Ahmad). Hadits ini Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lontarkan kepada seorang shahabat lantaran ketinggalan berangkat dari Regu Patroli (Sariyah) demi menghadiri khotbah Jum’at Rasul Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam. Shahabat tersebut berkata: “saya sengaja ketinggalan supaya dapat shalat Jum’at bersama Rasul Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, kemudian saya akan menyusul mereka”. Dalam riwayat Ahmad juga, Shahabat tersebut berkata: “Saya sengaja ketinggalan supaya dapat shalat bersama Rasul Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam kemudian menyalami Beliau dan mengucapkan perpisahan kepada Beliau sehingga Beliau mendoakan saya dengan do’a yang akan menjadi keutamaan di hari kiamat . . .” Maka Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda kepadanya: ”Tahukah kamu berapa pahala yang lebih dahulu diperoleh rekan rekanmu? . . . “Demi yang jiwaku berada ditanganNya Sungguh mereka telah lebih dulu mendahuluimu dalam keutamaan sejauh antara ujung Barat dan Ujung Timur !!!” (Rijal (sanad)nya Tsiqoh hanya seorang saja yang diperselisihkan. Sedang ia menurut Ibnul Mubarak termasuk Mursal Hasan)
Apakah kalian hendak meninggalkan amal kalian demi untuk melihat Rasul kalian – jika beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam hidup di tengah kita – ataukah tidak? Jika jawabannya: Ya, berarti amal kalian di sini di bawah tingkatan PERANG sebab berangkat keluar bersama regu patroli (sariyah) itu lebih penting dari pada sekedar melihat Rasul Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam. Bahkan kalian ini – sebagaimana yang tampak – seandainya ada kontrak kerja yang menggiurkan disebuah Negara teluk pastilah akan kalian tinggalkan I’dad kalian yang SEMU itu dan pandangan kalian akan tertuju pada harta. Lantas dimana JIHAD yang kalian ANGGAP itu?!!!!
Bunyi hadits yang Sharih (gamblang): “Maukah kamu ku (Rasul) beritahukan pokok seluruh urusan, tiangnya dan puncak tertingginya?...”, Beliau bersabda: “Pokok urusan adalah Islam, Tiangnya adalah Shalat dan Puncak tertingginya adalah JIHAD”. Hadits hasan Shahih. Maksud jihad di sini apakah maknanya PERANG ataukah jihad dengan membagi bagi kaset, mengikuti berita terakhir, menanti nanti ceramah dan makalah? Dan Punuk sesuatu ada yang paling tinggi lantas bagaimana anda menganggap bahwa sesuatu selain jihad itu sebagai puncak sekarang ini?!! Dalam sebuah hadits yang lafalnya lemah pada Thabrani: “Puncak tertinggi Islam adalah Jihad tidak dicapai melainkan mereka yang paling utama”
“Orang yang gugur ada tiga yaitu: Seorang laki laki mukmin yang berjihad dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah hingga ketika ia menjumpai musuh ia perangi mereka hingga terbunuh maka itulah syahid yang Mumtahan berada di jannah Allah di bawah Arsy, tidaklah para Nabi mengunggulinya melainkan dengan derajat kenabian saja. Dan (kedua) Seorang yang mengkhawatirkan dirinya dari dosa dan kesalahan dia berjihad dengan jiwa dan hartanya di Jalan Allah hingga saat menjumpai musuh ia perangi hingga terbunuh. Syahidnya Mumashmishah menggugurkan dosa dosa dan kesalahannya. Sesungguhnya pedang itu penghapus dosa. Ia dimasukkan dari pintu pintu jannah mana saja yang ia suka. Sesungguhnya Jannah itu mempunyai 8 pintu sedangkan Jahannam mempunyai 7 pintu. Satu pintu lebih utama dari pada sebagian yang lain. Dan . . .” Riwayat Ahmad dengan sanad Jayyid. Mumtahan maksudnya adalah benar benar lapang dada sedang Mumashmishah maksudnya yang menghapuskan.
Apakah engkau berani mendakwakan bahwa amalmu dapat menghapuskan dosa??!! Lantas bagaimana anda berani lancang menegaskan bahwa amalmu disini yang berupa study atau niaga . . . itu lebih afdhal daripada perang dengan senjata?
Cukuplah bagimu bahwa pahala mujahid disana itu dilipatgandakan sampai dalam hal tertawanya dan perbuatan-perbuatannya yang mubah. Bahkan tidurnya mujahid itu lebih utama daripada shalat malamnya orang yang selain Mujahid dan puasanya disiang hari. Dan orang yang berbuka tidak puasa dijalan Allah itu seperti orang yang berpuasa diluar kondisi jihad. Demikianlah yang dikatakan oleh Abu Hurairah sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Mubarak dalam kitabul Jihad Juz I/95.
Dalam Hadits: ”Perang itu ada dua macam; adapun orang yang (berjihad) mencari wajah Allah, mentaati komandan, membelanjakan harta berharga, mempermudah terhadap kawan dan menjauhi kerusakan maka tidur dan terjaganya berpahala semuanya…” (Riwayat Abu Daud dan Nasa’I. Hadits Shahih). Lantas apakah tidur dan terjagamu disini berpahala semua??!! Apakah anda dapat menyatakannya kepada Mahasiswa Ekonomi atau Pertanian atau . . . Kenapa kalian ini?? Bagaimana kalian berpikir???
LIHATLAH DAGANGAN DAGANGAN YANG MENGGIURKAN INI:
“Tidaklah seseorang terluka dijalan Allah – dan Allah Maha Tahu siapa yang terluka dijalan Allah – melainkan datang pada hari kiamat dalam kondisi lukanya mengucur, warnanya warna darah sedang baunya wangi kesturi” Muttafaqun ‘alaihi. Apakah anda menyangka bahwa jika anda terluka saat anda berjihad (??!!) di negaramu di tengah kitab-kitabmu, atau di tengah daganganmu, sekolahmu atau kampusmu, Apakah kamu menyangka bahwa dirimu mencapai derajat MUQATIL (petempur) di medan peperangan???!!!!! Padahal pahala ini saat JIHAD FARDHU KIFAYAH lantas Bagaimana saat FARDHU ‘AIN??!!
“Barang siapa berpuasa sehari Fii Sabilillah, akan Allah jauhkan wajahnya dari api Neraka sejauh tujuh puluh musim gugur (tahun)” Muttafaqun ‘alaihi. Pahala ini hanyalah di MEDAN JIHAD saja. Lantas apakah anda berani LANCANG mengatakan bahwa puasamu disini mendapatkan pahala yang sama atau lebih tinggi sebab anda memandang berpangku tanganmu dari medan medan perang itu lebih bermanfaat bagi kaum muslimin dan lebih membuat ridho Rabbul ‘alamin???!!!
“…Barang siapa meluncurkan satu anak panah di jalan Allah maka ia sebanding pahala memerdekakan seorang budak…” (HR. Ahmad,Tirmidzi dengan sanad Shahih). Maka betapa besarnya pahala sebutir tembakan pistol sebagaimana memerdekakan seorang budak. Padahal: “Siapa yang memerdekakan seorang budak muslim maka akan Allah merdekakan dirinya dengan sejumlah anggota badan budak tersebut dari Neraka…“. (Muttafaqun ‘alihi)
“…Barangsiapa meluncurkan satu anak panah Fii Sabilillah lalu mencapai musuh atau tidak maka ia mendapatkan pahala sebagaimana memerdekakan seorang budak. Dan siapa memerdekakan budak muslim maka akan menjadi tebusannya di Neraka, satu anggota tubuh dengan satu anggota tubuh”. (HR Nasa’I dengan sanad Shahih). Maka sekedar meluncurkan saja mendapatkan pahala sekalipun tidak mencapai sasaran lantas apakah studimu itu mendapatkan jaminan pahala entah anda lulus atau tidak??!!!
“…Sesungguhnya dengan satu anak panah Allah memasukkan tiga orang ke Jannah: Pembuatnya yang meniatkan kebaikan ketika membuat, yang meluncurkan-nya, dan yang menyerahkannya…“. (Hadits Shahih riwayat Abu Daud). Apakah anda mendapati pahala seperti itu di sekolah sekolah, kampus kampus atau profesi apapun???!!!
“Barangsiapa memelihara seekor kuda dijalan Allah karena iman kepada Allah dan membenarkan janjinya maka kenyangnya kuda itu, puasnya minum, kotoran dan kencingnya dalam timbangan kebaikan pada hari kiamat” (HR Bukhari). Lantas apakah anda memandang bahwa bensin mobilmu, olienya, mesinnya itu dalam timbangan kebaikanmu padahal anda berada di sini, di negeri anda sebagaimana pahala-pahala yang engkau harapkan di dalam perang??!!
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam ditanya tentang pahala Ribath beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda: “Barang siapa ribath semalam, demi menjaga kaum muslimin ia mendapatkan pahala orang orang dibelakangnya yang melakukan shoum dan Sholat”. Rijalnya tsiqah dan dengan sanad Jayyid (bagus) menurut Thabrani.
“Ribath sehari semalam lebih baik dari puasa dan berdiri shalat selama sebulan…“. (HR Muslim). Bahkan yang lebih utama lagi dari ini: “Barang siapa ribath semalam di jalan Allah mendapatkan pahala sebagaimana seribu malam yang dilalui dengan shiam dan shalat” (Disyahkan oleh hakim dan disepakati oleh Dzahabi). Bahkan yang lebih utama dari ini, “Berdiri sesaat Fii Sabilillah lebih baik dari Shalat di malam lailatul Qadr di Hajar Aswad”. (Riwayat Ibnu Hibban, Hadits Hasan). Padahal malam Lailatul Qadr itu lebih baik dari 1000 bulan lantas apakah anda masih menyangka bahwa studimu untuk ujian di malam Lailatul Qadr itu lebih baik dari melakukan Ibadah pada malam tersebut? Kemudian di malam itu kemanakah anda pergi? Apakah anda berkutat di meja belajarmu ataukah anda pergi ke suatu masjid untuk menghidupkan Lailatul Qadr???!!!
Akan tetapi Ribath semalam - tidak diragukan lagi – itu lebih baik dari malam Lailatul Qadr di Hajar Aswad, Apakah anda berani LANCANG mengatakan pahala ini dengan Ribath mu!!! Dibangku sekolah???!!!
“Maukah kalian kuberitahukan suatu malam yang lebih utama dari malam Lailatul Qadr?? (yaitu) seorang yang berjaga – jaga didaerah menakutkan, yang barang kali ia tidak kembali lagi kepada keluarganya”. (Diriwayatkan Hakim, Baihaqy, Hadits menurut Syarat Bukhari)
PENGIKUT BELIAU Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam DENGAN SETIA
? 8. Kenapa mesti berperang? Karena para sahabat seluruhnya –mereka itu lebih faqih dari pada kita dan lebih rakus terhadap kebaikan dari pada kita– adalah orang orang yang sangat tamak terhadap peperangan.
Bahkan mereka jika tidak mendapati sarana yang dapat menyampaikan mereka ke medan perang maka merekapun berlinangan air mata. Maka jadilah perang itu maksud utama sebelum mengumpulkan harta untuk jihad. Kita pun tidak boleh lupa bahwa jihad pada masa mereka adalah fardlu kifayah.
Para sahabat berulang ulang melantunkan, ”Kami adalah orang–orang yang berbaiat kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selama hidup di kandung badan”. (HR Bukhari). Adapun kita maka bahasa keadaan kita menyatakan; kami adalah orang orang yang berbaiat kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam atas omongan selama hayat di kandung badan, atas kisah kisah dan periwayatan, atas masuk perkuliahan atas mencari anak perempuan selama hayat di kandung badan.
Apakah setiap orang di kalangan sahabat mendambakan mati syahid (syahadah) di jalan Allah ataukah SYAHADAH (baca IJAZAH) Ekonomi, atau Geographi atau Kedokteran? Padahal Syahadah (mati Syahid) tidak akan datang melainkan dengan usaha mencari carinya, “Mencari terbunuh atau maut sebagaimana yang disangka”. HR Muslim. Ataukah SYAHADAH (baca IJAZAH) universitas sudah menjadi syahadah fii Sabilillah dengan makna lebih khusus?!
Lihatlah kepada Haji Wada’ ! Di sana terdapat lebih dari 10.000 shahabat dengan perkiraan minimal sedangkan yang dikubur di Baqi sekitar 250 shahabat saja atau kurang lantas di mana sisanya??!! Akan kau lihat minimal mereka berada di bumi Jihad. Silahkan buka sendiri kitab kitab Biografi. Maka yang terkubur di Baqi’ amatlah sedikit dibanding jumlah total sahabat. Akan kau lihat shahabat shahabat pilihan telah keluar menuju ROMAHORMUZ, KHAWARIZM, INDIA, CHINA, DAN AFRIKA UTARA . . .
Lihatlah pada Perang Tabuk! Ketika jihad berubah menjadi Fardhu ‘ain dengan adanya ISTINFAR (mobilisasi umum) dari imam atas seluruh manusia lihat berapa orang mukmin yang tertinggal tidak berangkat? !! TIGA ORANG SAJA dari 30.000 pasukan. Jika anda mau rugi jadilah saja dari kelompok tiga orang itu. ! ! !
Kemudian bandingkan antara mereka dengan kita.! Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berangkat keluar lantaran sekedar mendengar bahwa Romawi sedang melakukan konspirasi jahat terhadap Beliau. Padahal saat itu adalah masa masa yang sangat sulit. Dan orang-orang yang menangis yang tidak mendapatkan kendaraan yang mengangkut, mereka datang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (supaya diberangkatkan, pent-) lantas di manakah kalian wahai orang orang yang menangis pada hari ini!!!??? Di manakah orang yang bersegera mempertahankan negeri negeri kaum muslimin yang diancam oleh Amerika atau benar benar telah digempur olehnya atau negeri negeri yang diancam oleh Rusia??
Apakah dengan mendermakan hartanya lantas menjadikan Shahabat Usman Radhiyallahu ‘anhu tidak perlu lagi untuk keluar sendiri dengan jiwanya pada perang yang sulit ini!!!??
Contoh contoh dari kehidupan para shahabat jauh untuk bisa dibilang. Percayalah pada saya.
Inilah Ubadah bin Shomit Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Muqauqis Mesir penguasa bangsa Qibthy” . . . Tiada seorangpun dari kami melainkan ia berdoa kepada Rabbnya setiap pagi dan petang untuk dikaruniai mati Syahid dan agar tidak dikembalikan ke negerinya atau kampung halamannya ataupun kepada keluarganya dan anak anaknya. Tidak ada seorangpun dari kami yang masih mempunyai OBSESI dibelakangnya. Masing masing dari kami telah menitipkan keluarga dan anak anaknya kepada Rabbnya, adapun OBSESI kami hanyalah apa yang ada di depan kami”. (Dari kitab Futuh Misr wa Akhbariha)
Bahkan sebelum ini, telah terjadi pembantaian dahsyat terhadap para Qurra’ (penghafal Qur’an). Mereka adalah shahabat-shahabat pilihan dan bukannya shahabat jelata – padahal memang tidak ada jelata di antara mereka - . Dan itu terjadi pada peperangan Riddah sampai sampai para Shahabat khawatir hilangnya Qur’an!!!. Jadi para shahabat pilihan semua adalah para PETEMPUR bukannya orang orang STUDY saja. Adalah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berpandangan dengan solusi militer untuk melumpuhkan golongan murtadin sedang mayoritas shahabat dipelopori Umar Radhiyallahu ‘anhu menginginkan langkah awal dalam bentuk solusi damai dengan menda’wahi mereka, karena berharap menjaga keuntungan da’wah dari lenyapnya. Dan sejarah membuktikan kebenaran pendapat Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu padahal Beliau sendirian!!!
Bukankah sebagian Anshar berkata: ”Yaa Rasulullah . . . !! Kami tidak akan mengatakan kepadamu sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa Alaihi sallam: “Berangkatlah engkau dengan Rabbmu sendiri dan berperanglah kalian berdua sesungguhnya kami adalah orang yang duduk disini saja” Bukankah Sa’ad bin Ubadah berkata: “Demi yang Jiwaku berada ditanganNya !!. Seandainya engkau perintahkan kepada kami untuk mengarungi lautan pastilah kami akan mengarungi-nya….”. Dalam riwayat Ibnu Mardawaih: “. . . Maka sambunglah tali kepada siapa yang kau suka dan putuslah tali kepada siapa saja yang kau suka, Musuhilah siapa saja yang engkau suka dan berdamailah kepada siap saja yang engkau suka. Ambil-lah dari harta kami sesukamu”.
Sebelum ini, Ja’far Radhiyallahu ‘anhu mengambil dua sayap untuk berterbangan di Jannah. Apakah hal itu lantaran ia mempelajari atau mengajarkan EKONOMI lalu dapat memberikan manfaat pada kaum muslimin!!! ”Aku melihat Ja’far bin Abi Thalib sebagai malaikat yang beterbangan di Jannah, mempunyai dua sayap untuk terbang ke mana ia suka yang ujung ujungnya berlumuran darah” (HR Thabrani dengan dua sanad, salah satunya Hasan). Dalam satu riwayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Putranya: ”Selamat atasmu wahai Abdullah bin Ja’far , ayahmu terbang bersama malaikat di langit” Ja’far Radhiyallahu ‘anhu dialah orang yang berkata: ”Betapa indahnya Jannah dan betapa dekatnya. Ia Sangat indah lagi sejuk minumannya”.
Bukankah ‘Ammar berperang pada Perang Shiffin ketika BERUMUR 90 tahun!! Ia berkata; ”Siapa yang senang dipeluk bidadari maka hendaklah ia maju diantara dua pasukan dengan penuh harap pahala” (HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad Shahih). Dan sebelumnya pada perang Yamamah, Ibnu Umar menceritakan kepada kita; ”Aku melihat Ammar pada perang Yamamah diatas sebuah batu dengan menonjolkan diri ia berteriak; Wahai segenap kaum muslimin apakah kalian hendak lari dari Jannah!!??? Aku adalah Ammar bin Yasir kemarilah kepadaku! Sedang aku melihat telinganya telah terpotong dengan tergantung sedang ia tetap bertempur dengan dahsyatnya” . (HR Ibnu Saad)
Bukankah Tsabits bin Qais bertahanuth (siap-siap mati) pada perang Yamamah seraya berkata; ”Tidaklah demikian kami berbuat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Amatlah buruk kebiasaan yang kalian contohkan kepada rekan rekan kalian”. (Riwayat Bukhari, lalu iapun bertempur sampai gugur)
Bukankah Abu Sofyan Radhiyallahu ‘anhu mengobarkan semangat perang padahal telah berumur 70 tahun??!!
Bukankah sebagian besar wilayah Uni Sofyet ditaklukkan pada Zaman Umar Radhiyallahu ‘anhu dan Utsman, Gerangan apakah yang mendorong mereka??: Perjalanan yang dekat ataukah piknik yang menyenangkan??!! Tidak, Demi Allah ia hanyalah sebuah sikap mendengar dan taat kepada Rabbul ‘alamin dan Rasulnya Al-Amin, serta kerinduan kepada Jannatun Na’im. Inilah Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu bertahan selam 7 bulan di depan Romahurmuz sedangkan salju mennutupi seluruh wilayah. Demikian pula Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu bertahan selam 2 tahun di Kabul sedangkan salju menutupi daerah tersebut pada sebagian besar musim dingin.
Bukankah Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu anhu tetep bersemangat mendapat fadhilah jihad kendati dua matanya buta dengan menjaga barang-barang logistik dan memegang panji…?! (Disebutkan oleh Qurthuby dalam tafsirnya 8/151)
Bukankah Yaman (ayah sahabat Hudzaifah) dan Tsabit bin Qais Radhiyallahu ‘anhu bertempur di Uhud kendati keduanya telah lanjut usia, dan kendati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keduanya uzur dan menempatkan keduanya bersama wanita di barisan belakang pasukan?
Dan berapa kalikah Umar bertekad untuk turut keluar perang lalu ditahan oleh para sahabat demi khilafah padahal jihad semasa mereka adalah fardhu kifayah.
Bukankah Abu Ubaidah mengisyaratkan sikap kurang mereka (terhadap jihad) ketika ia tulis surat kepada Umar di Madinah; “Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia itu hanyalah maian-main dan sebdau gurau…” sampai firman-Nya “..kenikmatan yang semu” lantas Umar keluar membawa suratnya dan dibacakan di atas mimbar seraya berkata: “Wahai sekalian penduduk Madinah! Abu Ubaidah menyindir kalian ataukah kepadaku? Cintailah jihad.” (Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarok dan sanadnya kuat)
Bukankah Khalid ibnul Walid memburu kematian agar terbunuh sebagaimana sangkaannya namun tidak jua terbunuh?! Lantas kenapa mesti takut?! Bukankah ia terangkan kepada dedengkot-dedengkot kekafiran, “Aku datang kepada kalian dengan membawa suatu kaum yang mencintai maut sebagaimana kalian mencintai hidup” lantas kenapa gerangan ayat telah berubah pada hari ini wahai mujahidin(!!) (di) universitas-universitas, rihlah-rihlah, seminar-seminar, pesta-pesat dan semua yang bersifat damai adem ayem yang tidak ada penumpahan darah?! Duhai kiranya kalian dapat mencapai kemenangan sekalipun dengan menggentarkan musuh?!
Inilah Amru bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu, seorang tua lanjut usia lagi pincang, ia tidak turut perang Badar karena kepincangannya. Maka tatkala perang Uhud, ia suruh anak-anaknya untuk membawanya turut keluar maka mereka memberinya alasan untuk tidak usah berperang. Lantas ia katakan pada mereka; “mustahil!! Kalian telah mencegahku dari jannah pada perang Badar dan kalian hendak mencegahku dari Uhud?!”
Inilah Umeir bin Hammam memakan beberapa biji korma sebelum perang lalu berkata: “jika aku hidup hingga menghabiskan korma-korma ini sungguh merupakan kehidupan yang amat panjang!” Lalu ia lemparkan korma yang ada padanya kemudian memerangi mereka hingga gugur” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Imam Qurthuby menyebutkan (8/150) bahwa Abu Tholhah membaca ayat: “Berangkatlah kalian berperang baik merasa ringan maupun berat” lalu ia katakan: “Wahai putra-putraku! Ambilkanlah persiapan perang untukku. Maka anak-anaknya mengatakan: “Semoga Allah merahmatimu! Engkau telah berperang bersama Nabi sampai wafatnya, lalu bersama Abu Bakar sampai meninggalnya lalu bersama Umar sampai meninggalnya. Sedang kamilah yang berperang menggantimu”. Ia katakan “Tidak” berikanlah persiapan perang untukku” maka ia berperang di laut dan meninggal di lautan sehingga mereka tidak mendapati suatu pulau untuk menguburkannya melainkan setelah lewat tujuh hari maka mereka menguburkannya dengan tidak berubah kondisinya.
Dikatakan kepada Miqdad bin Aswad ketika ia siap-siap untuk perang; “Allah telah memaafkanmu” maka ia katakan; “Bahuuts telah mendorongku” yakni surat At Taubah. Sebab surat tersebut membahas kaum munafiqin dan membongkar borok mereka (disebutkan oleh Qurthuby).
Nabi Shallallahu ‘aalaihi wa sallam bertanya kepada sahabat usai salah satu peperangan: “Apakah kalian kehilangan seseorang” mereka menajwab “Tidak” maka beliau bersabda: “Akan tetapi aku kehilangan Julaibib” lantas mereka mencarinya dan ternyata ia telah gugur dan di sekitarnya terbunuh 7 orang musyrik. Maka beliau bersabda: “Ia berhasil membunuh 7 orang kemudian mereka membunuhnya! Orang ini dariku dan akupun darinya” lalu beliau letakkan di atas kedua lengannya….;lihat ! beliau tidak bersabda: “Ia telah menulis 7 buku…ataupun ia punya 7 kajian (pengajian) antara waktu maghrib dan Isya’!
Sedang yang lain dengan penampilan lusuh, mendengar Abu Musa Al ‘Asy’ary Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam: “Sesungguhnya pintu-pintu jannah di baawah naungan pedang” Lantas orang itu berkata: “Wahai Abu Musa benarkah anda mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda demikian? Ia jawab: “Ya” maka orang itu kembali ke rekan-rekannya lalu mengucapkan salam kepada mereka dan ia pecahkan sarung pedangnya lalu ia buang kemudian ia berjalan ke musuh dengan membawa pedangnya. Lalu ia tebaskan ke musuh hingga gugur” Riwayat Muslim
Milik Allah-lah permata para saahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik! Betapa cepatnya mereka memenuhi seruan dan betapa semangatnya mereka terhadap jihad! Duhai amat memalukan kita ini! Kita kumpulkan ratusan alasan dalam rangka menolak puluhan ayat dan hadits dan supaya kita masih bertanya-tanya dengan nada mengingkari: “Kenapa mesti berjihad?! Sedang seorang badui tadi sekedar mendengar satu ayat atau satu hadits saja lalu langsung keluar tanpa menoleh ke seorangpun
Inilah Mak-hul dari kalangan ulama’ tabi’ien. Ia menghadap qiblat lalu bersumpah 10 kali bahwa perang wajib atas kalian wahai kaum muslimin. Kemudian ia katakan: “Jika kalian mau, akan saya tambah lagi” yakni tambah sumpah. Diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq 5/174
Inilah Said bin Musayyib Rohimahullah dari kalangan 7 fuqoha Madinah, ia berangkat perang dalam kondisi salah satu matanya telah buta. Lalu ditanyakan: “Sesungguhnya anda cacat” maka ia berkata: “Allah memerintahkan berangkat secara umum baik dengan ringan maupuin berat. Jika tidak memungkinkan lagi aku berperang maka aku turut memperbanyak jumlah dan menjaga perbekalan” Disebutkan oleh Qurthuby 8/151. Adapun kita malah menyarankan untuk memperbanyak jumlah di fakultas-fakultas syariah dan Azhar !
Bahkan jika engkau melihat biografi-biografi orang-orang dahulu, niscaya engkau akan dapati pertama kali yang disebutkan adalah “ia turut dalam seluruh peperangan” atau “ia tidak pernah absen dari satu perangpun” atau…maka keikutsertaan dalam peperangan menjadi suatu yang dibanggakan sedang absen dari perang itu sebagai celaan.
Demikianlah perjalanan jihad terus berlanjut bersama pengikut shahabat yang baik seperti Ulama lagi Mujahid, Asad bin Furat, Qutaibah bin Muslim Al-Bahily, Muhammad bin Qasim sang Penakluk China dan Uqbah bin Nafi’ ketika berbicara di hadapan lautan;” Demi Allah seandainya aku tahu bahwa di sebarangmu ada negeri pastilah aku akan memeranginya Fii Sabilillah”. Ia melihat ke langit seraya berkata ;” Yaaa Rabb kalaulah bukan karena laut ini niscaya aku akan pergi ke negeri negeri untuk berjihad di JalanMu”. Rujuk Al Kamil karangan Ibnu Atsir.
Kemudian kejayaan tetap berlanjut bersama orang orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik. Di manakah kita dengan Shalahuddin (Penakluk Perang Salib di Al Quds), Qutuz (Penakluk Tartar di Mesir), Muhammad Fatih (penakluk Konstantin) dan Sulaiman Al Halby (pembunuh Clepper, Penjajah Inggris di Syiria). Demikianlah yang terjadi di perang Yarmuk, Qadisiyah, Khitthin, Maladzkur dan Ainu Jalut.
Lha kenapa TIDAK !!! Sedang Qudwah mereka semua adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terjun langsung dalam perang 27 atau 28 kali peperangan selama menetapnya di Madinah selama 10 tahun, Yakni dengan rata rata 3 kali perang dalam setahun. Belum lagi sariyah sariyah (Regu Patroli Militer) yang tidak disertai oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Apakah engkau dapat menulis satu buku saja dalam masa 10 tahun???
Kemudian apakah Ensiklopedi Islam -apapun namananya- dapat menandingi efek dari seperempat perang saja di hati musuh???!!!. Dan anda JANGAN SAMPAI LUPA kalau Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam itu tidaklah menjalankan haji melainkan hanya sekali disaat seluruh hidupnya terisi dengan Jihad dalam artian PERANG.
Dan seluruh Ghazwah (peperangan yang diterjuni oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) ini adalah setelah beliau melewati umur 50 tahun dan Beliau terjun pada perang Tabuk melewati usia 60 tahun. Duhai betapa RUGINYA engkau wahai pemuda BERUMUR 20-30 tahun! !
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam-lah yang telah bersabda: ”Sunggguh-sungguh aku gugur di jalan Allah lebih aku cintai dari pada aku memiliki penduduk kota dan Desa”. Sanadnya Hasan. Lantas apakah KEDUDUKAN orang yang meninggal biasa ditengah upayanya untuk unggul di FAKULTASNYA itu sama dengan orang yang meninggal karena GUGUR DI JALAN ALLAH!!!.
Beliaulah yang telah bersabda: ”Sungguh aku sangat mendambakan dapat berperang di jalan Allah lalu terbunuh kemudian berperang lalu terbunuh, kemudian berperang lalu terbunuh. . .” ( Muttafaqun ‘alaihi)
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berangan angan turut gugur sebagai Syuhada bersama shahabat shahabatnya di perang Uhud. “Demi Allah sungguh aku mendambakan aku dibunuh dengan cara licik beserta shahabat-shahabatku di pertahanan gunung”. (HR Hakim, Dia mensyahkannya menurut syarat muslim, Disepakati oleh Dzahabi dan hadits hasan). Sedang engkau MALAH LARI dari dibunuh dengan alasan I’DAD UNTUK PERANG BESAR !!!??. Duhai sekiranya kamu itu betul betul melakukan persiapan untuk PERANG !!!.Namun yang terjadi engkau hanyalah melakukan PERSIAPAN UNTUK NIKAH !!! Manakah lebih berbahaya lenyapnya wahyu (dengan gugurnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pent-) Ataukah MANFAATMU YANG SEMU itu pada kaum muslimin???
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lah yang menyampaikan kabar gembira: ”Perang akan terus berlanjut semenjak Allah mengutusku hingga akhir ummatku memerangi DAJJAL. Tidak dapat digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim ataupun oleh keadilan orang yang adil”. Dalam sanadnya ada perowi Majhul (tidak dikenal). Namun maknanya disepakati oleh para Fuqaha. Ataukah engkau MENAFSIRKAN PERANG disini dengan PERANG MEDIA, dan Majalah untuk mengetahui apa yang dibicarakan musuh musuh Islam kepada kita !!!
“Diin ini akan senantisa terus tegak, sekelompok dari kaum muslimin berperang karenanya hingga datang kiamat”. HR Muslim. Dalam suatu riwayat: “Senantiasa akan ada sekelompok dari ummatku . . . yang BERPERANG . . .”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mengatakan yang BERDISKUSI, BERUNDING atau BERDAGANG atau . . .
Jika kakekmu seekor Elang lantas bukan berarti kamu hari ini sebagai elang karena pewarisan.
? 9. Supaya Allah ta’ala mencintai kita dan tertawa kepada kita
”Tiga orang yang Allah mencintai mereka, tertawa kepada mereka dan gembira kepada mereka yaitu: seorang ketika pasukan kocar kacir ia berperang di belakang mereka mengorbankan jiwanya karena Allah Azza wa Jalla. Ia terbunuh atau Allah menolongnya dan melindunginya lalu berfirman: “Lihatlah kepada hambaKu ini ia sabar terhadap dirinya karenaKu . . .” (HR Thabrani dengan sanad jayyid)
? 10. Karena jihad menghindarkan kita dari kegundahan dan kegelisahan yang kita hadapi
“Berjihadlah kalian di Jalan Allah sebab Jihad di jalan Allah adalah pintu dari pintu pintu Jannah, dengannya Allah menghindarkan rasa gundah dan gelisah”. (Hadits shohih riwayat Ahmad dan Hakim)
? 11. Agar kita tidak menjadi seperti wanita
Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha telah bertanya: ”Apakah wanita berkewajiban jihad?”, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab: “Atas mereka kewajiban jihad namun tidak ada PERANG didalamnya, Haji dan Umrah”. (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih)
Maka wanita mampu melakukan I’dad yang sifatnya ekonomi, sosialisasi dan media namun sedikit sekali yang mampu I’dad yang sifatnya perang bersenjata dan sejarah membuktikan !!!. Tidakkah kita MALU MENJADI seperti WANITA?
? 12. Kenapa Perang??? Agar mendapatkan penghasilan yang Thayyib.
“Sebaik baik kehidupan manusia bagi mereka adalah seorang laki-laki yang memegang kekang kudanya di Jalan Allah ia terbang diatas punggungnya setiap kali ia mendengar suara hiruk pikuk atau menakutkan ia terbang diatas kudanya mencari terbunuh atau maut yang ia sangka, atau seorang laki laki dalam Ghunaimah . . .”. HR Muslim. Dan dalam pendahuluan kitab telah berlalu hadits;” . . . dan Allah gelincirkan kepada mereka hati-hati kaum dan Allah limpahkan rezki kepada mereka dari kaum itu hingga datangnya hari kiamat dan hingga tibanya janji Allah . . .”
Demikianlah para Fuqaha dan Ahli Hadits menashkan masalah ini. Dalam kitab Tamhid karangan Ibnu Abdil Bar 3/134 ;”. . . Ghanimah yang jatuh sebagai saham seseorang maka ia adalah miliknya. Dan itu Alhamdulillah temasuk pencaharian yang paling baik. Ia termasuk yang Allah halalkan untuk ummat ini dan Allah haramkan atas ummat sebelumnya”. Dalam Kitab Multaqa al Abhur karangan Halby hanafy 2/229 “Pasal pencaharian yang paling afdhal adalah jihad kemudian niaga . . .”Semisal itu disebutkan dalam Bahrur Raiq 5/283, “Berkata shahabat-shahabat kami: pencaharian paling afdhal setelah jihad adalah niaga kemudian cocok tanam. Kemudian produksi/karya”. Dalam Hasyiah Bujairumi Syafi’I 2/166: “Pencaharian yang paling utama yakni setelah ghanimah adalah bercocok tanam, kemudian berkarya lalu berniaga”. Dalam Fathul Bari 6/98: “Dalam Hadits mengisyaratkan keutamaan tombak dan halalnya ghanimah untuk ummat ini serta bahwa rizqi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dijadikan pada ghanimah bukan pada pencaharian yang lain. Oleh karena sebagian ulama berkata: “Sesungguhnya Ghanimah itu penghasilan yang paling Afdhal”. Namun dalam Juz 4/304 setelah menjelaskan tingkatan pencaharian yang utama ia tegaskan kembali: ”Pekerjaan tangan yang diatas itu adalah penghasilan yang didapat dari harta kekayaan kuffar dengan cara Jihad dan ia merupakan penghasilan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para Shahabatnya ia merupakan seutama-utama penghasilan karena didalamnya ada unsur meninggikan KALIMATULLAH dan menghinakan kalimat musuh-musuhNya serta manfaat akherat”. Sebelumnya Nasa’I menyatakan dalam Sunan Kubra 3/48: ”Barangkali Allah Azza wa Jalla mengawali pembicaraan dalam Fai dan Ghanimah dengan menyebutkan diri Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena kedua hal tersebut merupakan penghasilan paling utama dan Allah tidak menisbahkan sedekah kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena sedekah merupakan sampah manusia.“
Qurthuby menegaskan dalam menafsirkan surat Al Anfal (“Dan ketahuilah bahwasanya Ghanimah/rampasan perang itu….) dengan mengatakan: ”Barangkali Allah Azza wa Jalla mengawali pembicaraan dalam Fai dan Ghanimah dengan menyebutkan diri Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena kedua hal tersebut merupakan penghasilan paling utama dan Allah tidak menisbahkan sedekah kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena sedekah merupakan sampah manusia”.
Apakah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “dijadikan RIZKIKU DI BAWAH NAUNGAN TITEL BA (BECLAURUS)KU DAN IJASAH-IJASAHKU” ataukah Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di bawah naungan TOMBAKku”?! Benar asalnya, Jihad itu dalam rangka meninggikan Kalimatullah kemudian datanglah Ghanimah: ”Barang siapa yang berperang demi kalimatullah yang tinggi maka dialah yang di jalan Allah”. Muttafaqun ‘alaihi
? 13. Agar supaya kita menjamin pertolongan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam kehidupan kita dan sepeninggal kita
”Tiga orang yang atas Allah berhak untuk menolong mereka yaitu Mujahid di Jalan Allah . . . (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban sanadnya Hasan). Maka selama anda MEMANDANG POSISI anda itu LEBIH BAIK dari pada keluar berperang, Apakah anda melihat bahwa anda punya hak atas Allah untuk menolong anda, sebagaimana kewajiban Allah menolong Mujahid Fii Sabilillah!!!. “Duta Allah ada tiga yaitu orang yang berperang, orang yang haji dan orang yang Umrah. Jika mereka memanjatkan doa kepadaNya akan Dia kabulkan dan jika minta ampun akan diampunkan”. Hadits Shahih riwayat Nasa’I dan Ibnu Majah. Padahal ini terhadap orang yang berperang lantas bagaimana dengan orang yang mempertahankan negeri dari aggressor?
Zubair Radhiyallahu ‘anhu berwasiyat kepada putranya untuk melunasi hutangnya sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir pada perang Jamal dengan mengatakan: ”Mintalah tolong kepada Maula-ku”. Namun anaknya tidak mengenal lalu ia menanyakan tentang Maula-nya kepada Bapaknya , Siapa Maula-mu? Lalu Zubair memberitahu bahwa Maulanya adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala. Adalah utang Zubair berjumlah 2..200.000 maka putranya berdo’a kepada Maula Zubair setiap kali mendapatkan kesulitan. Maka Allah memberi kemudahan dengan terjual kebun miliknya dan ia lunasi hutangnya bahkan harta tersebut lebih, sampai sampai putri-putrinya yang lebih dari seorang masing masing mengambil jatah 1.200.000. Lucunya salah seorang shahabat menanyakan tentang hutang Zubair belum lama selepas wafatnya maka anaknya mengatakan: ”100.000”, Ia sembunyikan jumlah sebenarnya lantas Shahabat tadi menganggap banyak bilangan tersebut seraya mengatakan: “Saya tidak akan mengira hutang tersebut akan terlunasi” (Rujuk kisah lengkapnya pada Bukhari 3129)
Tidakkah Hal ini menjadi motivasi kita untuk maju tanpa peduli???
? 14. Agar Supaya kita lulus dalam ujian Ilahi!!
Allah berfirman: ”Dan sungguh akan kami uji kalian sampai nyata bagi kami siapa yang berjihad diantara kalian dan sabar serta menguji hal ikhwal kalian” (Surat Qital (perang)). Seandainya Allah Azza wa Jalla berkehendak pastilah Allah akan memberikan kemenangan bagi RasulNya (seketika) akan tetapi kenapa tidak??? Rabbul ‘alamin menjawab kita: ”Sekiranya Allah menghendaki pastilah Allah membinasakan mereka akan tetapi agar supaya Allah menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain. Dan orang orang yang gugur di jalan Allah maka Allah tidak akan menyianyiakan amal mereka” Artinya: “Agar nampak orang yang jujur dan taat kepada perintah perintah Rabbul ‘alamin. Dari yang . .. .??!!
? 15. Kenapa berperang??? Agar kita dinaungi oleh malaikat, dan agar kita selamat dari fitnah Kubur, pekikan Sangkakala, Goncangan dahsyat hari kiamat, dan agar kita mempunyai Nur Cahaya pada hari Kiamat. Serta supaya kita memperoleh 7 hal
Ketika Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengar wanita menangisi putranya karena gugur dalam peperangan Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”kenapa anda menangis?? Para malaikat senantiasa menaungi dengan sayap sayap mereka hingga ia diangkat naik” (Muttafaqun ‘alaihi)
Rasul Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kita tentang Murobith;”. . . Dan ia aman dari fitnah kubur”. (HR Tirmidzi, hadits hasan. Dalam riwayat Muslim;” . . . Dan aman dari dua fitnah”)
“ Mereka (para shahabat) bertanya: “Yaa Rasulullah kenapa orang orang mukmin mendapatkan fitnah di kuburnya kecuali orang yang syahid?” Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Cukuplah kelebatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah”. (HR Nasa’I, Hadits Shahih)
Ataukah anda melihat fitnah di tengah bulan ujian di fakultasmu sudah cukup untuk menghindarkanmu dari fitnah kubur???!!!
“Tidaklah orang syahid itu merasakan sakitnya terbunuh melainkan sebagaimana seorang kalian mendapati rasa cubitan”. (Hadts Hasan Shahih riwayat Tirmidizi) Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Jibril ‘alaihi sallam tentang ayat: ”Dan ditiup sangkakala lalu tersungkurlah siapa yang ada di langit dan di bumi kecuali yang Allah kehendaki . . . “Siapakah gerangan orang orang yang Allah berkehendak untuk tidak membuat mereka tersungkur??” Jibril ‘alaihissalam menjawab: “Mereka adalah para syuhada Allah”. (HR Hakim, ia berkata sanadnya Shahih. Dan disepakati oleh Dzahabi). Lantas apakah anda menjamin dapat SELAMAT dari TERKAPAR karena tiupan sangkakala, Wahai PELAJAR, PEKERJA, PEDAGANG, atau orang yang sibuk siap siap untuk NIKAH !!!??
“Barang siapa meluncurkan satu anak panah Fii Sabilillah maka ia mendapat-kan Nur Cahaya di hari kiamat”. (Riwayat Bazaar, hadits Hasan)
“Sesungguhnya orang yang syahid mendapatkan 7 hal disisi Rabbnya: Diampun-kan dosanya diawal tetesan darahnya, ia melihat tempat tinggalnya di Jannah, dikenakan padanya hiasan Iman, dijauhkan dari adzab kubur, aman dari kegonca-ngan besar, disematkan di atas kepalanya mahkota kemuliaan satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, dikawinkan dengan 72 Bidadari dan dibolehkan memberi syafaat bagi 70 orang anggota keluarganya”. (HR Ahmad dengan sanad Shahih)
? 16. Agar supaya amal kita terus mengalir sepeninggal kita sebab amal orang yang ribath tidak akan ditutup.
“Setiap mayit ditutup amalnya melainkan orang yang ribath dijalan Allah, dikembangkan terus amalnya hingga hari kiamat . . .”. (HR Abu daud, Tirmidzi, Hakim, dan hadits Shahih). “. . .Dan jika ia meninggal maka akan dialirkan amalnya yang ia kerjakan dan dilimpahkan kepadanya rizqinya . . .”. (HR Muslim 1913)
“Barangsiapa meninggal dalam keadaan ribath maka ia meninggal sebagai syahid, dihindarkan dari kedua fitnah kubur, dilimpahkan rizqinya dari Jannah setiap pagi dan petang dan dialirkan amalnya” (HR Ibnu Majah, Hadits Shahih)
? 17. Agar supaya kita tidak dihisab
Sebab malaikat penjaga Jannah akan menanyakan mereka: ”Sudahkan kalian dihisab??” Mereka menjawab: “Dengan apalagi kita mesti dihisab padahal pedang pedang kami berada diatas pundak pundak kami di jalan Allah” lalu dibukakanlah pintu Jannah bagi mereka dan mereka tinggal di sana selama 40 tahun sebelum dimasuki manusia”. (HR Hakim, Ahmad dan Abu ‘awanah, hadits Shahih)
“Jika Seluruh hamba berdiri untuk dihisab maka datanglah sebuah kaum yang meletakkan pedang pedang mereka diatas pundak mereka dalam keadaan mengucurkan darah lalu mereka berjejal di pintu Jannah. Maka dikatakan siapakah mereka itu? Dijawab: ”Para Syuhada. Mereka itu hidup lagi diberi rizqi” (Berkata Mundziri sanadnya jayyid sedang sebagian yang lain menganggap lemah sanadnya).
? 18. Agar supaya kita dapat memberikan syafaat kerabat kita dan kita dapat memberikan manfaat kepada kedua orang tua saat mereka menghajatkan bantuan kita.
“…Dan ia dibolehkan memberi syafaaat kepada 70 orang anggota kerabatnya”. (Sanadnya Shahih)
? 19. Agar supaya selamat dari api neraka, mencapai jannah yang paling tinggi lagi indah secepat mungkin sebelum manusia selain kita.
Sebab jihad adalah JALAN TOL tercepat untuk mencapai itu. Bukankah Rabb kita berfirman: ”Sesungguhnya Allah membeli dari orang orang beriman jiwa dan harta mereka dengan diganti jannah bagi mereka, mereka berperang di jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh”. Jadi jannah itu sebagai imbalan YUQAATILUUN –mereka berperang- mereka membunuh atau terbunuh dan bukannya Jannah itu imbalan dari “MEREKA BELAJAR SEMALAMAN untuk menjadi RANGKING PERTAMA di fakultasnya”.
“Tidaklah hati seorang terhinggapi rasa takut di Jalan Allah melainkan Allah haramkan api Neraka atasnya” (Rijal Sanadnya Tsiqah, dan Hadits Hasan). Ataukah engkau berpandangan bahwa rasa takutmu di hari-hari ujian karena sulitnya soal-soal dapat menjamin DIHARAMKANNYA api Neraka atasmu?
“Allah menjamin siapa yang keluar di jalanNya, tiada yang mendorongnya selain untuk berjihad di jalanKu, Iman kepadaKu, dan membenarkan Rasul-rasulKu maka AKU jamin memasukkannya ke Jannah”. (HR Muslim). Dalam suatu riwayat: ”…maka siapa melakukan hal itu Allah jamin baginya Jannah jika terbunuh atau meninggal karena tenggelam atau terbakar atau dimangsa hewan buas”. (Hadits Shahih)
“…Tidaklah kalian suka Allah mengampuni kalian dan memasukkan kalian ke Jannah? Berperanglah di Jalan Allah . . . siapa berperang di Jalan Allah selama memerah susu onta wajib baginya jannah”. (HR Tirmidzi, Hadits hasan).
Apakah anda masih menyangka bahwa siapa yang BELAJAR selama memerah susu onta . . . !!!??? Lantas bagaimana anda mengatakan bahwa posisi anda sekarang ini LEBIH BAIK dari pada berperang???!!! Suatu kali Rasul Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada shahabat shahabatnya “bangkitlah dan berperanglah”, lalu seorang laki laki meluncurkan satu anak panah maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “telah wajib orang ini (mendapatkan Jannah) “. (HR Ahmad dengan sanad hasan)
Ketika seorang shahabat berbaiat kepada Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas segala perkara kecuali jihad dan zakat karena dia mengkhawatirkan dirinya akan lari dari medan perang maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ”Wahai Basyir ! TANPA JIHAD DAN SEDEKAH LANTAS DENGAN APA KAMU MAU MASUK JANNAH?”. (Hadits Hassan). ”Sesungguhnya pintu pintu Jannah di bawah naungan pedang” (HR Muslim). Dan Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan DI BAWAH NAUNGAN MEJA ARSITEK atau poliklinik atau ijazah dunia apapun! Dan telah berlalu bahwa orang syahid mendapatkan 7 perkara: ”…ia melihat tempat tinggalnya di Jannah . . . Mahkota kemuliaan . . . dikawinkan 72 bidadari . . .” (Sanadnya Shahih). Adapun PELAJAR disini lalu ia mati dan hidup -sebagaimana yang mereka katakan- hingga ia mampu mendapatkan satu HUURUNTHIIN (bidadari tanah)!! Bahkan Mujahidin memasuki Jannah sebelum yang lain dengan pasti dan tanpa dihisab sebagaimana yang lalu.
“Tidak ada suatu jiwa meninggal yang mendapatkan pahala di sisi Allah ia masih senang untuk kembali ke dunia, sekalipun ia mempunyai kekayaan dunia seisinya kecuali orang Syahid. Ia berangan angan kembali untuk terbunuh di dunia karena melihat keutamaan mati Syahid yang ia lihat”. (HR Muslim). Maka tidak ada mahasiswa, pedagang, ahli ekonomi atau petani yang berangan angan untuk kembali ke dunia sebagaimana dhahirnya hadits. Lantas Bagaimana kita berani LANCANG mengatakan bahwa sesuatu selain jihad (perang) lebih baik darinya???!!!
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menceritakan kepada para shahabat tentang para syuhada Mu’tah; ”Dan kedua matanya mencucurkan air mata”. Dalam suatu riwayat; ”Dan tidaklah mereka lebih senang untuk berada di tengah kita”. (HR Bukhari). “Ketika ummu Haritsah khawatir kalau kalau putranya tidak berada di Jannah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apakah kamu sudah lupa? Apakah hanya ada satu Jannah? Sesungguhnya ia adalah Jannah yang banyak dan anakmu benar benar berada di Firdausil a’la”. (HR Muslim)
Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Ketika saudara saudara kalian gugur, Allah menjadikan arwah mereka di leher burung hijau mendatangi sungai sungai Jannah, memakan buah buahannya dan bertengger di pelita pelita dari emas yang tergantung di Naungan Arsy. Ketika mereka mendapati makanan, minuman dan tempat tinggal mereka yang baik mereka mengatakan:”Siapakah yang menyampaikan berita kita kepada saudara saudara kita bahwa kita hidup di Jannah dengan limpahan rizqi, agar supaya mereka tidak menjauhi Jihad dan tidak meninggalkan perang?” Maka Allah berfirman: “Aku menyampaikan kepada mereka berita kalian”. Maka Allah menurunkan firmanNya: “Dan Janganlah engkau mengira orang yang gugur di jalan Allah itu mati namun mereka hidup di sisi Rabbnya, dengan limpahan rizqi”. (HR Abu Daud, hadits Shahih)
“Sesungguhnya di Jannah terdapat 100 tingkatan yang Allah siapkan untuk mujahidin di JalanNya, jarak antara dua tingkatan bagaikan jarak antara langit dan bumi . . . “. (HR. Bukhari). Apakah anda BERANI mengatakan bahwa orang orang sepertimu dari kalangan MAHASISWA EKONOMI, POLITIK, ATAU MEDIA (KOMUNIKASI) sama kedudukannya??? Jadi bagaimana anda bisa mengatakan bahwa I’DAD SEMU yang ada pada anda sekarang itu lebih utama dari pada PERANG, TERBUNUH DAN MATI SYAHID???!!!
“…Aku menjamin bagi orang yang beriman kepadaku (Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam), masuk Islam dan berjihad di Jalan Allah dengan satu rumah di tepi Jannah, satu rumah di tengah jannah dan satu rumah lagi di kamar kamar Jannah yang paling tinggi. Barang siapa yang melakukan hal itu ia tidak meninggalkan kebaikan sedikitpun tidak pula kejahatan silahkan ia meninggal dalam kondisi bagaimanapun”. (HR Nasa’I, Ibnu Hibban, hadits Shahih)
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda; ”Semalam aku melihat 2 orang membawaku, ia naik ke pohon lalu memasukkanku ke sebuah tempat tinggal yang sangat indah lagi elok belum pernah aku melihat tempat tinggal seindah itu, kedua orang itu berkata kepadaku:” Adapun ini adalah tempat tinggal para Syuhada”. (HR Bukhari). “Para Syuhada berada di atas tepi sungai di pinggir Jannah di dalam kubah hijau, keluar kepada mereka rizqi dari Jannah setiap pagi dan petang”. (HR Ahmad dan Hakim, Hadits Hasan)
“Sungguh berangkat pagi pagi di Jalan Allah atau sore hari lebih baik dari Dunia dan seisinya . . . dan seandainya wanita penghuni Jannah menampakkan diri kepada penduduk bumi niscaya akan menerangi dengan cahaya antara keduanya dan memenuhinya dengan wewangian. Sungguh kain di atas kepalanya lebih baik dari pada dunia seisinya”. (Muttafaqun ‘alahi)
Setelah semua ini, apakah kamu masih memandang bahwa AMALMU apapun bentuknya itu LEBIH UTAMA dari pada Jihad (perang)??? Jika engkau mengatakan YA. Ia lebih utama dari pada Jihad maka TUNJUKKAN DALILnya? Jika engkau mengatakan TIDAK maka apakah engkau melihat seorang berakal MENINGGAL-KAN sesuatu yang LEBIH UTAMA dengan memilih yang kurang utama??? Itu tidak lain hanyalah tipu daya Syaitan menjadikan nafilah sebagai faridhah dan menghiasi kebathilan sehingga ia menjadikan amal amalan ini sekalipun penting sederajat dengan perang dan mustahil terjadi!!!
Dan anda JANGAN LUPA bahwa di hadapan kita ada 2 persoalan, pertama: Hukum Jihad sekarang ini, kedua: Menjalankannya. Anda menjumpai Allah dengan tetap mengakui Faridhah yang telah diwajibkan atasmu namun engkau menyadari kekuranganmu dalam menerapkannya itu sungguh lebih RINGAN dari pada engkau menjumpai Allah dengan MENGINGKARI Faridhah yang telah diwajibkanNya, dibarengi tidak ada prakteknya sama sekali !!! Maka anda jangan mengumpulkan 2 KEBURUKAN yang kedua duanya PAHIT !!!
Catatan Penting:
Waspadalah dirimu dari dipermainkan oleh orang yang sedikit ilmu dengan mengatakan: ”Adakalanya pada amal yang kurang utama ada kelebihan yang tidak didapati pada amal yang lebih Utama!! Bisa jadi tetap tinggal disini (dalam kondisi meninggalkan Jihad) lebih utama, hanya saja Mujahid tetap mendapatkan kebaikan kebaikan tersebut dari Allah Ta’ala”. Perhatikan ia mengawali percakapannya dengan kata kata ADAKALANYA yang sifatnya memberi kemungkinan ada. Kemudian seandainya anda cermati fadhilah-fadhilah Jihad seluruhnya pastilah anda memastikan – jika anda memang obyektif – bahwa amalan kurang utama ini dalam pandangannya telah dikalahkan oleh Jihad dengan segala keutamaannya. Namun semoga Allah membinasakan hawa nafsu.
SYUBHAT: I’DAD IMANY SERTA MENYIBUKKAN DIRI DENGAN ILMU DAN MENGAJARKANNYA ITU LEBIH UTAMA!!!
Terhadap mereka yang beralasan dengan I’dad Imany, Tarbiyah, Pembinaan syar’I kaum muslimin supaya mereka dapat meninggalkan perang, maka katakan kepada mereka:
Tidak ada satu peperanganpun yang dijalani kaum muslimin dahulu melainkan selalunya mereka lebih sedikit baik jumlah personal maupun peralatannya kecuali sekali saja yangmana mereka malah dikalahkan di sana, yaitu Perang HUNAIN!!!
Apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berangkat menuju Tabuk melawan Negara Adi Daya saat itu dengan membawa kekuatan sebanding dengan kekuatan musuhnya ataukah ia curahkan harta semampunya kemudian keluar berangkat seluruhnya tanpa kecuali???
Siapakah Amerika itu? Dan Siapakah Rusia? Manakah yang lebih besar, mereka ataukah Allah? Manakah yang lebih tinggi, pesawat pesawat mereka ataukah Allah? Bukankah Amerika dihinakan di hadapan Vietnam dan Somalia?? Bukankah Rusia dibuat gila di depan bangsa Afghan dan Chechnya? Pada hari dimana kita menggunakan minyak sebagai senjata bukankah itu membuat mereka menyungkurkan batang hidungnya ke tanah? Akan tetapi kita –sangat disayangkan- terlalu berlebih lebihan dalam membesar-besarkan kekuatan musuh karena kita telah terjangkiti penyakit kangker ‘kalah mental’?!
Kita “tidaklah berperang karena mengandalkan peralatan, kekuatan maupun banyaknya jumlah personal. Kita tidaklah memerangi mereka melainkan dengan din ini yang Allah telah memulyakan kita dengannya” sebagaimana diriwayatkan dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu.
Bukankah mereka (kaum muslimin) zaman Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mengatakan: kita tidak mampu menghadapi kaum murtaddin? Namun demikian toh tetap beliau kirim balatentara sebab memerangi mereka adalah fardhu ‘ain yang harus disegerakan dan tidak bisa diundur-undur atau dibuat santai. Dan Abu Bakar itulah, yang telah menulis surat kepada Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu sang komandan umum pasukan “Salam sejahtera atasmu, amma ba’du; Telah datang suratmu yang menyebutkan bala pasukan yang dihimpun oleh romawi. Sesungguhnya Allah ta’ala tidaklah menolong kita bersama NabiNya lantaran lengkapnya persenjataan maupun banyaknya jumlah personal pasukan. Dahulu kami pernah berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedang kami tidak disertai melainkan dua kuda saja dan kami hanyalah saling bergantian mengendarai onta dan kami pada perang Uhud bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedang tidak ada bersama kami melainkan seekor kuda saja yang dikendarai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menolong kami dalam menghadapi orang orang yang menyelisihi kami. Ketahuilah manusia yang paling taat kepada Allah, adalah yang paling benci terhadap maksiat maka taatilah Allah dan perintahkan rekan rekanmu untuk taat kepadaNya. Sunnatullah tidak akan mengenal pada seorangpun, “Bukanlah dengan angan angan kalian dan tidak pula dengan angan angan ahlul kitab (namun) siapa yang berbuat kejahatan ia akan dibalas dengannya . . .”.
Ya, akan kembali terulang desas desus orang munafiqin dan tipu daya mereka. Mereka akan mengatakan dengan nada memperolok olok, “Apakah kamu akan memberi peluang Amerika untuk menyerang kita, kalian adalah orang orang tertipu” dan akan terulang pula jawaban dari partai Allah ;”Ingatlah ketika orang orang munafiqin dan yang dihatinya terdapat penyakit mengatakan: “Mereka telah tertipu oleh agamanya”. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Ya, Mereka mengatakan; orang orang itu telah tertipu oleh agamanya, mereka lontarkan ucapan itu pada perang Ahzab di saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjanjikan kepada para shahabat harta perbendaharaan Kisra dan Kaisar. Mereka memperolok dengan mengatakan Muhammad memberikan kepada kalian janji padahal salah seorang kita saja tidak mampu lagi buang hajat (dikarenakan takutnya). “Maka katakan kepada mereka: “Akan kalian lihat di hari kami akan mengatakan Allahu Akbar runtuhlah Khaibar, Sesungguhnya jika kami telah tiba di pelataran suatu kaum maka amat buruklah pagi hari orang orang yang diberikan peringatan”.
Seandainya kita memang benar benar tidak mampu dan lemah memerangi musuh serta mengusirnya maka kewajiban kita berubah kepada I’dad melakukan persiapan dalam rangka mengusir musuh dan memeranginya sebab sarana yang kewajiban tidak akan sempurna kecuali mesti dengan sarana tersebut maka SARANA TERSEBUT MENJADI WAJIB PULA. Air itu jika tidak ada maka diharuskan tayamum, maka dari itu KOBARKANLAH semangat untuk perang sebab kelemahan dari perang tidak lantas MEMBOLEHKAN untuk MENINGGALKANNYA dengan pindah kepada ketaatan ketaatan lain.
”Seandainya mereka ingin berangkat pastilah mereka akan melakukan persiapan . . .”.(QS At taubah) Jadi MENINGGALKAN I’DAD TERMASUK SIFAT ORANG MUNAFIQIN dan Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: “Perangilah orang Musyrikin dengan harta dan jiwa kalian”. HR Abu Daud dengan sanad Shahih.
Amatlah jauh dan jauuh dari terwujud, Iman thok dapat berhadapan dengan bom bom ATOM selama kalian tidak mau mengambil sebab. Ya, IMAN dapat berdiri KOKOH lagi TEGAR tidak akan lembek jika kalian mengambil sarana bantuan dengan: “dan PERSIAPKANLAH untuk MENGHADAPI mereka kekuatan apa saja yang kalian mampui . . .”(Al Anfal: 60). Bahkan termasuk bagian iman kepada Allah adalah engkau melaksanakan perintahnya lalu engkau ambil sebab sebab materi setelah itu engkau tawakal kepadaNya. Jika tidak maka engkau berdusta dalam dakwaanmu.
Amat sangat mustahil sebuah TARBIYAH SAJA –SEKALIPUN MEMANG SANGAT PENTING- DAPAT MEMBEBASKAN SEJENGKAL TANAH. Maka itu, tegakkanlah daulah Islam di hati kalian lalu ambillah sebab-sebab materi yang di situ akan tegak Daulah Islam di atas bumi kalian. Ini merupakan dua syarat yang mesti tidak bisa salah satu lepas dari yang lain. Dan “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka merubah diri mereka sendiri” (QS Ar Ro’d). Dan langkah perubahan pertama kali adalah MENINGGALKAN KEMAKSIATAN dan kemaksiatan PERTAMA kali kaum muslimin HARI INI yang mereka sangat remehkan adalah FARDHU ‘AINNYA JIHAD berperang. Tidaklah perkataan orang yang menyatakan: “TARBIYAH DULU SEBELUM JIHAD”, melainkan seperti perkataan orang yang menyatakan: “TARBIYAH DULU SEBELUM SHALAT”. Sedang jawabannya adalah satu: “Sesungguhnya SHALAT itu sendiri merupakan TARBIYAH, dan setiap perkara Diin masing masing mempunyai efeknya. Maka efek shalat tidaklah sebagaimana efek shiam, efek dzikir berbeda dengan efek zakat, demikian seterusnya. Sedangkan JIHAD termasuk JALAN TARBIYAH YANG PALING AGUNG dan TARBIYAH ITU bukanlah merupakan MARHALAH (fase) temporal yang ada titik finalnya yang di situ barulah PERANG DIMULAI. Tidak ada seorang berakalpun yang mengatakan hal ini. Sejarah membuktikan. Jadi TARBIYAH ITU SEBELUM, SEUSAI DAN DITENGAH PERANG. Ia akan terus ada sampai mati di tengah engkau mempraktekkan seluruh Fardhu-fardhu ‘ain.
Bukankah Abu Bakar As Shidiq Radhiyallahu ‘anhu mengarahkan bala tentara dari mantan kaum murtaddin selepas mereka kembali ke pangkuan Islam menuju Qadisiyah dan Yarmuk? sebab Perang akan melelehkan noda noda tersebut !!!?? Ataukah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu kurang cerdas dan lemah pengalaman??? Apakah orang-orang itu benar benar telah ter-TASHFIYAH (pemurnian jiwa) dan ter-TARBIYAH???!!! Benar, Abu Bakar melarang orang yang dikhawatirkan akan berkhianat namun kemudian mereka diijinkan oleh Umar Radhiyallahu ‘anhu pada masa kekhilafahannya.
Janganlah kalian mengatakan bahwa Masyarakat umum di atas hidayah (petunjuk) sebab para Fuqaha meNashkan berperang bersama setiap orang yang baik dan yang jahat. Jihad itu tetap berlangsung hingga hari Kiamat. Dan THOIFAH MANSHURAH (kelompok yang ditolong Allah) benar benar ada maka carilah mereka.
Janganlah kalian mengatakan KAMI MENGIKUTI petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dimana Beliau tinggal di Makkah selama 13 tahun melakukan TARBIYAH DAN PEMBINAAN kemudian barulah memulai perang. JANGANLAH KALIAN MENGATAKAN HAL ITU karena kami telah bosan dengannya. Apakah orang yang masih berakal akan mengatakan: “Oh tidak mengapa hari ini orang meninggalkan shiyam, haji, hijab wanita dan semua faridhah/kewajiban-kewajiban era Madinah sebab semua itu belum diwajibkan di Makkah sebagaimana perang juga belum diwajibkan di Mekah!! ataukah yang benar dikatakan bahwa kita diperintah berubudiyah dengan syareat yang ditinggal wafat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan bukannya dengan apa yang diawali oleh beliau. Misalkanlah kita ambil sikap mengalah; namun bukankah telah berlalu pada kalian masa 13 tahun yang kalian gemborkan slogan TARBIYAH DAN TASHFIYYAH ataukah kalian sudah rubah gelombang kalian kepada ketegangan “40 tahun berputar-putar kebingungan di muka bumi”?! bahkan jadilah kita semenjak jatuhnya Andalusia, terus saja men-TARBIYAH, men-TASHFIYAH dan terus saja mengikuti kebosanan! Lantas kapan lagi kita akan berperang??! Allahu a’lam
Betapa kenyangnya mereka dari hadits yang mereka riwayatkan, yang tidak shahih sama sekali baik sanad maupun maknanya: “Kami kembali dari Jihad kecil menuju Jihad besar”, yang mereka maksudkan jihad melawan hawa nafsu atau dzikir dan semisalnya. Cukuplah sebagai kebathilannya bahwa Pengucapnya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mereka nisbahkah hadits tersebut kepada Beliau sama sekali tidak pernah duduk berpangku tangan dari perang, bahkan terjun langsung berperang selama menetapnya di Madinah dengan rata rata tiga kali perang setiap tahun, belum lagi sariyah sariyah. Demikianlah murid muridnya yang mulia seperti itu pula, mereka ter-Tarbiyah di atas Jihad berkelanjutan. Seandainya benar apa yang mereka ucapkan maka orang yang berakal akan memulai memikul beban ringan dahulu baru kemudian menginjak yang lebih besar lalu lebih besar lagi sehingga ia naik dari bawah ke atas. Jadi, mulailah kalian dengan jihad kecil –menurut pandangan kalian- baru kemudian yang lebih besar. Akan tetapi kita katakan bahwa Jihad pedang dan jihad Nafsu tidaklah saling menTarbiyah satu sama lain karena masing masing dari Islam dan tidak boleh yang ini ditinggalkan lantaran beralasan sibuk dengan yang itu, sebagaimana mempelajari ilmu ilmu yang fardhu ‘ain tidak boleh ditinggalkan karena alasan sedang melakukan Tarbiyatun Nafs.
Sekiranya kita ingin mengajari manusia tentang semua perkara-perkara agama yang kecil dan yang besar niscaya pikiran kita tak akan pernah diam dan tidak akan seorang kita dapat tidur sepenuh kedua matanya ataupun bersantai-santai dengan obrolan sore atau majlis di pagi hari saling mengkaji sesuatu yang hukumnya tak lebih dari mandub misalnya. Kemudian, mengajar itu tugas sekelompok yang berangkat dari setiap golongan untuk tafaquh fiddiin, Sekiranya taklim-mu itu fardhu ‘ain niscaya anda tidak boleh membuang buang waktu panjang hanya sekedar untuk mengetahui bagaiman tatacara mengalihkan selendang dalam shalat istisqa’, misalnya. Karena semisal ini masuk perkara nomor 2 di depan persoalan persoalan penting lagi besar. Apakah Rabb kita berfirman: “Mengapakah tidak berangkat seluruh kaum muslimin untuk Tafaquh Fiddiin” Ataukah Dia berfirman:”Mengapa tidak berangkat dari setiap kelompok, segolongan saja. . .” Jadi pada asalnya MANUSIA SELURUHNYA BERANGKAT PERANG DAN TETAPLAH TINGGAL SEKELOMPOK SAJA. Seluruh kaum muslimin keluar untuk satu TUGAS POKOK yaitu JIHAD – padahal jihad waktu itu adalah Fardhu kifayah- akan tetapi tetaplah ada yang tinggal sekelompok bertafaquh Fiddiin. Adapun hari ini semua timbangan telah TERBALIK. Dan jadilah alasan terpenting orang orang yang suka MENGGEMBOSI “Kami sedang MENUNTUT ILMU UNTUK DISEBARKAN” entah ilmu duniawi ataupun akherat. Bandingkan ini dengan hadits ;”Akan senantiasa terus ada sekelompok dari ummat ku . . . yang berperang hingga yang paling akhir memerangi Dajjal. . . “. YAITU KELOMPOK SEDIKIT ITULAH YANG BERJIHAD. Maka jadilah kamu dari kelompok ini.
Tidakkah ilmu dhorury (yang penting) pada kaum salaf melainkan beberapa kalimat sedang di era kita jadilah ilmu sampai berjilid-jilid yang orang faqih saja hingga dibuatnya bingung. Dan Allah ta’ala tidaklah mewajibkan atas kita untuk menguasai seluruh kitab berjilid-jilid ini secara fardhu ‘ain (atas setiap individu). Akan tetapi ulama’-ulama’ kita –semoga Allah membalas kebaikan kepada mereka- telah membuat kaidah-kaidah dan meletakkan dasar-dasar agar supaya kita dapat penerangan dan tidak sesat. Maka termasuk kedunguan, manakala kita tersibukkan dengan tiang-tiang penerangan dan cahaya daripada berlalu di jalan, yaitu jalan Islam yang puncaknya adalah jihad perang. Berapa kali terjadi hal menyedihkan dimana masing-masing kita yang dipandang sebagai seorang ‘alim , dambaan umat ini namun -sangat disayangkan- ia sebagai faktor kepedihan lantaran tindakannya menggembosi mujahidin yang keluar berjihad di jalan Allah.
Berapa kali terjadi hal yang menyedihkan, salah seorang mereka yang tersohor dan mempunyai banyak kajian dalam sepekan, jika engkau bertanya kepadanya: apa hukum jihad pada hari ini? Ia akan mengerutkan muka! Seakan engkau menanyakan kepadanya tentang persoalan pelik yang dipertentangkan banyak dalil-dalil dan pendapat-pendapat para ulama’. Jikalau ia memang benar-benar tidak tahu hukumnya, maka silahkan bahas! Dan jikalau ia benar-benar takut untuk menyampaikan fatwa maka semoga Allah merahmati ulama’-ulama’ kita dahulu yang berani menerangkan al haq yang tidak takut karena Allah celaan orang yang mencela!
Kemudian manakah antara keduanya yang lebih urgen dalam pandanganmu? Ilmumu, tulisan-tulisanmu, kitab-kitabmu, makalah-makalahmu, khutbah-khutbahmu dan ceramah-ceramahmu …ataukah wahyu?! Inilah dia orang yang diturunkan wahyu kepadannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendambakan untuk terbunuh berkali-kali! Dan sendainya beliau terbunuh niscaya akan lenyaplah wahyu, jadi mana antara keduanya yang lebih membahayakan lenyapnya?! “Sungguh aku mendambakan dapat berperang di jalan Allah lalu terbunuh kemudian berperang lalu terbunuh kemudian berperang lalu terbunuh….”muttafaq ‘alaih. Okelah misalkan saja anda meninggal sekarang, apakah kaum muslimin lantas merasa kerugian sebagaimana ruginya kaum muslimin lantaran terbunuhnya orang yang mendapatkan wahyu?!
Janganlah engkau tergelincirkan oleh syaithan lalu engkau mengatakan: Apakah kita mendorong manusia untuk jihad? Sedang mereka tidak tahu bagaimana mereka sholat? Bukankah Rasulmu Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai qudwah teladanmu? Ayo jawablah aku: “ketika seorang laki-laki mendatangi beliau untuk masuk Islam. Apakah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan padanya: “Pergilah ke Madinah dan belajarlah ilmu yang bermanfaat…pelajarilah urusan-urusan agamamu…belajarlah syarat-syarat dan rukun-rukun sholat..? Tidak! Akan tetapi mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian berperang. Bahkan orang itu sendiri yang bertanya-tanya: “sekalipun saya belum melakukan sholat untuk Allah satu kalipun?!! Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya”. Maka tatkala orang itu gugur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ia beramal sedikit namun diganjari yang banyak” Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan hadits tersebut Hasan. Adalah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Beritahukan kepadaku tentang seseorang yang masuk jannah padahal belum sholat sekalipun?! Kemudian ia berkata: “Dia adalah Amru bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu dengan sanad shahih menurut Ibnu Ishaq. Maka apakah orang ini dan semisalnya telah ter-TARBIYAH dan ter-TASHFIYYAH dalam artian yang kalian anggap itu ataukah ‘Hukum-hukum telah berubah dengan perubahan zaman’?
Hal ini jelas disebutkan dalam kitab-kitab fiqih; bahwa orang-orang kuffar jika menyerbu suatu wilayah kota yang terdapat di sana orang-orang yang masih jahil tak berilmu, mereka tidak tahu (tata cara) sholat, manakah yang lebih penting dahulu, berjihad memerangi kuffar ataukah ta’lim mengajari orang-orang itu? Dan selama di sana bumi-bumi Islam diduduki oleh Kuffar maka jihad adalah fardhu ‘ain atas setiap orang yang mampu. Dan jika tidak mampu maka mesti I’dad (training) militer. Apakah anda mendengar tentang seseorang yang dikatakan padanya: “Kemarilah! Jannah berada antara kamu dengan tengkuk lehermu kemudian anda akan rehat bersenang-senang”. Lalu orang itu mengatakan: “Tidak mau! Saya ingin jalan ‘belajar ilmu syar’I yang panjang lagi terjal! Kemudian seusai ini, ia tidak tahu apakah ilmunya diterima ataukah ia dicampakkan bersama-sama ilmunya di neraka lantaran riya’nya misalkan….Apakah orang ini jujur? Jawablah kalian! Lantas apa artinya kita meninggalkan jalan yang dekat dengan memilih jalan yang panjang melainkan karena riya’ dan dusta semata?!
Semoga Allah merahmati Umair ibnu Hammam Radhiyallahu ‘anhu di hari ia mencampakkan kormanya seraya berkata: “sesungguhnya itu merupakan kehidupan yang panjang!....”Riwayat Muslim. Ataukah anda lebih bijak darinya dan lebih bersemangat terhadap dinullah serta lebih tahu maslahat ummat?! Ataukah tetapnya hidupmu itu lebih bermanfaat bagi ummat daripada hidupnya dia?!!!
Bagaimanapun jua yang mereka katakan: “Duduklah kamu, belilah kitab-kitab dan senanglah berada di pustaka ilmu”, maka katakan kepada mereka: “Akan tetapi Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan diberikan jannah kepada mereka”
SYUBHAT: TIDAK BERANGKATNYA ULAMA SEDANG KAMU DI MEDAN SENDIRIAN!
Katakan kepada mereka:
“Cukuplah bagi kita bahwa Allah ta’ala berfirman kepada makhluq pilihanNya: “Maka berperanglah kamu di jalan Allah. Tidaklah engkau dibebani melainkan kepada dirimu sendiri” Demikian inilah para Ghuroba’ (orang-orang terasing). Berkata imam Qurthuby dalam menjelaskan ayat ini: “Sebagai perintah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpaling dari orang-orang munafiq dan bersungguh-sungguh dalam berperang di jalan Alah jikalau tidak ada satupun orang yang menolongnya untuk itu”
Okelah misalkan salah seorang yang engkau sebut mereka sebagai ulama’ tidak berangkat ….dan tidaklah mungkin hal itu! Lantas apakah engkau akan meninggalkan sholat dan puasa jika mereka meninggalkannya?! Bukankah tidak mendatangi jama’ah sholat Shubuh termasuk tanda-tanda kemunafikan? Lihatlah pada hari ini berapa banyak di antara mereka –di negeri kita sendiri-mempunyai sifat tersebut! Ataukah engkau juga akan meninggalkan jam’ah sholat Shubuh lantaran mereka meninggalkannya?
Mereka-mereka yang terpengaruh dengan sikap berpangku tangannya sebagian ulama besar dan menyangka bahwa ulama’-ulama’ besar yang tersohor tersebut tidaklah duduk berpangku tangan melainkan karena mereka tahu kemaslahatan. Seandainya mereka mencermati perkara yang sebenarnya pastilah mereka akan dapati ulama’ tersebut sama sekali berbeda dengan yang disangka. Mereka itu, kami katakan kepada mereka: “Tidaklah menjadi kemestian sikap berpangku tangannya ulama terrsohor itu dari jihad akibat pengetahuannya terhadap kemaslahatan. Ketika merenungi Kitabullah ta’ala, kita dapati bahwa diantara orang-orang pilihan (para sahabat) –semoga Allah meridhoi mereka dan menjadikan mereka ridho- ada saja yang mendapat teguran Allah karena lambannya dari berjihad. Maka jika dari kalangan orang-orang pilihan, baik-baik lagi suci itu saja ada yang terjangkiti penyakit ini, yaitu penyakit lamban dari memenuhi seruan jihad, lantas bagaimana kita menyangka orang-orang pilihan kita hari ini bahwa mereka berpangku tangan dari jihad adalah lantaran maslahat? Allah ta’ala dalam surat Al Anfal berfirman yang ditujukan kepada NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan peserta perang Badar dimana mereka itu manusia-manusia pilihan Radhiyallahu ‘anhum: “Sebagaimana Robbmu mengeluarkanmu dari rumahmu dengan benar. Dan sungguh sekelompok orang-orang beriman benar-benar tidak menyukainya. Mereka membantahmu tentang al Haq setelah sebelumnya jelas seakan-akan mereka digiring menuju kematian sedang mereka melihatnya” Sifat ini datang kepada manusia pilihan –Radhiyallahu ‘anhum- yakni pasukan Badar. Maka bukan hal yang tidak mungkin penyakit tersebut menimpa kita. Inilah Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu –haditsnya terdapat pada Bukhari Muslim- mengatakan pada perang Tabuk: “Aku tidak turut berangkat padahal belum pernah kondisi saya semudah daripada hari itu. Tidaklah saya mempunyai dua kendaraan tunggangan melainkan pada perang itu saja. Saya katakan: “Hari ini akau akan siap-siap lalu berlalulah hari itu sedang aku belumlah mempersiapkan apapun”. Jadi manusia itu ya manusia yang ditarik-tarik oleh rasa berat ke bumi. Orang tadi siapakah dia?!! Dia adalah dari golongan pertama masuk Islam! Bahkan salah satu yang turut menyatakan bai’at Aqobah Kubro pernuh berkah yang darinyalah Daulah Islam di Madinah Munawwaroh beranjak. Ia tertinggal tanpa ada udzur.
Diantara yang disebutkan pada haditsnya yang panjang bahwa mereka berjumlah tiga orang sebagaimana dalam Kitabullah “Dan atas tiga orang yang tidak berangkat”. Riwayat-riwayat dalam siroh menyebutkan bahwa pasukan yang keluar ke Tabuk berjumlah 30.000 personil. Berapa sih bilangan tiga dari 30.000? sebuah angka yang tidak akan disebut hari ini. Seandainya kita bertanya kepada orang militer siapapun atau komandan pasukan. Kita katakan kepadanya: “Jika ada tiga pesonilmu dari 30.000 tidak turut berangkat?” sebuah angka yang tidak akan dihitung. Akan tetapi karena besarnya dosa, Allah Azza wa Jalla turunkan dari atas tujuh langit Al Qur’an yang akan dibaca hingga hari Kiamat berkenaan hisab mereka. Yang menguatkan pernyataan kami adalah bahwa jihad pada hari ini wajib secara fardhu ‘ain atas umat dan bisa jadi gugur karena kelemahan. Ketika seorang membaca Al Qur’an, ia akan terheran-heran terjadap sikap berpangku tangannya kebanyakan manusia. Apakah mereka tidak membaca Al Qur’an ataukah mereka membaca namun tidak mentadabburinya?!
Jika telah nyata bagimu akan wajibnya perang maka tidak ada jalan menghindarinya! Kembalilah ke alinea “Kenapa berperang?”, niscaya kamu dapati bahwa para ulama’ itu sedikit dan yang mau beramal nyata diantara mereka lebih sedikit dan yang berjihad lebih sedikit lagi serta yang bersabar lebih sedikit lagi. Jadi mujahidin itu sedikit dari yang sedikit dari yang sedikit.
Seakan-akan kita lupa wasiat Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah kalian menjadi orang-orang yang suka mengekor…” Hadits Hasan Gharib sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi. Dan kita lupa prinsip, “Kenalilah kebenaran engkau akan mengenal orang-orangnya”. Maka jam’aah itu bersama kebenaran sekalipun engkau sendiri. Hukum syar’ie telah jelas. Jauh dan jauh berbeda antara kita dengan para saaahabat. Engkau lihat seorang mereka segera saja memecahkan pelindung pedangnya dan tidak lagi memakai kata-kata ‘semoga, barangkali’ dan berikutnya !dari kata-kata yang melemahkan dari jihad. Engkau lihat mereka langsung berlomba-lomba menuju pertempuran.
Apakah Allah memasang kita sebagai hakim manusia. Barangkali belum terwujud pada mereka manaath (standar terkena hukum) yang berupa kelonggaran atau…atau…. Apakah anda dapat memastikan bahwa ulama’ tersebut mendapatkan kemudahan jalan keluar namun mereka tidak mau keluar? Sesungguhnya jumhur (mayoritas) ulama berpendapat jika saling bertentangan fatwa sahabat dengan riwayatnya maka lebih didahulukan riwayatnya daripada fatwaanya berbeda dengan kalangan Hanafy. Lantas bagaimana jika saling bertentangan fatwa seorang ‘alim dengan perbuatannya? Kemudian apakah kamu telah meminta fatwa kepada mereka lalu engkau lihat mereka berpendapat tidak wajibnya jihad ataukah engkau lihat perbuatan mereka. Yang barangkali saja seorang mereka dilarang dari memiliki pasport atau barangkali dia dari kalangan yang “Tidaklah berdosa atas orang buta, pincang, orang sakit....”
Apakah terputusnya Abu Hamid Al Ghozali dari peperangan salib (karena menyendiri beribadah di Baitul Maqdis, pent) merupakan sifat baik dalam kehidupannya ataukah yang ada adalah sebuah tanda tanya??!!
Ketika sebagian orang mengingkari orang yang terjun menyerang ke tengah barisan pasukan sendirian dan berhujjah dengan ayat; “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian kepada kebinasaan” maka bangkitlah Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu. Ia luruskan pemahaman mereka dan ia bimbing mereka bahwa maksud kebinasaan tersebut adalah tidak mau berinfaq di jalan Allah dan bukannya dalam berjihad. Ia bantah mereka: “Maka berperanglah di jalan Allah. Tidaklah dibebankan melainkan kewajiban dirimu sendiri”.
Apakah bangsa Tartar mau hengkang kalaulah bukan lantaran (ba’dallah) para ulama yang mengobarkan semangat jihad. Demikian pula pasukan salib dan ‘Ubaiidiyyun (perintis dinasti fathimiyyah yang difatwakan kafir oleh para ulama’ Mesir)
Bukankah keluar berjihad para Fuqoha sahabat dan tabi’in? Semoga Allah meramati Sa’id bin Musayyib, Asad bin Furat, Ibnul Mubarok, Bukhari. Mereka adalah para ulama sekaligus mujahidin di saat jihad hukumnya fardhu kifayah. Semoga Allah merahmati Umar Mukhtar, Qossam dan…..Jadi ilmu itu dengan dipraktekkan bukan hanya sekedar dihapal. Kalaulah tidak niscaya iblis itu ulama’ besar.
Dusta kalian! Tidak, sekali-kali ucapan itu tidak akan dilontarkan oleh seorang ulama’! Seorang ‘alim tidak akan dapat menggugurkan faridhah jihad yang akan langgeng hingga hari Kiamat berdasarkan nash hadits. Adapun orang yang mencampakkan senjata dengan alasan politik itu mengeraskan hati, maka ingatkan orang itu bahwa kebanyakan sahabat telah berpendapat supaya pasukan Usamah bin Zaid (yang dikirim Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelang wafatnya, pent) agar dibubarkan dulu saja dan supaya terkonsentrasi pada persoalan kaum murtaddin. Dan ternyata tidak ada yang teguh selain Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan dialah yang benar sendirian. Kemudian seluruh sahabat beralih kepada pendapatnya yang benar itu. Janganlah kalian mengatakan: “Kami tidak ada kemampuan”! sebab kewajiban kalian saat lemah adalah I’dad. Lantas kenapa kalian terus saja melancarkan perang mulut saja. Sedang orang baik di kalangan kita sekedar menulis tentang ‘fadhilah-fadhilah jihad’ atau maenulis sebuah makalah atau menyampaikan sebuah ceramah.
Seakan-akan lantaran banyaknya talbis (pengkaburan) syetan-syetan manusia dan jin sehingga manusia pada zuhud terhadap jihad berperang. Namun demikian “Senantiasa akan terus ada sekelompok dari umatku yang menang….MEREKA BERPERANG…” maka jadilah anda dari kelompok tersebut. Dan jika anda tidak menjadi bagian mereka maka janganlah anda menggembosi mereka sehingga anda akan menghimpun dua keburukan!. Dan jangan lupa bahwa dosa itu ketika tidak ada udzur. Sedang kita menghukumi dhohirnya dan Allah yang akan mengurusi batin. Yang jelas, bagaimanapun juga sebuah masyarakat itu tidak akan pernah kosong dari adanya ulama su’ (jahat).


3. Jika Mereka Mengatakan: Bayangkan Jika Semua Keluar Berperang, Siapakah Yang Akan Tinggal di Sini. Hal ini Tidak lain Kecuali Tindakan Ngawur!

Maka Katakan Pada Mereka:
Jalan para Nabi tidak ada yang istilah ngawur!! Apakah para sahabat itu disebut orang-orang yang bertindak ngawur dan gegabah?! Seandainya anda keluar, saya keluar, Fulan keluar,….seterusnya niscaya akan tercapai kecukupan dan kita kan menang. Akan tetapi kita bertingkah seperti orang-orang munafiq yang suka menyampaikan alasan-alasan; “Dan datang orang-orang badui yang minta uzur supaya diizinkan untuk tidak berangkat”
Syubhatmu tidak lain seperti syubhat orang yang menentang hukuman had pencurian. “Bayangkan kalau hukuman had diterapkan pasti kamu akan melihat manusia berjalan tanpa tangan semua”!? Jika hukuman had diterapkan maka apakah masih akan ada pencuri satupun? Demikianlah seandainya keluar orang-orang sampai batas-batas kecukupan dan menutupi kebutuhan niscaya kita tak butuh lagi manusia lainya. Dan jangan sampai lupa bahwa kebinasaan itu pada sikap tidak mau berinfaq untuk jihad dan bukannya pada tindakan berjihad.
Jika adzan Maghrib dikumandangkan lalu kita bersegera menuju sholat apakah kita lantas sebagai orang-orang yang tergesa-gesa atau bertindak ngawur?! Lha bagaimana sedangkan Kitab, Sunnah dan nash-nash ulama’ menyeru semenjak jatuhnya Andalusia: “Hayyya ‘Alal Jihaad”? akan tetapi di manakah gerangan ‘Pahlawan Thoriq’ yang menyambut seruan?!
Demikianlah sikap para ulama jahat mencampakkan dalil-dalil, menghapusnya dengan satu atau dua kalimat dari alasan-alasan buruk, tuli lagi bisu. Sehingga membuka kelonggaran bagi orang-orang yang gampang memperolok-olok hukum-hukum syari’at, yakni kelonggaran bagi mereka untuk menggambarkan mujahidin sebagai sekelompok anak jalanan yang dikatakan pada mereka: “Ayoo anak-anak muda!! …lalu semua langsung menyambut dengan segera: “Okk, kita jalan!” seperti team sepak bola anak-anak. Padahal gambaran ini sama persis dengan bunyi hadits “..setiap kali mendengar suara menakutkan atau hiruk pikuk ia langsung terbang ke sana….” HR Muslim . lantas pernahkah kalian terbang –sekalipun hanya sekali- ke satu pertempuran diantara pertempuran-pertempuran yang ada.


4. Jika mereka mengatakan: Akan tetapi jihad dengan harta pada hari ini lebih penting daripada jihad dengan jiwa, maka cukuplah kita berjihad dengan harta kita saja !!!

Maka katakan pada mereka:
Bahkan jihad dengan jiwa lah yang lebih penting dengan dalil “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan digantikan jannah bagi mereka” Allah memulai dulu dengan jiwa dalam pembelian ini dimana ayat-ayat lain dimulai dengan harta sebelum jiwa. Sebab harta mendahului jihad dengan jiwa sekedar temporal sesaat. Maka anda tidak akan dapat sampai ke bumi jihad tanpa harta (pesawat, kendaraan, onta….)dan tidak ragu bahwa sebaik-baik jihad adalah orang yang berangkat jihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak ada yang kembali pulang sebagimana dalam sebuah hadits.
Realita berbicara; bahwasanya kita tetap butuh personal lelaki. Seandainya jihad fardhu kifayah niscaya anda bolehlah mencukupkan dengan harta. Adapun ketika jihad fardhu ‘ain maka, “Berangkatlah kalian berperang dengan rasa ringan maupun berat” dan “Jika kalian tidak mau juga berangkat berperang pastilah Allah akan menyiksa kalian dengan siksaan pedih”. Ketika jihad telah fardhu ‘ain maka boleh didahulukan daripada sholat menurut tiga madzhab kecuali kalangan Hanbali. Jadi menyerahkan harta tidak mencukupi 58
dari menjalankan kewajiban jihad dengan jiwa sebagaimana membayar sejumlah harta supaya mewakilkan puasanya itu tidak dapat melepaskannya dari tanggungan puasa sendiri ataupun untuk menggantikan sholat fulan. Sebab jihad jika telah fardhu ‘ain maka sudah tidak ada lagi perbedaan sama sekali dengan faridhoh-faridhoh lainya seperti sholat dan shiyam…serta lainnya.
Kendati mereka berkutat dengan segala ‘macam jihad’ selain jihad perang. Namun apakah anda melihat mereka bersedekah dengan seluruh hartanya atau setengahnya. Ataukah mereka mengharap-harapkan pahala yang lebih banyak kepada Allah dengan 1/10 dari gaji mereka (yang diinfaqkan). Namun untuk 9/10 mereka simpan dan belanjakan kepada keluarganya serta untuk bagian begadang mereka tak terlupakan kemudian mereka mengatakan: “Kami wahai manusia adalah juga mujahidin..mujahidin..mujahidin!!!.


5. Jika mereka mengatakan: Akan tetapi kami telah banyak memberi manfaat dengan kerja kami disini. Orang ini mendapat hidayah, yang ini telah beriltizam, sedang itu memanjangkan jenggotnya, adapun perempuan telah berhijab. Kebaikan datang dan kaum muslimin senantiasa masih baik dan masih banyak kebaikan di tengah mereka!!!?? Lantas APA FAEDAH YANG KALIAN AMBIL dari PERANG SEKARANG INI??? Kalian ini, apakah yang telah kalian ambil faedahnya?? Melainkan hanya BENCANA DEMI BENCANA dan KETERPURUKAN BEBERAPA TAHUN KE BELAKANG?? Mana HASIL-HASIL PERANG?

Katakan kepada mereka:
CUKUPLAH BAGI KAMI bahwa kami mengambil faedah dari PERANG adalah RIDHO ALLAH kepada kami. Cukuplah bagi kami bahwa kami MENTAATI RABB KAMI dalam hal yang telah DITITAHKAN kepada kami!!! Demikianlah kaum munafiqin dahulu mengatakan. Mereka mengatakan setelah perang Raji’: “Duhai celakalah mereka (para Shahabat yang terbantai di Raji’) terfitnah yang binasa begitu saja!! Tidaklah mereka tinggal di tengah keluarganya tidak pula mereka dapat menunaikan misi teman mereka (Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam).
Mereka akan mengatakan: “Tidaklah meraka (mujahidin) selamat tidak pula mereka dapat MELENYAPKAN KEKUFURAN yang mereka perangi dan tidak pula mereka DAPAT MENEGAKKAN DAULAH ISLAM. . . !!! “Dan diantara manusia ada saja yang perkataannya membuat kamu terkagum kagum . …” (QS Al Baqoroh)
Cukuplah bahwa Mujahidin dimana saja mereka berada senantiasa menumbuhkan pada ummat perasaan IZZAH setelah sebelumnya TERTIMPA KALAH MENTAL !!! Bagaimana tidak?? Sedangkan Beruang Rusia TIDAK MAMPU MENGALAHKAN BANGSA AFGHAN padahal prosentase kemiskinan mencapai 90 %. Adakah sebuah PARLEMEN –apapun parlemen itu- dengan kekuatannya dapat MENGUSIR RUSIA dari negeri negeri kaum muslimin???
Apakah boleh diucapkan: “Apasih FAEDAH yang diambil ALI Radhiyallahu ‘anhu dalam MEMERANGI Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu? Bolehkah diucapkan: Apa faedah yang mereka ambil dari UHUD dan dari BILAATHUSSYUHADA??? Bolehkah diucapkan: “Apa faedah yang kita ambil dari perintahMu Yaaa Rabbanaa??”
Berapa banyak orang bodoh, yang mengatakan seperti burung BEO ; “Tidaklah Jihad Afghan usai hingga Mujahidin saling berperang sendiri antar mereka”. Berapa banyak mereka orang bodoh itu !!! Jika engkau mau, katakan saja sekalian: mereka adalah para AGEN yang BUSUK!! Seandainya engkau mengeluarkan zakat hartamu kepada Fulan lalu orang itu MURTAD dan memerangi Islam dengan harta tersebut. Apakah lantas kamu total TIDAK MAU BERZAKAT? Ataukah yang kamu CELA orang orang yang menyelewengkan???
Yang terjadi itu tidak lain hanyalah bagian dari sunnah kauniyah Allah Ta’ala sebab ketika tangan mereka satu Allah kalahkan lewat tangan mereka pasukan Rusia. Maka ketika mereka telah berselisih maka lemah dan hilanglah kekuatan mereka. Jadi dengan bersatu kita akan MENANG dan dengan perpecahan kita akan DIKALAHKAN. Mustahil namanya JIHAD dapat mengakibatkan perselisihan kaum muslimin!!! Orang yang Obyektif lagi adil akan mencela perselisihan mereka sekarang ini dan ia tidak akan mencela JIHAD yang berjalan selama 13 TAHUN.
Kemudian bukankah telah murtad salah seorang penulis wahyu; ABDULLAH BIN ABI SARRAH? Apakah lantas Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dicela lantaran Beliau menjadikan orang tersebut sebagai penulis wahyu sebelumnya!!?? Kemudian wahai kalian dan kalian !! Apa yang telah kalian persembahkan untuk DIIN ini?? Tidakkah yang dipersembahkan oleh mereka yang tetap tinggal di Makkah setelah hijrahnya Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selain malah menyakiti diri mereka sendiri dan ; “Jihad Utama adalah kalimat Haq dihadapan penguasa LALIM”. HR Ahmad, Hadits Shahih.
Berapa banyak mereka, orang orang PERMUKAAN itu yang mencukupkan diri dengan adanya pemuda yang bisa menjauhi wanita atau yang lain telah memelihara jenggot atau seorang pemudi yang telah berhijab atau permainan islami yang mengganti permainan yang tidak islami atau CD Permainan anak anak islami sebagai ganti yang tidak islami atau dengan adanya majalah dinding di Masjid atau Ma’had Tahfidul Qur’an sebagai ganti kafe kafe malam yang tersebar atau media rusak yang menyebarkan kebobrokan yang merata di seluruh negeri .
Berapa banyak mereka orang-orang PERMUKAAN yang sibuk melakukan ISHLAH (perbaikan) parsial namun LALAI dari yang LEBIH besar dan lebih penting !!!?? Bahkan betapa ‘dalamnya ‘PERMUKAAN orang yang bahagia lantaran dapat memberi makan seorang yang tidak makan selama 2 pekan padahal disampingnya ada orang tenggelam yang teriak minta-minta tolong kepada manusia: “Selamatkan aku , selamatkan aku”. Duhai betapa bagusnya Keberhasilan karya yang diciptakannya. Betapa DALAMNYA permukaan orang yang gembira lantaran sekedar dapat membangun sebuah masjid atau dapat menyampaikan sebuah ceramah di radio atau diperkenankan baginya menulis suatu makalah di pojok Koran pemerintah?! Namun tidak pernah terpikir olehnya persoalan-persoalan besar.
Janganlah kau putus ekor ular lalu engkau lepaskan, jika engkau seorang pemberani maka ikutkan kepala setelah ekornya
Adapun orang yang tidak mampu memotong kepala maka ia berkewajiban melakukan I’dad persiapan untuk dapat memotong kepala bukan malah ter-SIBUK-kan dengan memotong ekor. Lantas bagaiman halnya dengan orang yang MALAH sibuk melakukan I’DAD UNTUK SEKEDAR MEMOTONG EKOR !!! Kemudian setelah semua I’dad ini ia merasa cukup dengan ekornya saja, “Dan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik baiknya” (QS Al Kahfi).
Katakan kepadaku, lantas bagaimana halnya dengan orang yang tidak pernah berpikir sekalipun dalam hal I’dad untuk memotong ekor, sedangkan orientasinya hanya I’dad untuk ZUWAJ (nikah) dengan HUURUN THIIN (bidadari tanah) daripada HURUN’IN (bidadari Jannah) – kalo misalkan ungkapan ini boleh-!!
Apakah buku buku agama yang menyerbu pasaran itu bertambah atau berkurang? Apakah orang orang yang disebut sebagai para Da’I semakin bertambah atau berkurang? Apakah ceramah ceramah, khotbah khotbah, seminar seminar dengan kaset kasetnya itu bertambah ataukah berkurang?? Sebaliknya, kerusakan dan perusakan apakah semakin bertambah ataukah berkurang? Lebih detailnya, Manakah yang lebih besar prosentasenya: semakin mendekatnya manusia kepada Diin ataukah semakin menjauh?? Lantas apalah artinya kalau begitu, berada diatas satu manhaj yang mana realita menyeru! “Wahai Manhaj, Sesungguhnya engkau tidak akan menyampaikan kepada target sasaran??” Sedangkan kitabullah menyerunya ;” Berangkatlah kalian untuk berperang baik merasa ringan maupun berat . . .” Jadi apakah obat kalian itu MUJARAB menyembuhkan ataukah malah MEMBIUS orang???
Berapa banyak sudah orang orang yang kami tidak dapat lagi mengendalikan sepak terjang mereka kendati mereka telah aktif di Masjid semenjak kecilnya. Kami kehilangan kendali mereka lantaran dahsyatnya kekuatan kebobrokan dan kurangnya atau lemahnya daya kebaikan, yakni sikap kurangnya dalam mengambil puncak tertinggi perkara Diin ini.!!! Benaar ! kami telah kehilangan kendali mereka sedang contohnya banyak sekali maka tanyakanlah orang yang berpengalaman:
Jika telah berada diatas yang haram maka tidak ada lagi artinya panjangnya shalat malam
Dan bukan hal yang tersembunyi bahwa pemerintah yang paling toleran saja telah meletakkan garis merah. Mereka (pemerintah) ijinkan rakyat jelata untuk bergerak sesukanya sebelum mencapai batas garis merah tersebut sampai jika mereka telah mendekatinya mereka akan menelan pukulan pemerintah sebelum mereka sampai. Subhanallah ! Memang beberapa kaum (harokah yang tidak berjihad,pent) belum mau mengambil Ibrah dari sejarah sehingga engkau lihat mereka bersikeras ingin mengulang kembali putaran Zaman hingga mereka menelan pukulan yang bisa jadi sebagai babak akhir kebinasaan !!
Tinggal satu pertanyaan yang terlontar; ”Apakah tindakan bijaksana, kita berusaha mencurahkan sekuat tenaga untuk sekedar mencapai ke Garis Merah saja ATAUKAH MEMBEDOL TOTAL garis merah tersebut sampai akar akarnya??! Apakah kalian benar-benar percaya bahwa “arsitek bangunan” itu dapat melenyapkannya??? Atau kisah kisah dan riwayat riwayat dapat memupuskannya??? Lantas bagaimana kalian ini memutuskan?!! bagaimanapun kamu berbuat lalu berbuat maka toh generasi awal mereka telah mendahului semenjak puluhan tahun lalu. Mereka angkat syiar AL-JIHAD SABILUNA (Jihad adalah jalan kami). Namun tidak pernah mempraktekkannya melainkan hanya sedikit. Jika engkau mau, katakan saja; “memang generasi awal mereka telah banyak mempraktekkannya, namun lihat di manakah mereka sekarang??!!” Terpenjara, terusir atau diblokade, semoga Allah membebaskan mereka dan menunjukkan kita dan mereka kepada jalan yang lurus.
Permisalanmu sekarang ini -betapapun kamu telah menTARBIYAH, mendidik, mengajar, mengarang dan melakukan amar ma’ruf nahi Munkar serta mengadakan proyek proyek sosial-. Permisalanmu tidak lain hanyalah seperti seorang dokter yang pandai lagi Juru Da’wah, Aktifis lagi di dengar kata katanya yang dijebloskan ke penjara secara Dholim. Lalu ia melihat di dalam penjara seorang buta huruf yang tidak tahu apa apa lalu ia ajari orang tersebut–sebab inilah yang dapat ia lakukan sekarang- maka setelah lewat 10 tahun dikatakan padanya, silahkan anda keluar ! ia mengatakan ;” Tidak, Saya masih melakukan I’dad. Telah ku ajari orang ini sampai ia menjadi dokter yang juga Da’I dan esok akan datang kepada kami lebih banyak lagi para pesakitan yang akan kita ajari hingga kita sampai pada tingkatan standar I’dad lalu kitapun dapat mengeluarkan seluruh pesakitan dari penjara???!!!
Yaa! Siasat omongan kita seperti orang dungu ini -padahal ia seorang DOKTER-. Seandainya ia benar benar jujur mestilah dia akan mengajarkan mereka bagaimana perang atau sarana sarana yang tercurah ke persoalan perang. Bukan bagaimana Tajwidul Qur’an atau bahasa Arab sebagai bahasa pengantar - dengan tetap menyadari akan pentingnya Tajwid dan Bahasa Arab-. Namun ketika telah usai dari I’dad ini. Lantas ‘kemarilah kalian menguasai seluruh Ilmu-ilmu syar’I yang hanya setingkat fardhu kifayah’. Silahkan buka Sirah para Salaf !!! Mereka dulu mengajarkan peperangan peperangan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan sariyah sariyahnya sebagaimana mereka mengajarkan surat Al-Qur’an. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Zainal Abidin, Ali bin Husain Rahimahullah (seperti tersebut dalam AlJami’ Li Akhlaaqi rawi karangan Khatib Baghdadi II/195).
Benar, inilah kondisi aktifis baik mereka. Tidak henti-hentinya mengulang-ulang: “Kami tidak punya job (beramal islami, pent) selain apa yang ada pada kami sekarang ini! Kepada orang-orang itu, katakanlah tanpa segan-segan lagi: “Benar kalian. Kalian lebih baik daripada orang yang sama sekali tidak punya orientasi baik di tempatnya maupun kepada soal perang yang memang sama sekali tidak beramal untuk Islam. Akan tetapi Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahukan kepada kita tentang THOIFAH MANSHUROH (kelompok yang akan ditolong Allah) bahwa sifatnya dalah YUQOOTILUUN (mereka berperang). Sudahkah engkau cari mereka?. Betapapun lapangan-lapangan yang kalian beramal di dalamnya, maka lihatlah, apakah tercurah ke lapangan ‘YUQOTILUUN’ atau benar-benar ‘YU’IDDUUN’ (mereka I’dad) untuk perang dan bukannya untuk nikah, pesta ataupun …..
Sesungguhnya kaum muslimin yang berdosa lantaran mereka tidak mau hijrah dari Mekkah sebelum ditaklukkan dari tangan kesyirikan. Mereka-mereka itu mampu untuk berdakwah secara lemah lembut dan pelan-pelan lewat penyebaran buku-buku, kaset-kaset, ceramah-seramah persis seperti yang diperbuat oleh madrasah (baca: harokah dan jama’ah) “Menahan Diri” pada hari ini!!! Kendati ulama sepakat –tak ada perselisihan sama sekali- bahwa jihad perang hari ini paling tidak beralih menjadi fardhu ‘ain lantaran belum sampai kecukupan.
Okelah anda boleh mengatakan: “Sesungguhnya saya di sini dapat memberi faedah dan beramal untuk Islam” seandainya hasilnya selevel dengan berbagai kejadian. Anda berhak lah mengklaim hal itu selama Robbmu yang telah engkau pasrahkan dirimu kepada-Nya tidak mewajibkan kepadamu selainnya. Dan anda tidak boleh mengatakan: “Saya berkewajiban untuk berbuat dan saya tidak akan melihat hasilnya”, sebab orang yang memerangi musuhnya yang dipersenjatai lengkap hanya dengan pisaunya kemudian mengatakan: “Saya akan berbuat dan tidak akan peduli dengan hasil yang buruk”. Tidak ragu lagi orang ini tidak paham Islam karena ia tidak mau mengambil sebab sebab yang diperintahkan Allah kepadanya. Berbeda dengan MUQOTIL (petempur) di jalan Allah yang menjalankan apa yang Allah ta’ala perintahkan dengan mengambil sebab sebab semampu dia “Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian mampui”, Kemudian ia maju berperang lalu terbunuh atau tidak memperoleh hasil yang ia harapkan, maka orang ini meraih pahalanya sekalipun tidak menuai hasilnya di Dunia –disertai adanya keikhlasan- sebagai mana yang terjadi pada pasukan pemanah gunung Uhud yang tetap bertahan akan tetapi mereka tidak sempat melihat hasil amal mereka dan terbunuh. Beberapa banyak orang yang perlu dikasihani, yang mengatakan: “Berperanglah dengan pedang di Era bom atom dan jangan menanti nanti atau melihat hasil !!!, kecuali JIKA MEMANG SAMA SEKALI TIDAK MAMPU melainkan dengan WASILAH itu”.
Maka selama kita diperintahkan untuk hijrah dan berJIHAD maka tidak ada artinya perkataanmu, “Saya dapat memberi faedah kepada negaraku di sini”. Baca: “APAKAH MEMBERI MINUM ORANG HAJI dan memakmurkan MASJIDIL HARAM kalian samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan berjihad di jalanNya. TIDAK SAMA mereka DI SISI Allah dan Allah tidak menunjuki kaum yang Dhalim”. Kemudian amal islami yang engkau lakukan di sini dapat engkau lakukan di negeri Islami tersebut –kalao memang ada_baik belajar maupun mengajar. Bahkan Negeri Islam tersebut –jika ada - ungguh sangat membutuhkan kepada orang orang sepertimu entah kamu berprofesi sebagai dokter atau Farmasi atau ahli kimia . . .. Sangat lebih menghajatkan dari pada negerimu sendiri. Jika “MEKKAH” KERING kerontang maka kamu harus beralih ke Madinah dan Realita menguatkan hal itu.
Allah Rabb kita menuntut kita ber-Ubudiyah dengan Syare’at yang ditinggal wafat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bukan dengan Syare’at awal kali Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diutus sebagai Rasul. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam wafat dalam kondisi mendorong pengiriman pasukan Usamah !!! Lihatlah pula Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bertekad menuju Thaif (diawal da’wah) ketika telah tidak ada lagi harapan dengan Makkah, kemudian beralih lagi ke Madinah sedang kamu MASIH SAJA BERADA DI KOTAMU !!!
Jika kita menjalankan apa yang Allah ta’ala perintahkan kepada kita lantas kita tidak mendapatkan hasil di sana maka kita katakan: “Janganlah kalian putus asa selama kalian tetap mempraktekkan perintah Allah untuk berangkat perang. Sungguh peperangan salib telah berlangsung selama 90 tahun sedangkan Al-Aqsha terkunci tiada Shalat DIDALAMNYA. Kaum Qaramithah (sekte agama syiah) mencabut hajar aswad dari tempatnya selama 41 tahun sampai sampai seorang Qaramithah mengatakan: “Dimanakah BURUNG ABABIL?”. Demikian pula pada masa kita, para ahli meyakinkan bahwa perang di Chechnya tidak lebih dari tiga hari. Dan sebelum mereka, telah bersikap tegar penduduk BOSNIA yang terkucilkan . Mereka berhadapan bukan didepan SERBIA namun dihadapan KONSPIRASI seluruh dunia atasnya. Sebelum mereka dan mereka, telah wafat HAMZAH Radhiyallahu anhu sedang ia belum melihat Daulah Islamiyah. Telah meninggal Waraqah bin Naufal sedang ia belum melihat kejayaan Nabi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Telah meninggal mereka yang meninggal di Najasy dan mereka belum melihat tersebarnya Islam. Akan tetapi mereka semua tidaklah goncang sebab mereka menjalankan apa yang Allah perintahkan kepada mereka. Adapun “Aku akan berperang dengan pisau saja di Era Atom kemudian aku mengatakan: Tidak usah menunggu hasil” Maka jangan seperti itu sebab ini hanyalah kedustaan dan talbis (tipuan) !!!.


6. Jika mereka mengatakan: “Saya tidak mau keluar kalau harus meninggalkan negeri Syam karena keutamaan negeri Syam, keutamaan ribath disana, dan berita gembira Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang terjaganya Syam dari Fitnah. Dan beramal untuk Palestina lebih baik dan lebih utama dari pada selain Palestina !!!

Maka katakan kepada mereka:
“Akan tetapi para Shahabat mau meninggalkan Makkah dan Madinah -apalagi sekedar Negeri Syam- untuk ber Perang di Jalan Allah. Dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhu mengepung Romahormuz selama 4 bulan dalam sesaljuan. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk SALAFUSSHALIH. “Setiap kali mendengar suara menakutkan atau hiruk pikuk (adanya musuh) ia terbang kesana . . .” HR Muslim. Kemudian bahwa sifat THOIFAH MANSHUROH adalah “. . . YUQAATILUUN (mereka berperang) . . .” lantas apakah kalian ini BERPERANG?, bahkan apakah kalian dengan kerja yang kalian lakukan di sini SEDANG BERRIBATH??? dan apakah RIBATH itu??!!! Apakah kalian sekarang ini benar benar di BAITUL MAQDIS ataukah di daerah-daerah sekelilingnya saja !!?? kalau begitu tidak mustahil Turki juga termasuk sekeliling BAITUL MAQDIS?! Dan saya hampir dapat memastikan, seandainya salah seorang kalian dapat kemudahan kontrak kerja di sebuah negara kaya pastilah ia akan TALAQ negeri Syam 3 KALI. Dan alasan kalian –saat itu- bahwa kalian akan mengumpulkan harta untuk PERSIAPAN DI JALAN ALLAH. . . !. Cobalah RENUNGKAN.
Kamu BENAR, bahwa Palestina lebih baik dan lebih utama dari yang lain !!! Bahwa memerangi yahudi lebih utama daripada memerangi Rusia, misalnya. Akan tetapi yang Allah kehendaki dari kita adalah MEMERANGI MEREKA, sedang kalian menghendaki MENGARANG BUKU YANG MENJELASKAN SEJARAH PALESTINA !!! Allah menginginkan kita untuk berangkat PERANG sedangkan kalian ingin MERASA BERAT TINGGAL DI BUMI !!!. Dan supaya kalian menipu masyarakat jelata, kalian mengatakan: “Kami bekerja untuk Palestina !”
Wahai para pengabdi PALESTINA, beritahukanlah kepadaku !!! Seandainya musuh menyerbu suatu negeri bukankah wajib menurut Ijma’ untuk bangkit memerangi mereka dan mengusirnya??!!! Jadi KEWAJIBAN adalah ber PERANG. Jika kita lemah maka WAJIBLAH I’DAD untuk kewajiban (perang) ini.
Ketika Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah ditanya: “Bagaimana anda meninggalkan Palestina sedangkan anda adalah putra PALESTINA dan anda malah berperang di Afghanistan? Beliau menjawab: “Masjidmu jika roboh, Apakah kamu lantas meninggalkan shalat sampai masjidmu itu dibangun dulu ataukah kamu pergi dan shalat di Masjid lain???” Bosnia, Chechnya, Kashmir . . …(Iraq, Moro, Indonesia dan mana saja terhadap Kuffar dan Thoghut,pent) Kapan saja masjidmu diperbaiki atau kapan saja kamu mampu memperbaikinya sendiri maka saat itu kamu silahkan kembali. Apakah perang di Palestina lancar??? Sesungguhnya pemerintahan pemerintahan yang ada berusaha keras untuk mencegahnya. Seandainya betul-betul telah dibuka front peperangan yang sebenarnya terhadap Yahudi PASTILAH akan kami katakan kepada mereka: “Benar kalian ! Demi Allah, di sini lebih utama daripada di tempat lain. Akan tetapi apakah pedang dapat ditandingi dengan tongkat? Apakah kita akan menandingi RPG (senjata peluncur roket) hanya dengan batu???!!
Ya, seandainya memang sama sekali tidak ada Front Islam apapun di suatu tempat di muka bumi dan kita ingin membuka beberapa Jabhah (front-front perang) di beberapa negri terjajah maka yang paling utama –tak ragu lagi- adalah Baitul Maqdis. Akan tetapi jika kita mampu (perang) di tempat lain, apakah lantas kita meninggalkan perang (di tempat lain) dengan alasan I’dad (bersiap) membuka Front Islam di Batul Maqdis? Bagaimanakah?! Dengan sekedar menulis buku-buku dan meluncurkan CD yang menerangkan sejarah Palestina?! DEMIKIANKAH PALESTINA AKAN DIBEBASKAN? Ataukah pergi ke “Madinah” untuk melakukan I’dad kemudian kembali lagi ke “Mekkah” untuk menaklukkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul mulia kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam?!
Apakah Robb kita berfirman: “Janganlah kalian berperang di belahan bumi manapun sampai terbebaskannya Palestina? Apakah saudara perempuanmu Yordania atau Palestina itu lebih penting (!!) daripada perempuan Bosnia atau Tajikistan atau Afghanistan? Kalian ini –kendati ada jeritan muslimah-muslimah- menggembar-gemborkan –minimal dengan bahasa keadaan kalian-: “Kami bekerja untuk Palestina”! Bahkan saya hampir memastikan bahwa kalian wahai para pengabdi Palestina: Hingga seandainya di buka Front peperangan Islam yang jelas Benderanya di Palestina pastilah kalian akan tetap tinggal di negeri-negri kalian dan ALASAN KALIAN MASING-MASING: “Kami mendukung Front perang dalam bidang media dan harta (saja!!, pent). Saya katakan: “Beritahukan pada kami ! Kalian…kalian sendiri, apa yang kalian kerjakan sebelum ada kemudahan “jihad omongan dan kecapekan” menurut ungkapan kalian di hari-hari ini? Kalian di manakah kalian sebelum ada kemudahan menyokong Intifadhoh melalui jalur-jalur (resmi) pemerintah? Tak diragukan, kalian berada dipelukan istri-istri kalian? Atau sedang ‘I’dad’ siap-siap untuk duduk dipelukan istri kalian! Maaf saja, Kebenaran lebih berhak untuk dinyatakan!!
Saat pecahnya perang aku tak mau mencoba (keberanian) diriku, dan saat kekalahan akupun seperti menjangan
Aku Kobarkan semangat perang pada kesatria-kesatria kaumku, dan saat pertempuran aku berlindung di balik punggung mereka (saja)
Bagiku tekad yang dapat membelah air dan memecahkan dua butir telur berturut-turut
Itulah kelebihan para kesatria, orang sepertiku musuhnya lari duluan sebelum pertempuran??!!
Jika kalian benar-benar jujur niscaya kalian akan ridho dengan dunia sedikit ala kadarnya lalu kalian infaqkan selebihnya ke pintu-pintu jihad yang kalian sangka itu. Barangkali kalian memandang diri kalian sebagai orang-orang bijak, yang bekerja untuk jangka panjang, jadi tak mengapa kalian begadangan, jalan-jalan ke perkebunan dan club-club untuk bersantai-santai dan mencari hiburan dari penatnya “JIHAD”. Adapun Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya, maka mereka adalah orang-orang sedikit gegabah/tergesa-gesa ataukah “ZAMAN MEREKA LAIN DENGAN ZAMAN KITA”!!!
Sebagian mereka menganggap dirinya seperti ‘Sholahuddin’ yang melakukan persiapan untuk memerangi kaum salibis. Dan tahukah kamu bahwa I’dadnya Sholahudin semuanya tercurah di medan-medan perang: belajar memanah, (kalo sekarang) tank-tank, pesawat-pesawat….sedang I’DAD KALIAN TERCURAH DI SAKU-SAKU BAJU DAN ‘KURS UANG’! Bandingkan saja antara kehidupannya dengan kehidupan kalian. (Perjuangan) Palestina kalian dengan omongan, begadangan dan fhoto-fhoto sedangkan (perjuangan) Palestina dia dengan luka-luka dan kerja keras siang dan malam !!
Rujuk ulang tema “Zaman mereka beda dengan zaman kita” supaya engkau dapat melihat apakah I’dadmu di negrimu yang kamu sangka demi Palestina itu dibenarkan Syari’at ataukah kamu benar-benar tertipu!. Rujuk ulang tema “Perbaikan-perbaikan parsial” dan “Kenapa Jihad”??


7. Jika mereka mengatakan: Barangkali mereka (mujahidin) adalah para agent ! jadi kita tidak lagi dapat membedakan mana yang benar-benar mujahid dengan agent. Maka yang terbaik bagi kita adalah Uzlah (mengucilkan diri) daripada hijrah?! Dan tidak ada jihad tanpa ijin seorang Amir yang menghimpun kaum muslimin!

Maka katakan kepada mereka:
“Tuduhan-tuduhan selama kalian tak mengadakan bukti-bukti maka orang-orang yang melontarkan hanyalah pendakwa saja”.
Dengan ucapan kalian ini, kalian telah meruntuhkan ilmu jarh wa ta’dil semuanya. Kemudian banyak di kalangan orang-orang yang suka menggembosi dari para ulama’-ulama’ penguasa –sekaligus penghalang dakwah-, mereka menjejali (istana) penguasa yang dzalim dan mencari-carikan udzur untuknya. Padahal kesesatannya jelas. Lantas kenapakah kalian tidak menimbang (baca:menilai) dengan neraca sama terhadap orang yang lahiriyahnya baik dari kalangan mereka yang berperang sedang mereka jelas-jelas di atas haq.
Sebaliknya engkau lihat mereka jika ada seorang yang mengkafirkan penguasa maka mereka membelanya, mempertahankannya dengan kata-kata dan menyatakannya sebagai PENGUASA YANG BUDIMAN?!. Lantas jika sebuah jama’ah Islam yang berperang di suatu tempat dianggap baik-bersih, engkau lihat mereka menyebarkan kedustaan-kedustaan radio kafir dan mereka besar-besarkan (kesalahan) sebiji supaya menjadi satu kubah. Apakah seperti ini pantas bagi orang-orang yang bersikap OBYEKTIF?!
Sesuai ungkapan mereka:
Ia sebagai singa terhadapku Namun dalam peperangan ia burung unta
Amat menjijikkanlah meraka itu.
Jika engkau meragukan sebuah Front maka silahkan mencari Front lain untuk berperang dan ia ada berdasarkan Nash Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Jadi CARILAH BENDERA YANG BENAR dan jangan engkau BOLEHKAN dirimu DUDUK BERPANGKU TANGAN di rumahmu MENYEBARKAN KERAGU-RAGUAN seperti orang MUNAFIQIN. Engkau berkata: “Mereka telah tertipu oleh agamanya”.
Sudahkah engkau benar benar berusaha –sekalipun dengan bertanya- untuk mengetahui berita berita mujahidin dan tempat mereka ataukah engkau mencukupkan diri dengan berita yang disebarkan oleh KANTOR KANTOR berita KAFIR atau agen agennya??? Apakah sikap ini pantas bagi ORANG ISLAM??!! Dimanakah anda dengan situs situs mereka sekalipun lewat INTERNET??
Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallamlah yang menyampaikan berita gembira kepada kita: “Diin ini akan senantiasa tegak. Yang akan berperang diatasnya sekelompok dari kaum muslimin hingga tibanya hari kiamat”. HR Muslim. Dalam suatu riwayat: “Senantiasa ada sekelompok dari Ummatku . . . YUQOOTILUUN (mereka berperang) . ..”. Sudahkah engkau mencari TAHU sebagaimana engkau mencari tahu peluang kerja yang akan mengumpulkan harta di suatu negara teluk atau sebagaimana engkau mencari tahu perdagangan menguntungkan yang ditawarkan kepadamu di suatu majalah atau mencari tahu tentang orang yang meminang anak perempuanmu??? Percayalah kepadaku, Saya tidak melihat kebanyakan dari kita yang peduli dengan hal ini kecuali yang dirahmati Allah. Barangkali demi hal itu semua engkau tanya berhari hari dan berbulan bulan sampai engkau condong kepada salah satunya.
Kemudian sudah maklum bahwa perang dahsyat antara Romawi dan Persia selalu terjadi. Lantas apakah mungkin bagi seorang berakal mengatakan: “Bahwasanya kaum muslimin tatkala mendahului menyerang Romawi pada perang Mu’tah, mereka adalah agen agen Persia. Sedangkan yang ada hanyalah bertemunya kepentingan sama. Jadi peperanganmu terhadap Romawi –yang itu wajb atas ummat- adalah memang MENGGEMBIRAKAN Persia. Akan tetapi setelah melewati berbagai peperangan yang mereka usai dengan Romawi maka mulailah mereka memerangi Persia. Jadi bertemunya kepentingan kepentingan sama tanpa adanya kesepakatan bukan berarti menjalin hubungan atau agen. Persoalan ini jelas tidak ada samarnya. Saya pernah tantang orang yang menyangka Mujahidin sebagai agen, supaya dia mendatangkan satu dalilpun melainkan hanya beraikan dakwaan omong kosong yang berlaku pada orang jelata”. !!
Dan seakan akan saya melihat mereka akan menuduh Shalahuddin sebagai agen pada hari hari PERANG SALIB kendati telah jelas benderanya dan alasannya itu-itu juga; “Hari hari ini adalah masa penuh Fitnah. Kebenaran tidak diketahui. Siapa tahu barangkali Shalahuddin agen yang bekerja bagi Timur atau bagi kaum Salibis sendiri dan dari mana anda dapat memastikan pengobaran semangat perangnya dan peperangannya bukan demi pangkat, jabatan dan kekuasaan!!!?? Khususnya usahanya memecah kesatuan kaum musimin dan mencerai beraikan upaya mereka dengan tindakannya menghabisi Bani Fathimiyah yang muslim itu !!! (padahal fatwa seluruh ulama’ Sunnah mereka adalah Murtaddin, pent-)
Beritakanlah kepadaku, Wahai orang orang berakal dengan apa kalian akan MENJAWAB??? apakah kalian akan minta menyingkir ataukah kalian akan mengangkat suara kalian untuk mendukung Shalahuddin dan mencela bani Fathimiyah yang mendakwa-kan kezindiqan yang dianggap sebagai kaum muslimin dikalangan orang orang AWAM atau agen !!!
Silahkan anda baca perkataan para Ulama tentang Hijrah supaya anda TAHU bahwa hijrah itu sebagai fase yang mendahului Uzlah yang disangka itu -sedang saya tidak melihatnya melainkan hanyalah UZLAH (menyingkir) dari KEBENARAN dan menolongnya-
1. Fathul Bari VI/308 Daarul Ma’rifah: “Maka tidak wajib Hijrah dari suatu negri yang ditaklukkan kaum muslimin. Adapun sebelum ditaklukkan negeri maka kaum muslimin yang ada di situ pada salah satu dari tiga kondisi; yaitu pertama, mampu hijrah darinya. Ia tidak mampu Id-haruddin dan tidak pula mampu MENJALANKAN KEWAJIBAN kewajibannya maka hijrah darinya wajib. Kedua; mampu namun ia dapat Id-haruddin dan menjalankan kewajiban kewajibannya maka hukumnya Mustahab (dianjurkan) demi memperbanyak dan menolong kaum muslimin di sana serta memerangi orang kuffar dan aman dari penghianatan mereka. Juga terhindar dari melihat kemungkaran ditengah mereka. Ketiga, lemah lantaran ada udzur karena tertawan, sakit, atau lainnya maka ia boleh menetap dan jika ia memaksakan diri keluar maka ia diganjar pahala “. Pada juz VII/229: “Ibnu Umar telah menerangkan secara jelas maksud hadits yang diriwayatkan oleh Isma’ily dengan lafadz: hijrah kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terputus setelah fathul Makkah dan Hijrah tidak terputus selama ada orang Kuffar yang diperangi. Yakni selama didunia ada kekufuran, Jadi Hijrah wajib darinya atas siapa yang masuk Islam dan khawatir terfitnah pada agamnya. Dipahami bahwa seandainya ditakdirkan di dunia akan tetep ada negeri KAFIR maka HIJRAH tidak akan PUTUS , Lantaran terputus yang mewajibkannya. Wallahu a’lam”.
2. Fathul Bari juz VI/122 Daarul Fikri: “Berkata Khitoby dan yang lain; Dahulunya Hijrah wajib pada awal Islam atas orang yang masuk Islam karena sedikitnya kaum muslimin di Madinah dan perlunya mereka untuk berkumpul maka ketika Allah taklukkan Makkah, manusia masuk ke Diinullah secara bergelombang maka gugurlah kewajiban Hijrah ke Madinah dan tetaplah kewajiban Jihad dan niat atas orang yang menjalankannya atau datang khusus kepadanya.” Selesai perkataan beliau.
Dan juga hikmah wajibnya hijrah bagi orang yang masuk Islam supaya selamat dari siksaan (gangguan) keluarganya yang kafir. Mereka menyiksa orang yang masuk Islam sampai mau keluar dari Diinnya. Tentang mereka turunlah ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan mendholimi diri mereka sendiri, Malaikat berkata: “Dalam keadaan apa kalian ini? Mereka berkata: Kami adalah orang yang tertindas di bumi , Malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian bisa hijrah ke sana?”
Hijrah ini hukumnya tetap berlaku bagi siapa yang masuk Islam di negara kafir dan mampu keluar darinya. Nasa’I telah meriwayatkan: “Allah tidak menerima amalan dari seorang Musyrik setelah ia masuk islam atau ia memisahkan diri dari kaum Musyrikin” Ini dipahami atas orang yang tidak aman terhadap Diinnya.
Pada Juz VII/631: “. . . Kami mengunjungi ‘Aisyah . .. lalu kami menanyakan kepadanya tentang Hijrah? Ia berkata: “Tidak ada hijrah pada hari ini. Dulu kaum mukminin salah seorang mereka lari menyelamatkan Diinnya kepada Allah ta’ala dan RasulNya karena takut terfitnah atasnya. Adapun pada hari ini Allah telah memenangkan Islam. Dan pada hari ini orang menyembah Allah dimana saja ia suka akan tetapi tetap jihad dan Niat”.
Mengenai Hadits: “Hijrah tidak terputus selama Kuffar diperangi” Rijal sanadnya Tsiqah, Berkata Ibnu Nuhas dalam Tahdzib Masyariqul Aswaq hal 83: “Hadits tersebut menunjukkan wajibnya Jihad dan bukan wajibnya Hijrah. Maknanya setiap yang beriman dan berjihad memerangi Kuffar maka ia tergolongkan kepada kaum Muhajirin dalam keutamaan sekalipun ia tidak hijrah meninggalkan negerinya “!!
Dalam Nasa’I dan Ibnu Hibban: “. . . selama musuh diperangi” Pada Thabrani: “Sesungguhya hijrah tidak terputus selama ada jihad”. Rijal sanadnya Tsiqah sebagaimana dikatakan Haytsami. Terang sekali jawaban Shoodiqul Masduq Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika ditanya salah seorang Shahabat: “. . Hijrah apa yang paling utama? Beliau jawab: “Jihad” , Shahabat itu bertanya: “Apa itu Jihad? Beliau menjawab: “engkau memerangi orang kafir jika menjumpai mereka”. Shahabat tadi bertanya: “Lantas jihad apa yang paling utama? Beliau menjawab: “Siapa yang terlukai kudanya dan tertumpahkan darahnya “. HR Ahmad, hadits shahih
3. Fathul Bari XIV/ 535 Daarul Fikry , Bab Siapa benci dari turut memperbanyak jumlah . . . no 7085: “. . . bahwa beberapa orang kaum muslimin mereka bersama orang Musyrikin memperbanyak jumlah kaum musyrikin dalam menghadapi Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam . . . lalu Allah menurunkan ayat: “Sesungguhnya orangorang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan mendholimi diri mereka sendiri, Malaikat berkata: “Dalam keadaan apa kalian ini? Mereka berkata: Kami adalah orang yang tertindas di Bumi , Malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian bisa hijrah kesana? Mereka tempat tinggalnya Jahannam dan ia seburuk buruk tempat kembali”
Berkata Ibnu Hajar Rahimahullah: “Didalamnya terdapat penyalahan terhadap orang yang menetap ditengah ahli maksiat dengan pilihannya sendiri bukan karena maksud yang dibenarkan seperti mengingkari mereka misalnya atau harapan menyelematkan muslim dari binasa. Orang yang mampu beralih meninggalkan mereka tidak mendapatkan udzur. Sebagaimana yang terjadi pada mereka yang masuk islam dan dicegah dari hijrah oleh keluarganya yang musyrik kemudian mereka keluar bersama kaum musyrikin bukan untuk maksud memerangi kaum muslimin Namun untuk menampakkan jumlah mereka yang banyak di mata kaum muslimin. Maka terjadilah hukuman bagi mereka lantaran itu”.
Pada juz IX/141 no 4596 seputar turunnya ayat diatas: ”Said bin Jubair menyim-pulkan dari ayat ini WAJIBNYA HIJRAH dari negeri yang dilakukan kemaksiatan padanya”. Sebab disana ada unsur memperbanyak Jumlah. Pada Juz XIV/500 DaarulFikri kitab Fitan: “Dari hadits ini diambil anjuran hijrah dari negeri yang terjadi penampakan fitnah disana sebab ia merupakan sebab terjadinya fitnah . . . Berkata Ibnu Wahb: “Dari Malik, ditingglkan negeri yang dilakukan kemungkaran secara terang terangan di dalamnya dan hal itu telah dilakukan oleh sekelompok kaum salaf”. Pada Juz XIV/563 , Kitabul Fitan: “Telah disaksikan . . .Negeri diantara negeri kaum muslimin yang diserbu oleh orang kuffar lalu mereka membabatkan pedang kepada penduduknya. Hal itu pernah terjadi dari Khawarij dulu kemudian QARAMITHAH kemudian TARTAR akhir akhir ini dan Allahlah tempat minta tolong . . . Adapun siapa yang memerintah (kebajikan) dan melarang (kemungkaran) maka mereka adalah orang mukmin sebenarnya. Allah tidak akan mengirim adzab atas mereka bahkan Allah akan menolak adzab dari mereka. Hal itu dikuatkan oleh firman Allah ta’ala: “dan tidaklah Kami membinasakan negeri negeri melainkan penduduknya dholim . .” MENUNJUKKAN ATAS PERATAAN ADZAB BAGI SIAPA YANG TIDAK MENCEGAH KEMUNGKARAN SEKALIPUN DIA TIDAK MELAKUKANNYA. Firman Alah ta’ala: Maka janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka mengalihkan pembicaraan kepada yang lain. (jika tidak mau) berarti kalian seperti mereka” . dari ayat ini dapat diambil pelajaran disyareatkannya lari dari orang kafir dan orang orang dholim sebab tetap tinggal bersama mereka termasuk tindakan mencampakan diri pada kebinasan. Ini jika dia tidak menyokong mereka dan tidak pula ridho terhadap perbuatan mereka. Jika ia menyokong atau ridha maka ia termasuk mereka. Ini dikuatkan oleh perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk seger a keluar meninggalkan negeri Tsamud . . . Dengan hadits terdapat peringatan dan ancaman keras bagi siapa yang DIAM DARI MENCEGAH (KEMUNGKARAN) lantas bagaimana halnya dengan ORANG YANG BASA BASI CARI MUKA??? Bagaimana dengan orang yang RIDHO?? dan bagaimana dengan ORANG YANG MENYOKONG??? Kita memohon keselamatan pada Allah “. Saya katakan: “ini hanyalah lantaran sekedar nampaknya kemaksiatan, lantas bagaimana jika hukum-hukum Allah dilenyapkan? Bahkan engkau dipaksa bermaksiat kepada Allah dari yang kecil hingga yang besar”. Abu Darda’ rodhiyallahu ‘anhu telah meninggalkan Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu di Syam ketika ia menyelisihi satu satu hadits. Disebutkan ia tidak tinggal bersamanya.
4. Dalam Mughnil Muhtaj karangan Syarbiny ;: “….Muslim yang tinggal di Darul Harby jika ia dapat idh-haruddin disebabkan posisinya sebagai orang yang ditaati kaumnya atau karena marganya yang melindunginya sedang dia tidak khawatir fitnah terhadap dinnya, maka dia dianjurkan hijrah ke Darul Islam supaya ia tidak turut memperbanyak jumlah mereka….sedang tidak wajibnya dikarenakan ia mampu idh-haruddin”.

Berikut ini silahkan anda simak perkataan para ulama’ BERKENAAN IJIN AMIR:
1. Dalam Mughni IX/166: “Persoalan jihad dipasrahkan kepada Imam (Kholifah) dan ijtihadnya dan wajib atas rakyat menaatinya dalam kebijakannya tentang hal itu…Masing-masing kaum memerangi orang-orang disekitarnya melainkan jika pada sebagian tempat belum memenuhi orangnya maka dialihkan satu kaum lain kepada mereka…JIKA IMAM (KHOLIFAH) TIADA MAKA JIHAD TIDAK BOLEH DITUNDA SEBAB MASLAHAT JIHAD AKAN LENYAP DENGAN MENGUNDURKANNYA….jika Imam mengirim pasukan dan mengangkat atas mereka seorang komandan lalu ia meninggal atau terbunuh maka pasukan boleh mengangkat salah seorang dari mereka sebagai amir sebagaimana yang dilakukan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada pasukan Mu’tah….”
Dalam juz IX/174: “Jika musuh datang maka jihad berubah menjadi fardhu ‘ain atas mereka. Maka wajib atas seluruh manusia sehingga tidak boleh seorangpun meninggalkannya. Jika telah tetap persoalan ini maka mereka tidak boleh keluar melainkan dengan ijin Amir. Sebab persoalan persang dipasrahkan kepadanya dan dailah yang lebih tahu tentang banyak sedikitnya jumlah personal musuh….maka selayaknya dikembalikan kepada pendapatnya sebab itu lebih hati-hati bagi kaum muslimin. Kecuali jika berhalangan minta ijin disebabkan SERANGAN SURPRISE dari musuh sehingga tidak wajib minta ijin kepadanya sebab maslahat…oleh karenanya kuffar menyerang gembalaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepergok oleh Salamah bin Akwa’..lalu ia perangi mereka..maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya seraya bersabda: “Sebaik-baik pasukan infantri kita adalah Salamah bin Akwa’” jadi jika tidak ada Imam (Kholifah) di sana dan sekelompok beraksi seperti perbuatan Salamah rodhiyallahu ‘anhu tersebut maka itu lebih boleh lagi . wallahu a’lam
2. Dalam Kasyful Qina’ karangan Buhuti III/73: “Dan tidak boleh berperang melainkan seijin Amir sebab ia lebih tahu perang dan persoalan perang dipasrahkan kepadanya…kecuali jika datang tiba-tiba kepada mereka musuh menyerang yang dikhawatirkan maka berhenti ijin sebab hajat membutuhkan kepadanya disebabkan mengundurkannya akan ada madhorot. DAN SAAT ITU TIDAK BOLEH SEORANGPUN UNTUK BERPANGKU TANGAN TIDAK TURUT PERANG kecuali orang yang dibutuhkan tidak berangkat demi menjaga tempat, keluarga dan harta serta siapa yang tidak ada kekuatan untuk keluar, orang yang dicegah imam dan siapa yang tidak mendapatkan peluang yang mereka khawatirkan akan lenyap jika dibiarkan saja peluang tersebut supaya minta ijin dulu kepada amir maka mereka boleh keluar tanpa ijinnya supaya kesempatan tersebut tidak hilang begitu saja. Dan dikarenakan jika musuh tiba maka jihad menjadi fardhu ‘ain sehingga tidak seorangpun yang boleh untuk tidak berangkat” beliau mengambil dalil dengan kisah Salamah bin Akwa’ rodhiyallahu ’anh.
3. Dalam Mughni Muhtaj IV/220: “Makhruh berperang tanpa ijin Imam (Kholifah) atau wakilnya demi kesopanan kepadanya dan karena ia lebih tahu daripada yang lain tentang kemaslahatan jihad…catatan: Bulqiny mengecualikan dari hukum makhruh dengan beberapa kondisi: PERTAMA, maksud (yang ditarget) akan hilang lantaran pergi untuk minta ijin dulu, KEDUA; jika Imam menggugurkan perang. Dia beserta tentaranya lebih perhatian kepada urusan-urusan dunia sebagaimana yang disaksikan. KETIGA; jika berprediksi kuat seandainya harus minta ijin dulu, ia bakal tidak dijinkan…” saya katakan: hukum ini saat jihad fadhu kifayah sebab ia berupa serangan invansi lantas bagaimana saat fardhu ‘ain? Coba anda renungkan.
4. Berkata Ibnu Nuhhas dalam ringkasan tahdzib Masyari’ul Asy-waq Fie Fadho-ilil Jihad hal; 367 “Dikecualikan dari hukum makhruh (yakni jihad tanpa ijin Kholifah, pent) beberapa kondisi sebagai berikut: PERTAMA jika seseorang atau sekelompok orang minta ijin untuk berjihad lantas maksud yang ditarget lenyap. Sebab jihad adalah kondisi mendesak yang tidak menunggu-nunggu untuk diundur atau proses minta ijin. KEDUA ; jika Imam menggugurkan jihad dan ia beserta tentaranya lebih perhatian kepada dunia seperti yang dilihat di masa-masa ini dan di semua tempat. Maka tidak makhruh jihad tanpa ijin Imam sebab Imam menggugurkan jihad sedang mujahidin menjalankan kewajiban yang digugurkan. KETIGA; jika ada orang yang ingin berjihad, ia tak kuasa minta ijin sebab ia tahu sekiranya minta ijin bakalan tidak dijinkan. Berkata Ibnu Qudamah: “Jika Imam tiada maka jihad tidak boleh diundurkan sebab maslahat jihad akan lenyap dengan mengundurkannya”.
5. Syaukani dalam Nailul Author VIII/31: “Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam; Jihad akan tetep berlangsung …...sampai akhir bunyi hadits; sebagai dalil bahwa jihad akan senantiasa berlaku selama eksisnya Islam dan kaum muslimin hingga munculnya Dajjal”
Ibnu Hajar dalam Fathul Baary VI/144: “Bab “Jihad terus berlangsung bersama orang baik dan fajir (pendosa)” berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kuda tertulis kebaikan di ubun-ubunnya hingga hari kiamat”…dalam hadits tersebut terdapat motivasi/dorongan mencintai perang di atas kuda, juga terdapat berita gembira dengan tetap eksisnya Islam dan pemeluknya hingga hari kiamat. Sebab dari konsekwensi eksisnya jihad adalah eksisnya mujahidin, sedangkan mereka adalah kaum muslimin. Ia seperti bunyi hadits yang lain; “Senantiasa ada Thoifah (kelompok) dari umatku yang berperang di atas alHaq”….”
6. Dalam Bada-I’ Shonaa-I’ karangan Kasany VII/98 ; “Adapun jika Nafiir (seruan perang/mobilisasi secara umum) merata seperti musuh menyerang suatu negri maka jihad fardhu ‘ain atas tiap-tiap individu dari kaum muslimin yang mampu berdasarkan firman Allah ta’ala: “Berangkatlah kalian berperang dengan merasa ringan maupun berat”….keluar… tanpa ijin orang tua sebab hak kedua orang tua kalah dalam persoalan-persoalan fardhu ‘ain seperti shoum, sholat….” Apakah Amir perlu dimintai ijin dalam fardhu sholat, maka dipahami pula bahwa jika jihad telah FARDHU ‘AIN maka hukumnya seperti itu pula.
Dan seandainya seorang khalifah Abbasiyyah tidak memberikan ijin bagi Shalahuddin ( disaat terjadi serbuan kaum Shalibis, pent-), Apakah lantas secara syar’I ia wajib mendengar??? Ini terhadap Khalifah yang lemah kekuasaannya lantas bagaimana jika kholifah memang tidak ada wujudnya seperti keadaan kita ini??? Jadi, bedakan antara adanya Khalifah dan mau jihadnya sehingga harus mengambil pendapatnya dan antara adanya khalifah dengan tidak mau jihadnya serta antara kondisi sama sekali tidak ada khalifah. Dua kondisi ini kembali kepada masing masing keduanya sebagaimana yang telah jelas. Dan anda jangan sampai lupa dengan Thaifah Manshurah yang berperang. Carilah kelompok tersebut sebab ia eksis setiap zaman, sebagaimana Nash hadits.


8. Jika mereka mengatakan: “Akan tetapi jika kami keluar ke suatu tempat ini untuk I’dad, kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami setelah itu. Kami tidak tahu kemana kami akan pergi dan siapa yang akan kami perangi. Barangkali kami keluar untuk perang namun kami tidak memperoleh Mati Syahid. Jadi siapa yang menjamin kami hal itu. Dan boleh jadi setelah itu kami tidak bisa kembali ke negeri kami??

Maka katakanlah:
Tempat tempat yang selayaknya dibebaskan amatlah banyak sedang JABHAH (front perang) tidak akan dibuka kecuali dengan orang orang yang telah berI’dad dan terlatih. Dan anda tidak pergi untuk I’dad dan berlatih sampai dibukanya dulu suatu Front. Jadi kita jatuh pada saatu masalah berputar putar: “sekali kali kami tidak akan keluar sampai dibukanya sebuah front dan FRONT tidak akan DIBUKA sampai keluarnya orang orang semisalmu dan terlatih, Lantas KAPAN JABHAH ITU AKAN DIBUKA???!!
Apakah Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jaminan jaminan kepada Shahabatnya sampai mereka mau keluar ataukah mereka adalah orang orang yang: “Setiap kali mendengar suara hiruk pikuk atau menakutkan ia terbang kesana . . .”. HR Muslim . Perhatikan kata: “MENDENGAR” dan bukannya bersabda: “Memeriksa dulu, meneliti, mengkaji secara cermat, memasukkan kemusykilan kemusykilan atau mengambil sumpah tegas . . . “.
Cukuplah bagimu engkau hidup di suatu negeri yang menerapkan Syari’at Islam secara total kendati engkau mesti makan batu dengan mereka !! Pokoknya, anda jangan buru buru, tanya dan mencari tahulah JANGAN SAMPAI SYAITHAN MEMPERMAINKANMU. Jika engkau jujur pada Allah maka Allahpun akan membenarkan kejujuranmu. Sejarah membuktikan.
Cukuplah bagimu bahwa: “Barangsiapa melangkahkan kaki dijalan Allah lalu meninggal atau terbunuh atau dilemparkan oleh kudanya atau untanya ataupun disengat binatang berbisa atau meninggal di atas kasurnya, meninggal dengan cara apapun yang Allah kehendaki maka ia Syahid dan ia mendapatkan Jannah” HR Abu daud, Hakim. Hadits Hasan. “Siapa memohon kepada Allah Mati syahid dengan jujur maka Allah akan sampaikan ia kepada kedudukan para Syuhada sekalipun meninggal di atas kasurnya”. HR Muslim . Pada satu riwayat Muslim: “Barang siapa minta Mati Syahid dengan jujur akan diberikannya sekalipun ia tidak mendapatkannya” Maka jangan sampai engkau diperdaya oleh orang yang mengatakan kepadamu: “Apakah kamu dapat menjamin akan gugur di sana dalam keadaan Ribath atau mati Syahid !!?? Allah telah menjamin Jannah bagi Mujahid jika terbunuh ataupun meninggal lantaran tenggelam atau terbakar atau dimangsa binatang buas”. HR Nasa’I dan Ahmad, hadits shahih.
“Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berjihad di jalan Allah Azza wa Jalla . . . lalu tersungkur dari binatang tunggangannya dan meninggal maka telah tetap pahalanya di sisi Allah ataupun ia tersengat oleh binatang maka telah tetap pahalanya di sisi Allah. Atau ia meninggal biasa maka telah tetap pahalanya disisi Allah . . .” Hadits dinyatakan shahih oleh Hakim dan disepakati oleh Dzahaby . Khalid Radhiyallahu ‘anhu telah berusaha ke arah itu namun toh juga tidak mendapatkannya.


9. Jika mereka mengatakan: “akan tetapi kami melihat ditengah barisan Mujahidin terdapat bermacam macam kesalahan?? !!!

Maka nyatakan kepada mereka:
“Pada asalnya jihad itu wajib bagi ummaat secara keseluruhan bukan hanya orang khususnya saja. Sedangkan kesalahan itu, tidak ada satu masyarakatpun yang lepas darinya, sekalipun itu dalam barisan orang orang yang rajin Shalat jama’ah di masjid. Apakah anda lantas mengahapuskan shalat jama’ah lantaran adanya suatu kesalahan di sebagian Jama’ah Shalat. Apakah boleh dinyatakan: “Tinggalkanlah amal shaleh dulu sebelum engkau bersih dari keburukan yang ada pada dirimu. Ataukah dikatakan “Tetapkanlah Al-haq yang sudah ada dan lepaskanlah yang bathil?
Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa manusia terkadang menghimpun keimanan dan kesesatan pada satu masa bersamaan. Maka kita mencintainya lantaran kebaikan yang ada padanya dan membencinya jika didapati pada dirinya kemaksiatan. Ingatlah peristiwa di mana Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mencerca peminum khamr tatkala dihadapkan untuk dijilid dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi alasan: “Jangan kalian melaknatnya !! Demi Allah saya tidak mengetahui selain ia mencintai Allah dan RasulNya. HR Bukhari. Rasul kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berlepas diri dari tindakan Khalid Radhiyallahu ‘anhu tatkala membunuh beberapa kaum yang tidak dapat mengungkapkan keislamannya secara baik lalu mereka berkata: Soba’na “(yang maksudnya; kami telah masuk Islam) lalu Khalid Radhiyallahu ‘anhu membunuh mereka. Maka Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Yaa Allah sesungguhnya aku berlepas diri kepadaMu dari apa yang diperbuat Khalid (HR Bukhari). Namun demikian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lantas mengucilkannya.
Bukankah demikian ini petunjuk Islam dalam berinteraksi terhadap orang-orang, lantas mengapakah kita menakar dengan dua timbangan.


10. Jika mereka mengatakan: “Sesungguhnya ayah-ayah kami dan ibu-ibu kami tidak memperbolehkan kami, dan istri-istri kami akan tinggal sendirian?

Maka nyatakan kepada mereka:
“Tidak, demi Allah. Tidak boleh seorangpun dimintai ijin dalam menjalankan salah satu kewajiban fardhu ‘ain. Adakah engkau minta ijin kepada istri atau ayah atau ibu untuk sholat atau puasa? Maka jika jihad beralih menjadi fardhu ‘ain, tinggalkan untuk mereka bekalan secukupnya lalu kamu berangkat pergi, sebab perkaranya lebih penting dan berbahaya.
Inilah Nabimu Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabari kita tentang tipudaya syaithon dalam perkara fardhu kifayah: “Sesungguhnya syaithon duduk menghalangi anak Adam di jalan Islam. Syaithon katakan kepadanya: Engkau masuk Islam dan meninggalkan agamamu dan agama leluhurmu?! Lalu orang tersebut menyelesihinya dan masuk Islam maka diampuni baginya. Lalu syaithon duduk menghalanginya di jalan hijrah seraya mengatakan: engkau hijrah dan meninggalkan bumi dan langitmu?! Maka orang tersebut menyelesihinya dan iapun hijrah. Lalu syaithon duduk menghalanginya di jalan jihad dengan mengatakan padanya: Engkau berjihad yaitu mengorbankan jiwa dan harta lalu engkau berperang dan terbunuh lalu istrimu dinikahi oleh orang dan hartamu dibagi-bagi?! Maka orang tersebut mendurhakainya dan iapun berjihad. Lantas Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa melakukan itu semua lalu meninggal maka wajib atas Allah memasukkannya ke jannah atau ia terbunuh maka wajib atas Allah memasukkannya ke jannah. Jika tenggelam maka wajib atas Allah memasukkannya ke jannah” Hadits Shohih.
Jadi kemenangan Islam adalah sesuatu termahal yang kita cita-citakan dan bukannya istri sebagai cita-cita yang paling mahal supaya kita tidak termasuk orang-orang yang mengatakan: “Kami tersibukkan oleh harta dan keluarga kami…”. Jika mereka mengatakan: “Apa yang engkau tinggalkan untuk mereka?” Maka cukuplah bagimu mengatakan: “Saya tinggalkan untuk mereka Allah da Rasul-Nya” dan ingatlah kisah Zubair Radhiyallahu ‘anhu dan pelunasan hutangnya.
Silahkan anda simak perkataan-perkataan ulama berikut ini TENTANG IJIN KEDUA ORANG TUA:
1. Al Mughni IX/171: “Masalah:…dan jika ia terkena perintah jihad maka tiada ijin bagi keduanya. Demikian pula semua faridhoh tiada ketaatan pada kedua orang tua untuk meninggalkannya. Yakni, jika wajib atas dirinya berjihad maka ijin kedua orang tua tidak dianggap. Sebab jihad menjadi fardhu ‘ain dan meninggalkannya maksiyat. Tidak ada ketaatan bagi seorangpun dalam bermaksiat kepada Allah. Demikian pula setiap yang wajib seperti haji, sholat berjama’ah, menghadiri sholat jum’ah, safar untuk mencari ilmu yang wajib. Berkata Auza’y: “Tiada ketaatan bagi kedua orang tua dalam meninggalkan faridhoh-faridhoh, sholat jum’ah, haji dan perang sebab semua adalah ibadah yang telah wajib secara individu kepadanya maka tidak dianggap ijin kedua orang tua di situ seperti halnya sholat”
2. Dalam Bada-I’ Shona-I’ VII/98: “Adapun jika nafiir (seruan jihad secara umum) merata seperti musuh menyerang suatu negri maka jihad fardhu ‘ain yang ditetapkan atas tiap-tiap individu dari kaum muslimin yang mampu berdasarkan firma Allah ta’ala: “Berangkatlah berperang dengan merasa ringan dan berat”…boleh keluar....tanpa ijin…sebab hak orangtua kalah dalam persoalan fardhu-fardhu ‘ain seperti shoum dan sholat….” Sedangkan negri-negri kaum muslimin itu satu sebagaimana yang dikenal.
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimyyah: “Jika musuh masuk negri Islam maka tidak diragukan lagi wajib menolak musuh tersebut atas yang terdekat dan terdekatnya lagi. Sebab negri-negri kaum muslimin semuanya seperti satu negri. Bahwa wajib berangkat perang ke sana tanpa ijin orangtua atau orang yang menghutangi”.


Jika mereka mengatakan: “Ibumu menangisimu!

Maka katakan pada ibumu:
“Ibunda…ananda telah terpanggil oleh agamaku untuk berjihad dan berkorban
Ibunda, sesungguhnya ananda pergi demi keabadian, sekali kali ananda tak kan bimbang dan ragu-ragu lagi
Ibunda, janganlah tangisi ananda jika ananda gugur dalam keadaan membujur
Katakanlah pada ibumu:
Ibunda, jika basah linangan air matamu atau teringat kembali perjumpaan
Terekam kembali kenangan-kenangan indah dan isak tangismu tak tertahankan lagi
Maka tegarlah ibunda dengan kesabaran sesaat kemudian panjatkanlah do’a…
“Katakanlah: jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya serta tempat tinggal yang kamu senangi lebih kamu cintai daripada Allah, RasulNya dan jihad di jalanNya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya dan Allah tidak menunjuki kaum yang zalim” (QS At Taubah: 24)


Penutup

Jika mereka mengatakan kepadamu: “Setelah semua ini, kami tetap juga belum terpuaskan dan yakin”
Maka katakan pada mereka: “Tidaklah engkau dapat menunjuki orang buta dari kesesatannya”(Ayat). Tidak dengan Al Kitab kalian mendapat penerangan, tidak pula dengan Sunnah kalian mendapat petunjuk, tidak pula kepada aqwal para ulama’ kalian condong dan tidak pula dengan sejarah kalian ambil ibrah, lantas dengan ucapan apa lagi kalian akan beriman?...”Maka tinggalkanlah mereka tenggelam dalam permainannya” (ayat). Ataukah setelah semua keterangan yang gamblang ini kalian mengatakan –sekalipun dengan bahasa keadaan kalian: Akidah kalian ada kerusakan!!?
Maaf, sekali lagi mohon maaf dan tambahkanlah 1000 maaf…maafkalah aku yaa Akhi fillah, wahai kekasihku. Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mencintai kebaikan untukmu. Aku suka kamu mendapatkan jannah bahkan jannah yang paling tinggi. Saya cinta umat kita kembali sebagaimana dulu pada zaman Khulafa’ Rasyidin. Aku mengkhawatirkan dirimu dari syubhat-syubhat orang-orang yang suka menyelewengkan. Saya ingin engkau realistis bukan berkhayal, seperti Sa’ad, Sa’id, Ubadah, Abu Ubaidaah, Salman, Ammar –semoga Allah meridhoi mereka dan mereka ridho kepadaNya-…engkau adalah keturunan mereka sedang mereka adalah leluhurmu.
Kemarilah kita terang-terangan: Jika ada seorang dokter terpercaya memberitahu-kanmu adanya penyakit kangker di tubuhmu. Apakah kamu bersegera meluncurkan CD yang menerangkan tentang Palestina ataukah engkau rajin mengkaji suatu ilmu ataukah menyelesaikan studimu untuk meraih ijazah farmasi ataukah engkau segera bangkit untuk meraih syahadah (Ijasah) Akhirat?
Dimanakah fiqhul Aulawiyaat (prioritas amal) yang kita hafal? Dimanakah fiqhul muwazanat (perbandingan) yang kita teriakan? Ada dua orang, salah seorangnya ; ketika mendengar jihad fardhu ‘ain, ia pergi memastikannya di kitab-kitab dan kepada masyayikh dan…sedang satunya lagi; pada waktu yang sama ia telah berjanji dengan kenalan-kenalannya untuk main sepak bola pagi-pagi hari sebagai dzikir shobah hingga terbitnya matahari lalu mereka sholat dhuha akan tetapi di atas bola. Seandainya engkau ingatkan, niscaya akan mengatakan: masing-masing kita berada di Tsughur (tapal pertahanan)!! Padahal ia sendiri masih bingung dengan hukum jihad hari ini. Jika ia berkata: “Sesungguhnya saya yakin jihad itu fardhu” maka katakan padanya: “Apakah demikian ini I’dad itu?
Yang membuat geli sekaligus nangis bahwa orang-orang tadi yang bermain bola sama-sama dari satu waktu ke waktu tidaklah mereka bertambah dekat kepada Allah –berdasar yang nampak- dan kita diperintah untuk melihat lahirnya sedang Allah yang mengurusi batin.
Jika para penyeleweng nash tiada kuasa lagi setelah semua penjelasan ini, lalu mulailah mereka membisikkan was-was mereka supaya dapat menggembosimu dari perang. Maka bacakanlah kepada mereka dengan tartil surat Al Anfal kemudian surat Taubah lalu PERANG.
“Akan tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka maka Allah melemahkan semangat mereka dan dikatakan: duduklah kalian bersama orang-orang yang duduk tinggal berpangku tangan”
“Sesungguhnya pada itu terdapat peringatan bagi siapa yang masih punya hati atau mendengar dengan seksama sedang dia menyaksikan”
“Dan barangsiapa tidak Allah jadikan baginya cahaya maka sekali-kali ia tidak akan punya cahaya”


DITERJEMAHKAN DARI KITAB QOOLUU FA QUL ‘ANIL JIHAD
Ditulis oleh
Harits Abdus Salam Al Mishry

Tidak ada komentar:

Posting Komentar